Sabtu, 01 April 2023

Persoalan Baik dan Buruk



Banyak poin dari ulama dahulu, yang diangkat oleh ulama kini dalam pengkajian mereka, dan menjadikan kajian mereka semakin luas dan dalam. Tujuan mereka semua sama, yaitu untuk mengenali perbuatan-perbuatan Sang Khalik. Ialah untuk mencapai ma’rifat, mengenal Allah swt.


Salah satu makna “hikmah” (bijaksana) ialah bersih dari tindakan yang tak dinginkan. Maka, hakîm (yang bijaksana) adalah yang tidak berbuat buruk. Dengan pembuktian, sifat ini kukuh bagi Allah swt berdasarkan teori penilaian baik-buruk rasional. Masalah ini berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang dinilai oleh akal sebagai yang baik atau yang buruk, dan akal mengetahui bahwa Dzat Yang Mahakaya suci dari sifat buruk dan perbuatan yang tak selayaknya.

Akal dapat mengetahui hal tersebut tanpa bantuan syariat. Demikian yang dikatakan oleh kaum ‘Adaliyah. Sedangkan menurut kaum Asya’irah adalah sebaliknya, bahwa tiada kebaikan selain yang dinilai baik oleh syariat dan tiada keburukan selain yang dinilai buruk olehnya.

Perselisihan antara dua kelompok ini adalah seputar antara posisi partikular yang dipandang oleh ‘Adaliyah, dan negasi universal yang dipandang oleh Asya’irah.

Penilaian dan Patokan Baik-Buruk
Apa yang menjadi patokan bahwa ini baik dan itu buruk? Disebutkan ada beberapa patokan:

1-Selaras atau tak selaras dengan bawaan alami; misalnya, pemandangan indah, rasa lezat, suara merdu, harmonis dengan bawaan alami, maka semua itu bagus (baik). Sedangkan pemandangan buruk, rasa pahit, suara keledai, disharmonis dengan bawaan alami, maka semua itu jelek (buruk).

2-Pro dan kontra tujuan (maslahat) personal atau impersonal; misalnya, membunuh musuh dipandang baik karena sejalan dengan tujuan. Tetapi bagi teman dan keluarganya dipandang buruk, karena kontra tujuan mereka secara personal.

Baca: “Mana Yang Lebih Baik, Berbicara Atau Diam?“
Adapun secara impersonal, misalnya, adil adalah baik, karena pemelihara tatanan masyarakat dan kepentingan-kepentingan (maslahat) umum. Sedangkan aniaya adalah buruk, karena penghancur tatanan dan bertentangan dengan maslahat umum.

3-Sesuatu merupakan kesempurnaan atau kekurangan (aib) bagi diri manusia; seperti ilmu dan kebodohan (jahl), sifat pemberani dan pengecut dan sifat-sifat kesempurnaan serta aib lainnya.

4-Yang dipuji atau dicela akal; ialah ketika perbuatan sesuai  kesempurnaan atau kekurangan bagi si pemilik akal dan ikhtiar (mukhtâr), terlepas perbuatan itu membawa manfaat personal ataupun impersonal.

Akal, mandiri dalam menilai baik dan keharusan melakukan perbuatan, atau buruk dan keharusan meninggalkannya. Sebagaimana ia menilai bahwa kebaikan dibalas dengan kebaikan adalah baik, kebaikan dibalas dengan keburukan adalah buruk. Jadi, penilaian akal dari sisi bahwa sebagian perbuatan adalah kesempurnaan bagi yang mukhtâr (yang mempunyai pilihan), maka ia nilai baik. Sebagian perbuatan lainnya adalah kekurangan baginya, maka ia nilai buruk.

Pangkal Perselisihan
Soal kedua, manakah di antara semua tolok ukur baik dan buruk di atas, yang menjadi pangkal perselisihan mengenai baik dan buruk?

Tonton: “Imam Ali as dan Balasan Kebajikan yang Berlipat Ganda“
Adalah jelas tak terjadi perselisihan dengan tolok ukur yang pertama dan yang ketiga. Juga dengan yang kedua, yaitu tolok ukur tujuan dan maslahat personal. Adapun terkait maslahat impersonal, banyak pengkaji memandang adil dan kebajikan adalah baik dikarenakan membawa maslahat umum, dan aniaya serta permusuhan dikarenakan membawa mafsadat (kerusakan) umum.

Semua itu bukan hal yang menjadi titik perselisihan antara Adaliyah dan Asya’irah. Perselisihan antara dua kelompok ini terletak pada tolok ukur yang keempat. Yakni, perbuatan ketika muncul dari si pelaku, akal hanya memandang dia layak menerima pujian atau celaan. Ia tidak melihat apa di balik perbuatannya. Perbuatan itu, seperti membalas kebaikan dengan kebaikan atau dengan keburukan; menepati atau mengingkari janji; berbuat adil atau aniaya dan sebagainya.

Kajian ini tak hanya berkaitan dengan perbuatan manusia. Tujuan dari pemaparan tersebut ialah mengenali perbuatan-perbuatan Allah swt; bisakah ia ataukah tidak? Ketika ia mampu menilai perbuatan itu baik atau buruk menurut akalnya, apakah di sisi Allah swt juga demikian? Ia tak mungkin bisa, kecuali dengan tolok ukur yang keempat itu di dalam menilai baik dan buruk.


Usaha adalah Doa yang di Lakukan & Keberpihakan


 Seekor semut membawa setetes air untuk memadamkan api yang membakar Ibrahim Al Khalil. Seekor burung keheranan dan kemudian bertanya, “Untuk apa kamu bawa air itu?”


“Ini air untuk memadamkan api yang sedang membakar kekasih Tuhan, Ibrahim.”


“Hahahaa, tak akan guna air yang kamu bawa.” Kata burung sambil terbahak.


“Aku tahu, tetapi dengan ini aku menegaskan di pihak manakah aku berada.”


Doa bukan hanya berisi permintaan dan permohonan. Lebih dari itu, doa merupakan visi, pandangan hidup, religiusitas serta pemihakan. Misalnya saja, dalam Islam, segala hal selalu dikaitkan dengan kekuasaan Allah swt.


Salah satu frame hidup yang ditekankan dalam Islam adalah segala sesuatu dikembalikan kepada Allah swt. Kalau orang itu mendapat kebaikan, dia akan mengucap syukur dengan mengatakan ‘Alhamdu lillah’. Kalau mendapat musibah dia akan mengucap kalimat pasrah ‘innaa lillah wa innaa ilaihi rajiun’. Semua dikembalikan pada Allah swt. Inilah pandangan hidup. 


Rasulullah pernah mengatakan bahwa kehidupan orang mukmin itu sangat menakjubkan, “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin itu, sesungguhnya segala urusannya baik baginya. Dan itu tidak ada kecuali bagi mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa musibah/bencana, ia bersabar dan itu menjadi kebaikan baginya.”


Dalam pembahasan psikologis, kalimat-kalimat seperti, alhamdulillah, hasbunallah, tawakkaltu ‘alallah atau innaa lillaah wa innaa ilaihir rajiun adalah sebagai kalimat afirmasi. Semakin sering diucapkan dan dipahami, maka kalimat ini akan merasuki alam bawah sadar dan mempengaruhi sikap.


