Minggu, 02 April 2023

Tantangan NU adalah Menjawab Masalah Besar Umat Manusia

 


Surabaya, NU Online Pengamat Nahdlatul Ulama asal Belanda Martin van Bruinessen mengatakan bahwa tantangan NU memasuki abad kedua adalah bagaimana menjawab masalah besar yang dihadapi oleh umat manusia.


"Tantangan untuk sekarang bagaimana mengembangkan suatu wacana yang mampu membahas masalah besar yang dihadapi oleh umat manusia," ujarnya pada sambutan International Conference Islam Nusantara and World Peace, Ahad (5/2/2023). Seminar dengan tema Mendigdayakan Nahdlatul Ulama, Menjemput Abad Kedua, Menuju Kebangkitan Baru berlangsung di Auditorium Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa).


Menurut Martin yang merupakan seorang Antropolog, masalah besar yang dihadapi oleh umat manusia sekarang ini di antaranya lingkungan hidup, perubahan iklim, hukum internasional, penyelesaian konflik, hak asasi manusia, kesetaraan ras, kesetaraan gender, kesetaraan agama.


"Apakah NU sanggup? Apakah pemikir NU sanggup merumuskan wacana yang menjawab semua tantangan itu? Sangatlah tepat kita akan melihat besok, akan menghadiri suatu halaqah (Muktamar Internasional Fiqih Peradaban), beberapa masalah itu akan disebut," imbuhnya.


Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa memasuki usia NU yang 100 tahun sangatlah tepat NU mengadakan acara Muktamar Fiqih Internasional yang akan dilaksanakan pada Senin (6/2/2023).


"Sangatlah tepat pada hari ulang tahun NU yang ke 100 ada satu konferensi besok, tentang fiqih peradaban. Di mana klaim itu akan diberi legitimasi dengan pembahasan mengenai sumber-sumber kepustakaan Islam untuk mendukung nilai-nilai itu," paparnya.


Martin mengatakan bahwa Muktamar Internasional Fiqih Peradaban mengingatkan dirinya kepada sebuah diskusi di Eropa pada sekitar tahun 90-an dan 2000-an tentang konsep European Islam (Islam Eropa) yaitu ketika orang sering membandingkan tentang Islam di Eropa dan Islam Eropa.


"Banyak orang yang menulis hal-hal menarik antara lain Tariq Ramadan mengenai munculnya Islam Eropa. Muslim di Eropa sebagian besar dari imigran. Keturunan dari Turki, Maroko, Somalia, Pakistan, Indonesia juga, dan beberapa mualaf," ujar Martin.


Mereka merupakan bagian yang terisolir dari masyarakat mayoritas, hidup dalam lingkungan sendiri, dan mempunyai tradisi Islam dari negara asal, "Meskipun secara fisik berada di Eropa tetapi tidak banyak disentuh oleh diskusi-diskusi yang berada di Eropa."


"Jadi dialog itu bagian dari pencarian suatu Islam Eropa. Nah, Islam Eropa itu bukan sesuatu yang nyata yang bisa kita kaji karena sudah ada, nggak. Itu suatu yang ingin diciptakan, dikembangkan oleh orang yang peduli baik kepada Islam sebagai agama maupun kehidupan masyarakat," pungkasnya.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman 

Editor: Kendi Setiawan

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More