Afirmasi, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah: 

1. penetapan yang positif; penegasan; peneguhan; 

2. pernyataan atau pengakuan yang sungguh-sungguh (di bawah ancaman hukum) oleh orang yang menolak melakukan sumpah; pengakuan.


Doa dibuat dengan muatan pesan dan energi afirmasi. Dia adalah mantra-mantra pembangkit energi positif. Doa adalah energi yang diekspresikan. Doa yang diucapkan akan lebih memberi penegasan dan kekuatan. Demikian juga, doa yang dilakukan akan memberi efek yang lebih dahysat. Kata Imam Ali as, “orang yang berdoa tapi tidak berusaha seperti pemanah tanpa busur” Dalam pandangan Imam Ali as, usaha adalah doa yang dilakukan.

Menggapai Keharmonisan Rumah Tangga


Hak-hak seorang suami terhadap istrinya adalah termasuk ke dalam jenis kewajiban akhlak dan kewajiban yang didasarkan kepada kebiasaan umum yang berlaku (‘urf). Seorang laki-laki tidak berhak mencela istrinya, kenapa tidak mencucikan bajunya, kenapa tidak memasak makanan yang enak. Satu-satunya hak (dalam pandangan syariat -penerj.) yang dimiliki secara mutlak hanya berkaitan dengan hubungan seksual. Dalam hal yang satu ini seorang istri harus tunduk kepada suaminya. Agama tidak mengatakan bahwa seorang istri yang saleh ialah seorang istri yang berbuat dan berperilaku sesuai dengan kehendak dan selera suaminya.


Dan salah satu sifat terpuji seorang wanita saleh adalah dengan membela suaminya. Sifat ini dapat dibuktikan pada beberapa keadaan: Pertama, pada saat beberapa orang dari kalangan keluarganya atau teman-temannya mengatakan sesuatu yang buruk tentang suaminya, dengan tegas dan berani namun tetap dengan cara-cara yang sopan, dia membela dan melindungi suaminya.


Kedua, tingkah laku dan perbuatannya sama, baik pada saat kaya maupun pada saat miskin. Bahkan, pada saat miskin dan menghadapi berbagai kesulitan materi dia justru lebih banyak menunjukkan kasih sayangnya kepada suaminya. Tidak pernah sekali pun kesabarannya berkurang, dan tidak pernah sekali pun dia kehilangan kemampuan di dalam menghadapi kesulitan.


Ketiga, jika dia melihat kekurangan, kelemahan atau kesalahan, dia tidak akan menceritakannya kepada siapa pun. Dia tidak akan menceritakan kekurangan-kekurangan yang ada di rumahnya kepada orang lain.


Secara umum Alquran al-Karim mempunyai pandangan bahwa seorang manusia harus menutupi aib orang lain. Manusia harus sadar bahwa dirinya, mulai dari atas kepala hingga ujung kaki, dipenuhi dengan aib, kekurangan dan dosa. Jika sekiranya Allah Swt tidak menutupi kekurangan-kekurangan dirinya dari penglihatan orang lain, sungguh betapa memalukannya. Oleh karena itu, hendaknya kita bersyukur atas nikmat yang sangat besar ini dengan cara tidak mencari­cari kekurangan orang lain dan tidak membiarkan lidah kita menyebut-nyebut kelemahan orang lain.


Akan tetapi, khusus bagi wanita, mereka harus lebih berusaha di dalam masalah ini dibandingkan yang lain. Mereka juga harus tahu bahwa miskin dan kaya, kedua­duanya adalah ujian. Artinya, Allah Swt menguji seorang manusia dengan perantaraan kemiskinan dan kekayaan. Janganlah sekali-kali hanya karena miskin lalu seorang wanita menyepelekan suaminya. Dan janganlah sekali-kali hanya karena menderita kekurangan materi di dalam kehidupan lalu seorang wanita membanding­bandingkan keadaannya dengan keadaan teman-temannya atau keadaan saudara-saudaranya. Sehingga dengan begitu kehidupan yang manis tidak berubah menjadi pahit, dan kehangatan keluarga tidak berakhir dengan kebekuan.


Di dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa setiap kali Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. masuk ke rumahnya, dia merasakan ketenangan, seluruh rasa sakit yang dirasakannya mendadak sirna, dan begitu juga teriakan musuh dan keluh kesah teman menjadi tertutupi. Akan tetapi, jika seorang istri bukan seorang istri yang saleh, tentunya hak-hak suami tidak akan terpenuhi.


Dalam keadaan yang seperti ini, apa yang harus dilakukan? Jawabannya ialah nasihat.


Sebuah nasihat harus berlandaskan kepada tiga syarat. Jika ketiga syarat ini ada maka nasihat akan efektif dan memberikan pengaruh. Ketiga syarat itu ialah,


Kelembutan dan kasih sayang. Artinya, seorang pemberi nasihat harus menyampaikan nasihatnya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

Artinya, nasihat yang diberikan harus ditopang dengan dalil dan argumentasi.

Kelapangan dada. Syarat yang ketiga ini amat penting di dalam memberikan nasihat, di samping merupakan sebuah karunia Allah Swt yang amat besar. Sampai-sampai di dalam Alquran al-Karim Allah SWT berfirman kepada Rasulullah Saw: “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu” (QS. Al-Insyirah: 1). Artinya, Allah SWT menyebut bahwa pelapangan dada Rasulullah saw dan pemberian ketenangan jiwa kepadanya adalah merupakan sebuah karunia.

Secara ringkas dapat kita katakan bahwa jika suami melihat kelalaian pada istri maka suami harus menasihatinya, dan jangan sekali-kali melakukan kekerasan yang justru akan mendatangkan hasil yang tidak diinginkan. Perlu disadari, bahwa timbulnya perselisihan keluarga tidak senantiasa merupakan kesalahan istri. Karena, betapa banyak perselisihan keluarga yang timbul akibat kesalahan dari kedua belah pihak. Bahkan, pada banyak kasus, perselisihan keluarga justru diakibatkan oleh kesalahan suami, yang biasa menyikapi sesuatu dengan kekuatan dan kekuasaan.


Meski pun suami harus berusaha mendidik istri, namun suami juga tidak boleh melupakan untuk mendidik diri sendiri terIebih dahulu sebelum mendidik istri. Suami harus mendidik dan memperbaiki dirinya, sehingga dengan begitu dapat mencegah sejauh mungkin faktor-faktor yang akan menimbulkan perselisihan di dalam keluarga.


Seorang suami tidak boleh membawa tekanan kehidupan, kesulitan pekerjaan, dan masalah kemasyarakatan yang dihadapinya ke dalam Iingkungan keluarga. Karena, betapa keburukan akhlak dan ketidak-gairahan seorang ayah dan ibu akan memberikan pengaruh secara langsung kepada anak-anak mereka. Para psikolog sangat menekankan hal ini. Mereka mengatakan bahwa tindakan buruk seorang ayah dan ibu, dan begitu juga perilaku mereka yang keras dan kasar, semua itu akan merusak akhlak anak-anak mereka dan akan mendatangkan kerugian yang tidak terkira pada perkembangan mental dan fisik anak-anak mereka.


Rumah harus menjadi sekolah pertama pembentuk manusia bagi seorang anak, sehingga di situ seorang anak dapat belajar untuk dapat saling memahami, mencintai, bekerja sama, berkorban untuk orang lain, dan ketulusan. Jangan sekali-kali rumah menjadi tempat pertengaran ayah dan ibu, yang mana hal ini akan menghilangkan hak-hak terpenting dan mutlak seorang anak.


Bukankah kezaliman besar pertama yang menimpa anak-anak Anda bersumber dari diri Anda sendiri? Bukankah bibit-bibit kesengsaraan dan pembangkangan anak-anak, orang tua sendiri yang menanamnya? Seorang ayah dan ibu harus benar-benar sadar bahwa sekecil apa pun perbuatan dan ucapan mereka di rumah, semua itu akan memberikan pengaruh secara langsung kepada anak-anaknya.


Pada hakikatnya, pembentukan kepribadian anak justru terjadi di lingkungan rumah. Jika kita menunjukkan kelemahan di dalam perkara-perkara yang penting ini, niscaya kita persis akan menjadi orang yang sebagaimana dikatakan oleh Allah Swt di dalam firman-Nya: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada Hari Kiamat. lngatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.’” (QS. az-Zumar: 15)

Michael Jordan - Gagal Berulang Kali

 


Sejak masih kecil, Michael Jordan sudah memiliki ketertarikan dan menyukai berbagai hal yang ada di bidang olah raga dan salah satu abang olah raga yang paling ia sukai adalah bola basket. 


Permasalahan dimulai saat ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, dimana Jordan suatu waktu pernah mengikuti seleksi tim basket yang ada di sekolahnya, namun ia ditolak karena berbagai alasan. Alasan utama yang membuatnya ditolak adalah karena badannya yang jauh lebih pendek jika dibandingkan kualifikasi yang dibutuhkan. Jordan juga dinilai kurang mahir dalam bermain bola basket tersebut.


Walaupun sedih, Jordan tidak menjadikan kegagalan itu akhir dari segalanya dan tidak mudah menyerah. Ia malah menjadikan kegagalan tersebut sebagai pemacunya untuk lebih giat lagi berlatih bola basket setiap harinya di rumah. 


Setiap harinya, selain melatih berbagai teknik permainan bola basket, untuk menguatkan tubuhnya ia juga melatih fisiknya sekeras dan sedisiplin mungkin. Hingga dua tahun waktu berlalu, Jordan kembali mengikuti seleksi tim basket Sekolah Menengah Atas tempat ia bersekolah dan pada akhirnya diterima.


Dengan mendapatkan pencapaian tersebut, tidak membuatnya jadi besar kepala dan bermalas-malasan. Namun, pencapain tersebut membuatnya lebih semangat untuk berlatih dan seringkali Jordan pulang terlambat untuk memaksimalkan latihan bola basketnya. 


Hingga pada kompetisi pertama yang Jordan ikuti di bangku SMA tepatnya pada tahun 1981, ia berhasil membuktikan hasil kerja kerasnya selama ini. Dimana pada kompetisi pertamanya tersebut, Jordan berhasil mencetak angka dengan total 40 score. Dan seiring berjalannya waktu dan berbagai kompetisi dilewati, Jordan juga memiliki statistik yang mengesankan, dimana memiliki rata-rata mencetak angka dengan total 25 setiap permainannya, serta berhasil memenangkan kompetisi SMA di tahun itu pula. 


Karena kemampuannya tersebut, karir basket yang ia jalani terus menanjak. Hingga akhirnya ia bergabung pada tim Universitas Carolina Utara dan berhasil memenangkan berbagai kompetisi yang ada pada tahun 1983 hingga 1984. Pada tahun 1984, Jordan juga berhasil mendapatkan kontrak dan bergabung ke dalam tim basket bernama Chicago Bulls.


 Hingga pada akhir karirnya Jordan di dunia basket profesional NBA tercetak sangatlah gemilang, dimana Jordan mengantar tim basketnya mendapatkan juara dengan total enam kali, menjadi MVP sepanjang musim selama lima kali, dan masuk ke dalam NBA All Stars dengan total empat belas kali. 


Jordan kemudian pensiun pada tahun 2003 dan masuk ke dalam rekor sebagai pemain yang berhasil mencetak angka terbanyak urutan kedua di dalam satu musim. Hingga saat ini, Jordan sudah memiliki klub NBA nya sendiri, pebisnis, serta menjadi salah satu legenda basket yang menjadi inspirasi para calon atlet dan atlet sepanjang masa.



Hormati Istrimu sebagaimana Engaku menghormati Orang Lain

 Bandung, NU Online Jabar - Dalam sebuah rekaman pengajiannya, Gus Baha menganjurkan kepada para hadirin untuk hormati istri dan anak-anak mereka. 

Pasalnya, orang Islam secara umum saja wajib dijaga harga diri dan kehormatannya, apalagi istri dan anak.   Seperti yang dikutip dari Instagram @nu.channel, Gus Baha mengajak kita untuk mengamati kembali apa yang tertera dalam al-Quran.    

Secara jelas al-Quran mengabadikan nama Ismail dalam kisah Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah. Padahal saat itu, Ismail masih kecil dan belum tahu tujuan membangun Ka’bah. Sebab Nabi Ibrahim merupakan manusia yang meyakini anak sebagai penerus kalimat Tauhid.  

Al-Quran jelas mengabadikan nama Ismail yang masih kecil dalam surat al-Baqarah ayat 127: ‎وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ   “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”   

“Ini musibah! Ketika kita menghormati orang lain yang Islam dan saleh, sementara kita tidak hormat dengan anak dan istri hanya karena alasan mereka posisinya ada di bawah.” Tegas Gus Baha.   Mengapa hormati istri itu penting? Karena dia “berstatus ganda”, dalam artian dia yang memberi jalan bagi suaminya ke surga, dia juga yang menemani suaminya tidur, dan dia sebagai sosok yang menghindarkan suaminya dari zina. 

Seorang istri sudah melafalkan kalimat Tauhid laa ilaaha illallah, plus fungsinya dalam kehidupan seorang suami ada banyak. Kok bisa sampai tidak dihormati hanya karena nasib dan kodratnya sebagai perempuan?   

“Sudah lah, makanya dari sekarang dilatih. Tidak usah macam-macam. Istrimu itu orang yang baca kalimat tauhid. Anakmu juga yang kelak akan meneruskan kalimat Tauhid. Itu yang saya pahami dari Qur’an.” Pungkas Gus Baha.   

Editor: Muhammad Rizqy Fauzi


Sumber: https://jabar.nu.or.id/

Hormatilah Istrimu Sebagaimana Engkau Menginginkannya

 


Sebagaimana kaum lelaki, kaum wanita juga ingin dihormati. Selain itu, mereka juga ingin tampil berwibawa di hadapan suami maupun orang lain. Dirinya akan merasa tertekan apabila dihina atau dilecehkan. Kalau dihargai, ia akan merasa bahwa keberadaannya bermanfaat bagi kehidupan keluarganya. Oleh sebab itu, kita dapat mengatakan bahwa wanita akan merasa berbahagia tatkala dirinya dihormati, dan akan bersedih ketika dilecehkan.


Istri berharap suami lebih menghormati dirinya ketimbang orang lain. Harapan ini jelas dibenarkan. Sebab, suami adalah teman hidup dan penghibur terbaik bagi hatinya. Sepanjang hari dirinya bekerja demi kesenangan anak-anak. Salahkah kalau dirinya kemudian menganggap pantas dihormati?


Menghormati istri tidak akan mengurangi kewibawaan. Bahkan sebaliknya, kian mengukuhkan kesetiaan dan kecintaan suami kepadanya, sekaligus sebagai tanda terima kasih. Karena itu, seyogianya suami menghormati istri melebihi penghormatan yang diberikan kepada orang lain.


Tentu, tak ada salahnya kalau suami berbicara secara santun kepadanya. Janganlah suami menggunakan kata-kata yang tidak senonoh ketika berbincang dengannya. Janganlah berteriak sewaktu memanggilnya. Usahakanlah tidak memotong pembicaraannya. Sebaiknya sebelum memulai perbincangan, ucapkan salam terlebih dahulu sebelum istri Anda mengucapkannya. Kalau dirinya akan pergi ke luar rumah, antarkanlah sampai ke depan pintu. Begitu pula sewaktu dirinya hendak bepergian jauh. Perlihatkanlah kecintaan Anda. Kalau Anda mampu, berikanlah hadiah kepadanya di hari ulang tahunnya.


Hormatilah istri Anda di hadapan orang banyak dan janganlah mengejeknya sekalipun dengan maksud bercanda. Jangan dikira bahwa itu tidak membuatnya tertekan. Tidak. Perkataan tersebut sangat mempengaruhi dan menekan jiwanya. Sebenarnya ia tidak menyukai suami melontarkan kata-kata cemoohan kepadanya. Namun, kadang kala dirinya tidak memperlihatkan secara terbuka kubersinggungan yang dirasakan dari ucapan Anda itu.


Alkisah, seorang perempuan berumur kira-kira 36 tahun dengan langkah yang mantap dan tenang mendatangi pengadilan. Namun setelah mengajukan tuntutan cerai kepada suaminya, dengan muka merah padam, ia berkata: “Pernikahan saya sudah hampir genap dua belas tahun. Ia adalah lelaki yang baik dan memiliki banyak kebaikan. Namun ia tidak pernah mau mengerti bahwa saya adalah istrinya dan ibu dari anak-anaknya. Suami saya mengira bahwa sebuah pertemuan hanya menjadi tempat bermain dan bercanda belaka. Ia  selalu mengejek saya di hadapan teman-teman dan kerabatnya.


Akibatnya, mereka juga ikut-ikutan mengejek dan menghina saya. Saya sudah terlalu letih dan sangat bersedih dengan ejekan tersebut. Saya pergi berobat ke psikiater untuk mendapat bantuan jalan keluar dari keadaan ini. Namun saya sudah tidak sanggup lagi menanggungnya. Sudah ribuan kali saya meminta suami saya memahami persoalan ini dan sangat berharap agar dirinya tidak lagi mengejek, menghina, dan mempermainkan saya di depan umum.


Namun ia sama sekali tidak mengindahkannya. Bahkan, sejak itu ia justru menjadi lebih sering menghina dan mengejek saya sampai melampaui batas-batas norma dan etika. Sejak kecil, saya bukan tergolong orang yang suka bercanda dan menjatuhkan harga diri orang lain. Karenanya saya tidak mampu menanggung kelakuan suami saya yang sudah melampaui batas itu. Tatkala merasa bahwa perkataan dan harapan saya kepadanya tak lagi bermakna, saya tak bisa lagi bersabar terhadap hinaannya. Karena itu, mulai saat ini saya memutuskan untuk bercerai dengannya.”


Seluruh wanita mengharapkan dirinya dihormati suami. Mereka amat tertekan sewaktu dihina atau tidak dihormati. Sebaiknya kaum lelaki memahami bahwa diamnya seorang istri ketika diejek bukan berarti dirinya rela. Sebaliknya malah dalam hatinya meluap darah amarah. Dirinya tidak mengungkapkan hal tersebut dikarenakan khawatir hubungan suami-istri menjadi retak. Wahai kaum laki-laki! Apabila Anda menghormati istri Anda, niscaya ia akan jauh lebih menghormati Anda, dan anak-anak akan belajar dari Anda berdua. Serta cinta kasih dan kebersamaan akan selalu memompakan udara sejuk ke tengah-tengah keluarga Anda.


Pada saat itu, Anda pasti akan dihormati orang lain. Sedangkan kalau Anda memperlakukan buruk istri Anda dan selalu melontarkan kata-kata tidak senonoh kepadanya, niscaya ia akan menjawabnya dengan kata-kata kotor. Kalau sudah begitu jangan salahkan siapa pun; salahkanlah diri sendiri!


Seorang istri tidak mungkin dibandingkan dengan pembantu. Ia tidak datang ke rumah Anda sebagai tawanan atau budak. Dirinya juga manusia merdeka yang datang dengan maksud bersama-sama Anda membangun mahligai kehidupan bahagia.


Istri pasti mengharapkan apa yang Anda harapkan; bahwa Anda ingin dirinya menghormati Anda, begitu juga sebaliknya, ia mengharapkan Anda menghormati dirinya. Karena itu, perlakukanlah dirinya sebagaimana perlakuan yang Anda inginkan darinya. Rasulullah Saw bersabda: “Seseorang mustahil menghormati orang lain kecuali orang tersebut orang mulia dan tidak ada yang menghinanya kecuali orang hina.”


Kembali Rasulullah Saw menyabdakan: “Ketahuilah, barang siapa menghina keluarganya, maka kebahagiaan akan dicabut darinya.”

Pentingkah Sebuah Keluarga?



Lingkungan keluarga adalah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang amat berharga. Manakala manusia menyadari tentang hal ini dan menggunakan kesempatan yang dimilikinya serta dapat menguasai emosinya, maka di samping dia akan dapat mendidik dirinya dia juga akan dapat mendidik orang lain.


Salah satu di antara kewajiban yang amat ditekankan di dalam Islam ialah mendidik diri. Di samping kita mempunyai kewajiban untuk mendidik dan menyucikan diri kita, kita juga harus memikirkan bagaimana bisa mendidik orang lain. Langkah pertama dan terpenting di dalam hal ini ialah membentuk keluarga.


Allah Swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. at-Tahrim: 6)


Ketika Rasulullah Saw diutus sebagai nabi beliau mendapat perintah dari Allah Swt untuk memberi peringatan kepada kaum kerabat dekatnya. Itu artinya pembentukan masyarakat dimulai dari pembentukan kaum kerabat dekat sendiri, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. asy-Syu’ara: 214)


Artinya, mulailah pembentukan masyarakat dengan membentuk kaum keluarga sendiri. Jadi, pertama-tama kita harus mendidik keluarga kita terlebih dahulu, baru kemudian mendidik masyarakat.


Membentuk dan mendidik anak-istri merupakan kewajiban yang amat besar bagi seorang bapak. Kewajiban ini hanya bisa dilakukan manakala seseorang mampu menguasai emosi dan memiliki kesabaran. Ketahuilah, Anda tidak akan dapat menemukan sebuah lembaga pendidikan yang lebih baik untuk mendidik diri dan anak dibandingkan lembaga keluarga.


Lingkungan keluarga dapat menjadi tempat untuk mendaki kesempurnaan bagi laki-laki dan wanita. Terutama jika kita mempunyai sifat lapang dada. Ucapan memang memberikan pengaruh, namun perbuatan memberikan pengaruh yang lebih sempurna. Mungkin saja seseorang tidak menjadi sadar dengan satu kali nasihat, namun dikarenakan nasihat itu disampaikan kepadanya secara berulang-ulang maka pada akhirnya orang itu pun akan sadar. Dan ini merupakan buah dari sifat semangat dan sifat lapang dada.


Salah satu cara yang ditempuh oleh para psikolog untuk mendudukkan tujuan-tujuannya ialah dengan melakukan pengulangan ini. Namun demikian, perbuatan lebih memberikan bekas. Jika seorang laki-laki mengerjakan salat pada awal waktu maka istrinya pun akan mengikutinya mengerjakan salat pada awal waktu.


Jika di rumah, seorang laki-laki menjaga lidah dan ucapan-ucapannya, maka hal itu jelas akan memberikan pengaruh kepada istri dan anak-anaknya. Pengalaman membuktikan bahwa anak-anak yang santun biasanya berasal dari anak-anak yang mempunyai ayah dan ibu yang santun, dan begitu juga sebaliknya.


Penyucian Diri, Filsafat Besar Pernikahan


Suami dan istri wajib menggapai kesempurnaan di bawah naungan kehangatan lembaga rumah tangga. Mereka wajib membantu satu sama lainnya dengan cara menghias diri dengan sifat sabar dan syukur, yang merupakan dua rukun keimanan. Di dalam masalah pembentukan keluarga, syariat Islam yang suci tidak hanya memperhatikan sisi pemenuhan kebutuhan seksual saja, meski pun sisi ini juga merupakan bagian penting dari filsafat pernikahan.


Islam memerintahkan kepada anak laki-laki dan anak wanita yang telah balig untuk segera menikah, dengan tujuan untuk menjaga kesucian di tengah masyarakat. Bahkan, ada sesuatu yang lebih penting yang diinginkan oleh Islam dari pembentukan keluarga, yaitu “penyucian diri”. Karena, lingkungan keluarga adalah sebaik-baiknya lembaga pendidikan untuk mendidik diri dan memperoleh sifat-sifat utama. Lantas, jika sekarang kita tidak memanfaatkan lembaga yang berharga ini, atau malah kita menghancurkannya, maka itu bukan kesalahan syariat Islam yang suci, melainkan kesalahan kita, yang dengan berbagai macam faktor telah menyebabkan lembaga keluarga menjadi dingin, atau bahkan hancur.


Mensyukuri Nikmat


Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku amat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)


Mensyukuri nikmat tidak hanya sebatas mensyukuri nikmat yang bersifat materi saja, seperti -misalnya- kita bersyukur manakala kita memperoleh uang. Tentu, perbuatan bersyukur ketika memperoleh uang adalah satu bentuk dari bersyukur, namun bukan seluruhnya. Manusia harus mensyukuri seluruh nikmat yang Allah Swt berikan kepadanya, baik nikmat materi maupun nikmat maknawi.


Mensyukuri Nikmat Rumah Tangga


Dari kenikmatan terbesar bagi laki-laki dan wanita adalah nikmat rumah tangga. Seorang manusia tidak boleh lalai kepada Allah Swt manakala menikah dan berumah tangga. Lembaga rumah tangga adalah sebuah lembaga yang mana para anggotanya harus memperoleh kemajuan spiritual di dalamnya. Jika seorang manusia tidak memanfaatkan dengan baik nikmat rumah tangga, dia akan menjadi


Perlu Anda ketahui bahwa salah satu mishdaq (ekstensi) dari firman Allah Swt yang berbunyi, “Sesungguhnya azab-Ku amat pedih”, dan di dunia serta di akhirat dia akan mendapat azab Allah Swt yang amat keras.


Lingkungan Rumah Adalah Tempat Rahmat


Allah Swt menciptakan laki-laki untuk wanita dan menciptakan wanita untuk laki-laki, supaya mereka membentuk keluarga, dan menemukan ketenangan di dalamnya. Lingkungan rumah harus menjadi tempat yang dapat menghilangkan segala macam bentuk kegelisahan, keresahan dan kesedihan. Alquran al-Karim menggambarkan lingkungan rumah sebagai berikut, “Rumah adalah tempat yang dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang”.


Oleh karena itu, segala macam bentuk perbuatan yang akan memudarkan kehangatan rumah tangga adalah merupakan bentuk pengingkaran nikmat.


Saudara-saudara yang mulia, ketahuilah, sesungguhnya cinta, kasih sayang dan perhatian adalah sesuatu yang amat halus dan sensitif, tidak ubahnya seperti kaca yang tipis. Sehingga terkadang sebuah ucapan yang kasar dapat meruntuhkan istana kasih sayang yang dibangun selama bertahun-tahun. Betapa sering kata-kata yang tidak pada tempatnya atau sikap buruk sangka kepada satu sama lain dapat menghapus jalinan rasa cinta yang dirajut selama bertahun-tahun dari dalam hati, dan menghancurkan mahligai rumah tangga.

Sekilas Hak dan Kewajiban Suami & Istri dalam Keluarga


 Keluarga adalah kerajaan kecil yang harus dijaga kehangatan dan keharmonisannya Kepemimpinan rumah, menurut Alquran, berada di tangan laki-laki; dan oleh karena itu seorang laki-laki harus berperilaku sedemikian rupa sehingga ucapan-ucapannya didengar dan berpengaruh di tengah-tengah keluarga, di samping dia juga menguasai hati para anggota keluarga.


Melaksanakan Tanggung Jawab Senang dan Suka Rela


Para anggota keluarga, terutama istri, tidak boleh keras kepala. Dia harus taat kepada pemimpin keluarga dengan hati yang tulus, tidak karena terpaksa. Betapa tanggung jawab manusia harus berdiri di atas dasar kebebasan dan kehendak, sehingga jika seorang istri tidak menyadari tanggung jawabnya, dan hanya melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah atas dasar paksaan dari suami, maka kita jangan berharap hubungan di antara anggota keluarga dapat tetap terjaga dengan harmonis. Sehingga tatkala suami keluar dari rumah maka dengan serta merta istri pun meninggalkan kewajiban-kewajibannya.


Penunaian tanggung jawab istri di rumah dan tanggung jawab suami di luar rumah harus berdasarkan hati. Artinya, seorang istri harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah dengan penuh kesenangan dan kerelaan.


Hubungan di antara komandan dan prajurit, suami dan istri, ayah dan anak, pimpinan dan bawahan, harus didasarkan cinta kepada satu sama lain, sehingga masing-masing melaksanakan kewajibannya dengan penuh kesadaran. Hanya pada keadaan inilah akan tercipta keberhasilan, kemenangan, ketulusan dan keikhlasan di dalam lingkungan tentara, keluarga dan lingkungan seluruh negeri.


Meski pun laki-laki adalah pemimpin keluarga, namun dia harus tahu bahwa dia baru akan berhasil di dalam kepemimpinannya manakala dia berkuasa atas hati para anggota keluarga. Artinya, dia dapat menundukkan hati mereka.


Istri dan Anak adalah Pelaksana Perintah 


Istri dan anak harus menjadi pelaksana perintah. Namun, sebagaimana telah kita katakan, bahwa pelaksanaan perintah ini tidak boleh didasarkan kepada aturan-aturan yang kering dan kesewenang-wenangan. Sebagaimana telah diisyaratkan di dalam ayat Alquran al-Karim yang berbunyi: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…”


Kepemimpinan rumah tangga berada di tangan laki-laki. Artinya, bahwa laki-laki mempunyai hak menguasai dan melindungi atas wanita. Pengaturan urusan spiritual dan materi keluarga menjadi tanggung jawabnya. Karena, sisi rasionalitas suami lebih besar dari para anggota keluarga lainnya, dan juga karena dia yang menyediakan anggaran kebutuhan keluarga.


Istri, Pemegang Amanat Laki-Laki 


Seorang istri yang saleh adalah seorang istri yang menjaga hak-hak suami ketika suami tidak di rumah, dan senantiasa menjaga apa yang telah diperintah oleh Allah Swt untuk dijaganya. Artinya, dia senantiasa menjaga kesucian dirinya, baik di dalam maupun di luar rumah. Jika seorang istri tidak menjaga kesuciannya maka berarti dia telah berkhianat. Karena kesucian istri adalah merupakan hak suami. Istri yang menampakkan dirinya ke hadapan laki-laki lain adalah istri-istri pengkhianat.


Di samping seorang istri harus menjaga kesucian dirinya, seorang istri juga harus bersikap tawadu dan tunduk di hadapan suaminya. Karena setiap pelaksana perintah wajib tunduk dan merendah di hadapan si pemberi perintah. Istri-istri yang lalai di dalam menjaga hijabnya dan mengundang pandangan laki-laki lain kepada dirinya, juga termasuk istri-istri yang tidak menjaga kesucian.


Jadi, seorang istri harus menjaga kesucian dirinya, yang merupakan hak suaminya. Pada hakikatnya, seorang istri adalah pemegang amanat suami, dia harus berusaha penuh untuk menjaga amanat tersebut. dan


Jika -misalnya- seorang wanita bersikap cerewet, membangkang, dan keras kepala, yang menyebabkan suasana rumah tangga menjadi dingin dan tegang, lalu dia mengatakan atau melakukan sesuatu yang kasar, maka sebagaimana kata-kata dan perbuatan kasar tidak layak dilakukan oleh seorang suami, maka hal yang sama pun tidak layak dilakukan oleh seorang istri.


Oleh karena itu, kita harus memperhatikan dua point penting berikut:


Poin pertama, akhlak yang buruk. Jika seorang suami berbuat akhlak yang buruk di dalam lingkungan rumah tangga, memaksakan kehendaknya kepada para anggota keluarga dan bersikap otoriter terhadap mereka, maka dengan segera dia akan mendapat peringatan dari pemerintahan Islam di dunia ini, dan pada saat yang sama himpitan alam kubur tengah menantinya.


Poin kedua, azab yang lama di alam barzakh. Tentu, Anda mengetahui dengan baik bahwa perhitungan alam barzakh dan hari Kiamat berbeda dengan perhitungan alam dunia. Di sana, siksaan sedemikian dahsyat dan menyakitkannya, sehingga siksaan satu detik di sana sama dengan siksaan ribuan tahun di alam dunia. Oleh karena itu, bagi seorang calon penduduk neraka, satu detik siksaan di alam kubur sama dengan ribuan tahun siksaan di alam dunia.

Bagaimana Menghadirkan Suasana Surgawi di Rumah


 Bayangkan bahwa suatu waktu Anda bertamu kepada seseorang. Lalu, Anda disuguhi makanan yang paling Anda sukai. Akan tetapi, tuan rumah menyajikannya dengan raut muka cemberut. Apa yang terjadi? Hilanglah selera kita akan makanan favorit tersebut.


Atau, bayangkanlah bahwa Anda sekeluarga mau pergi ke luar untuk makan di restoran. Akan tetapi, dalam proses keberangkatan, terjadi perdebatan dan pertengkaran mengenai restoran yang akan dituju. Setelah berdebat, katakanlah Anda menang, dan di restoran pilihan Andalah keluarga Anda makan. Yakinlah bahwa meskipun Anda makan di restoran yang menjadi favorit Anda, selera makan Anda akan hilang.


Di sisi lain, bayangkan bahwa saat bertamu, tuan rumahnya menyediakan hidangan makanan yang sederhana dan biasa-biasa saja. Akan tetapi, si tuan rumah adalah sahabat dekat Anda yang sangat baik kepada Anda. Anda lalu terlibat dalam obrolan yang menyenangkan dengan sahabat Anda itu. Yakinlah bahwa makanan yang sederhana itu akan terasa enak dan nikmat. Itulah efek dari cara penyajian yang sangat berpengaruh kepada cita rasa dan kenikmatan makanan yang kita santap.


Menarik untuk diketahui bahwa dalam Al-Quran, deskripsi mengenai kenikmatan surgawi tidak langsung menceritakan jenis makanan yang disediakan. Kenikmatan surgawi itu didahului dengan penjelasan mengenai suasana dan pelayanan di surga sana. Di dalam surah Al-Waqi’ah ayat 17 dan 18, dikatakan bahwa para bangsawan surgawi (Al-Muqarrabuun) akan mendapatkan kenikmatan yang lengkap. Sebagai para bangsawan surgawi, mereka dilayani oleh para pelayan surgawi, yaitu makhluk-makhluk yang selalu dalam keadaan muda.


“Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,”  (ayat 17)


Baru setelah itu dikatakan bahwa para pelayan surgawi itu membawa cawan dan piring berisikan makanan dan minuman yang nikmat.


“Dengan membawa gelas, cerek dan piala berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir.” (ayat 18)


Makanan dan minuman adalah sebuah kenikmatan. Akan tetapi, pelayanan juga merupakan kenikmatan yang lain, yang bisa jadi lebih penting. Kenikmatan makanan dan minuman bisa hilang manakala disajikan dengan cara yang buruk. 


Pesan penting yang bisa kita ambil dari ayat tentang keberadaan para pelayan di atas adalah: perhatikan dan jaga suasana di saat makan, agar tetap tenang dan bahagia. Karena itu akan sangat berpengaruh kepada kenikmatan saat menyantap makanan.


Dalam sejarah diceritakan betapa makanan dan minuman yang disantap oleh keluarga Imam Ali sangatlah sederhana. Akan tetapi, kesederhanaan itu sama sekali tidak mengurangi rasa nikmat mereka saat menyantap makanan tersebut. Rahasianya sangat sederhana: keluarga tersebut mampu menghadirkan ketenangan, cinta, dan kasih-sayang di dalam rumah. Dengan ketiga hal tersebut, makanan sesederhana apapun yang mereka santap terasa sangat nikmat.


Ternyata kita saat ini bisa menghadirkan suasana surgawi di rumah kita sendiri. 

Kisah Bapak Anak dan Keledai

 

Suatu hari ada anak dan bapak yang akan melakukan perjalanan. Mereka adalah  2 orang yang tanggung. Si anak belum dewasa, ia masih remaja yang beranjak. Sedangkan si bapak adalah seorang yang sudah tidak muda lagi, namun belum terlalu tua. Mereka melalukan perjalanan menuju pasar menggunakan keledai tua, namun tubuhnya masih kuat. Hanya saja memang tubuh keledai umumnya berukuran kecil. 


Berangkatlah mereka. Si bapak menunggangi kuda, sedangkan anaknya jalan kaki. Di kampung pertama, mereka disoraki oleh wanita. "Kok, kamu yang naik, sedangkan anakmu yang kecil itu kelelahan berjalan dibelakang?" 


Mendengar itu si Bapak pun turun dari keledai dan menyuruh anaknya  untuk naik keledai. Kemudian tak berapa lama, mereka melewati segerombolan orang tua sedang duduk dibawah pohon. Mereka berkata "Mengapa kamu berjalan kaki, kamu kan sudah tua, sedangkan anakmu yang masih muda. Harusnya anakmulah yang jalan, dan engkaulah yang menunggangi kuda? Si anak pun kemudian turun.


Kemudian di desa lain mereka pun mendapat komentar lagi dari seorang pria berbadan tegap yang terluhat gagah. "Kok cuma satu orang yang naik keledai, kenapa enggak berdua ?". Mendengar itu merekapun menaiki keledai itu bersama-sama. Dua orang naik seekor keledai.


Mereka melintai kampung berikutnya. Tetapi, ditengah perjalanan, mereka melewati sekelompok orang pecinta binatang. Melihat pemandangan itu, para pecinta binatang ini berkomentar "Kasihanilah binatang yang kurus kering itu. Kalian berdua menungganginya, padahal kalian lebih berat dari pada keledai ini."


Mendengar itu, bapak dan anak ini lantas turun dari keledai. "Kalau begitu, mari kita berjalan bersama-sama dan kita biarkan keledai ini berjalan di hadapan kita." Kata si Bapak.


Tak habis sampai disitu merka masih mendapat komentar lagi. Mereka bertemu orang yang sedang mabuk dan berkata.  "Yang pantas itu keledai yang menaiki kalian berdua, sehingga kalian dapat membuatnya terhindar dari kendala-kendala di jalan". Sang bapak yang terpengaruh omongan pun lansgung mengendong si keledai.


Namun di depan, mereka lagi lagi ditertawakan oleh orang-orang asbab pemandangan aneh itu. Kemudian si bapak  berhenti dan menoleh kepada anaknya sambil berkata, "Wahai anakku, jika mendengar dan mengikuti semua omongan manusia. Tidak akan ada habis - habisnya." Dan mereka berdua pun tertawa. 


Berikut ini adalah beberapa hikah yang bisa diambil dari kisah ini:


1. Jangan pusing dengan omongan orang. Sebab kita tidak pernah bisa menahan komentar orang lain terhadap kita. Hal yang paling bijak adalah dengan tidak terlalu memusingkan atau dimasukan ke dalam hati.


2. Setiap orang memiliki sudut pandang berbeda, penyebabnya adalah latar belakang dan pengetahuan mereka. Kenapa orang-orang dalam cerita ini berbeda pendapat, sebab latar belakang mereka berbeda.


3. Akan rumit jika mengikuti semua pendapat orang. Maka kita harus punya pendirian kuat yang dilandasi dari alasan kuat kita. 


4. Bagian yang pasti dilalui dalam perjalanan hidup adalah mendengar orang lain mengomentari hidup kita. Jadikan itu proses dan jangan di protes. Biarkan saja.


Bapak Tua dan Kudanya



Seorang bapak tua tinggal di sebuah pedesaan. Ia memiliki seorang putera dan seekor kuda. Suatu hari kudanya lepas dan melarikan diri. Semua tetangga datang ke rumahnya untuk menghiburnya sambil berkata, “Sungguh malang nasibmu karena kudamu telah kabur!”


Bapak tua menjawab, “Dari mana kalian mengetahui bahwa dengan kejadian ini nasibku menjadi malang atau mujur?”


Dengan penuh keheranan, para tetangga menjawab, “Sudah jelas bahwa nasibmu sedang sial dengan kejadian ini karena satu-satunya kuda yang engkau miliki kabur entah ke mana!” 


Tidak sampai satu minggu berlalu dari kejadian itu, kuda tersebut kembali bersama 20 kuda lainnya yang masih liar. Kali ini para tetangga datang ke rumahnya untuk mengucapkan selamat, “Sungguh engkau telah memperoleh keberuntungan yang besar, karena kudamu kembali bersama 20 kuda lain!”


Sekali lagi bapak tua itu berkata, “Dari mana kalian mengetahui bahwa ini adalah keberuntungan atau kesialan bagiku?”


Keesokan harinya, putera sang bapak jatuh di tengah kuda-kuda liar itu dan kakinya patah. Sekali lagi para tetangga berdatangan dan berkata, “Sungguh buruk nasib yang menimpamu!”


Sang bapak tua menjawab dengan jawaban yang sama dengan sebelumnya, “Dari mana kalian mengetahui bahwa ini adalah nasib buruk atau baik bagiku?”


Sambil marah-marah dan dengan nada tinggi, para tetangga berkata, “Jelas ini nasib buruk bagimu, wahai bapak tua bodoh!”


Beberapa hari kemudian, sekelompok tentara pemerintah datang ke kampung itu untuk mencari pasukan perang. Mereka membawa seluruh pemuda kampung yang berbadan sehat untuk ditugaskan berperang ke wilayah-wilayah perbatasan yang letaknya sangat jauh dari kampung itu. Sementara putera sang bapak tua tidak mereka bawa karena kakinya patah. 


Untuk kesekian kalinya para tetangga berdatangan dan mengucapkan selamat, “Sungguh mujur nasibmu, karena puteramu dibebaskan dari berperang ke tempat yang sangat jauh, karena mereka yang dikirim tidak jelas apakah akan kembali ke pangkuan keluarga mereka atau tidak!”


Sang bapak tua tetap menjawab sama, “Dari mana kalian mengetahui bahwa…”


Semoga kita bisa mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang menimpa kita, baik yang menyenangkan atau menyedihkan.

Bapak Tua Dan Putranya

 


Seorang bapak tua tinggal seorang diri di sebuah desa. Ia ingin mencangkul kebunnya dan menanaminya dengan kentang, namun pekerjaan tersebut sangat berat baginya. Ia memiliki seorang putera yang sebenarnya dapat membantunya, akan tetapi sang putera saat itu berada di tahanan.


Kemudian bapak tersebut menulis sepucuk surat untuk puteranya dan menjelaskan kondisinya saat ini:


Puteraku tercinta!


Saat ini aku sedang bersedih, karena tahun ini aku tidak akan dapat menanam kentang. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kebunku. Ibumu selalu berbahagia bila waktu panen tiba dan memanen tanaman itu.


Aku sudah cukup tua untuk mengurusi kebun. Seandainya engkau berada di sini, seluruh permasalahan ini akan dapat terselesaikan. Seandainya engkau berada di sini, tentu engkau akan mencangkulkan kebun itu untukku dan menanaminya dengan kentang. 


Dari ayahmu yang selalu mencintai dan merindukanmu.


Tidak selang beberapa hari, bapak tua itu menerima balasan telegraf dari sang putera yang berisi:


“Ayah! Demi Tuhan, jangan engkau cangkul kebun itu, karena aku menimbun senjata di sana.”


Esok harinya, 12 orang intel dan polisi sudah berada di lokasi kebun. Semuanya diperintahkan untuk mencangkuli seluruh tanah di kebun itu tanpa harus melewatkan sejengkal pun. Namun mereka tidak menemukan apa-apa, termasuk senjata yang dimaksudkan dalam surat yang dikirim oleh sang putera.


Sang bapak tua sangat bingung dengan kejadian tersebut. Ia menulis kembali sepucuk surat lain kepada puteranya dan menyampaikan apa yang terjadi dengan kebunnya. Ia bertanya bahwa apa maksud dari semua itu?


Sang putera menjawab, “Ayah! Lihatlah kebunmu dan sekarang silahkan ayah menanaminya dengan kentang. Hanya ini pekerjaan terbaik yang dapat aku lakukan dari sini (tahanan) untukmu.” 


KIDS CORNER/ TUNTUNAN


Dua Kisah Bapak Tua, Putra dan Kudanya

20 May 2017 2,268 views


FacebookTwitterWhatsAppTelegramLineMessengerLinkedInPinterestSkypeShare

Bapak, Tua, KudaAssalamu’alaikum Wr. Wb.,


Apa kabar adik-adik sekalian? Semoga selalu menjadi anak-anak baik dan taat kepada orang tua sehingga hidup menjadi indah dan berarti.


Kali ini kita bawakan dua kisah menarik dan penuh pelajaran yang bisa kita petik untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, langsung saja kita simak kisahnya:


1- Bapak Tua Dan Putranya

Seorang bapak tua tinggal seorang diri di sebuah desa. Ia ingin mencangkul kebunnya dan menanaminya dengan kentang, namun pekerjaan tersebut sangat berat baginya. Ia memiliki seorang putera yang sebenarnya dapat membantunya, akan tetapi sang putera saat itu berada di tahanan.


Kemudian bapak tersebut menulis sepucuk surat untuk puteranya dan menjelaskan kondisinya saat ini:


Puteraku tercinta!


Saat ini aku sedang bersedih, karena tahun ini aku tidak akan dapat menanam kentang. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kebunku. Ibumu selalu berbahagia bila waktu panen tiba dan memanen tanaman itu.


Aku sudah cukup tua untuk mengurusi kebun. Seandainya engkau berada di sini, seluruh permasalahan ini akan dapat terselesaikan. Seandainya engkau berada di sini, tentu engkau akan mencangkulkan kebun itu untukku dan menanaminya dengan kentang. (Baca: Metode Dakwah Keluarga Imam Husain A.S.)


Dari ayahmu yang selalu mencintai dan merindukanmu.


Tidak selang beberapa hari, bapak tua itu menerima balasan telegraf dari sang putera yang berisi:


“Ayah! Demi Tuhan, jangan engkau cangkul kebun itu, karena aku menimbun senjata di sana.”


Esok harinya, 12 orang intel dan polisi sudah berada di lokasi kebun. Semuanya diperintahkan untuk mencangkuli seluruh tanah di kebun itu tanpa harus melewatkan sejengkal pun. Namun mereka tidak menemukan apa-apa, termasuk senjata yang dimaksudkan dalam surat yang dikirim oleh sang putera.


Sang bapak tua sangat bingung dengan kejadian tersebut. Ia menulis kembali sepucuk surat lain kepada puteranya dan menyampaikan apa yang terjadi dengan kebunnya. Ia bertanya bahwa apa maksud dari semua itu?


Sang putera menjawab, “Ayah! Lihatlah kebunmu dan sekarang silahkan ayah menanaminya dengan kentang. Hanya ini pekerjaan terbaik yang dapat aku lakukan dari sini (tahanan) untukmu.” (Baca: Keluarga dalam Perspektif Ajaran Islam)


Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah di atas adalah:


  • Tidak ada penghalang untuk melakukan pekerjaan apa pun. Apabila kita memutuskan untuk mengerjakan sebuah pekerjaan, tentu saja kita dapat melakukan pekerjaan itu. Yang bisa menghalangi kita adalah pikiran kita, bukan tempat kita berada.
  • Kita akan menemukan atau bahkan membuat jalan keluar dari segala masalah yang kita hadapi.
  • Dalam keputusasaan masih ada harapan.
  • Setelah gelap akan muncul cahaya.

Ramadhan Bulan Perjamuan Illahi


 

“Tibanya Ramadhan adalah moment yang layak dirayakan. 

Kita layak saling mengucapkan selamat kepada sesama kaum Muslimin. 

Mengapa layak dirayakan? Karena di bulan ini, Allah telah mengundang seluruh orang yang beriman untuk hadir dalam perjamuan-Nya. 

Sebagaimana kita bergembira manakala ada orang yang mengundang kita untuk makan, kita pun tentu selayaknya bergembira ketika Zat Yang Maha Pemurah mengundang kita untuk hadir dalam perjamuan-Nya.”

Susana Spiritual Orang Beriman di bulan Ramadan

 


“Ketika Ramadhan tiba, orang yang beriman akan merasakan suasana spiritual yang berbeda. 

Terasa ada kesegaran musim semi di mana bunga-bunga menebarkan wewangian. 

Adanya gerak serentak masyarakat mukmin dalam menjalankan ibadah puasa dan ibadah lainnya menciptakan atmosfer spiritual yang sangat khas. 

Semuanya mengajak kita untuk berbuat baik dan memperbaiki diri.” 

Tingkatan Kelezatan Orang yang Berpuasa

 


“Ramadhan memberikan kesempatan kepada siapa saja yang mau menjalaninya untuk merasakan kelezatan nikmatnya ber-khalwat dengan Sang Mahapencipta. 

Tentu di sini orang-orang menjadi beragam. 

Ada yang hanya mampu merasakan kelezatannya itu selama beberapa hari saja. 

Ada yang mampu sampai sebulan penuh. 

Bahkan ada yang mampu terus merasakan bekas kelezatan itu meskipun moment Ramadhan telah lewat. 

Sungguh beruntung orang yang mampu memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan ini. 

Dan sungguh merugi orang yang membiarkan Ramadhan ini berlalu begitu saja.”


Bagaiman Menjaga Amanah Tubuh Kita?

 


“Seluruh anggota tubuh manusia adalah anugerah dari Allah yang tiada terkira. Manusia seringkali baru menyadari betapa sangat bernilainya anggota tubuh itu manakala anggota tubuh itu sudah tidak lagi ia miliki, atau fungsinya sudah berkurang jauh. 

Sayangnya, manusia seringkali jatuh ke dalam perilaku sangat buruk, yaitu menggunakan anugerah Allah itu justru untuk bermaksiat kepada-Nya. 

Puasa Ramadhan memberikan kesempatan kepada kita untuk terhindar dari perilaku pengkhianatan yang sangat hina tersebut, karena salah satu tingkatan berpuasa adalah menghindarkan seluruh anggota tubuh kita dari perilaku maksiat kepada Allah.”

Bagaimana menjadi Tamu Allah SWT di Bulan Ramadan

Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan rahmat. Sebagai umat Muslim, kita diundang untuk menjadi tamu Allah Swt di bulan yang mulia ini. Seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw, bahwa seluruh hamba Allah akan menjadi tamu-Nya pada bulan ini.


Namun, menjadi tamu Allah tidaklah mudah. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar kita layak menjadi tamu-Nya. Kita harus berpikir dan memperbaiki diri dengan menghadap sepenuhnya kepada Allah yang menjadi Pencipta kita.


Hal pertama yang harus dilakukan adalah meminta ampun kepada Allah atas kesalahan yang telah kita lakukan. Jika kita menemukan diri kita telah melakukan dosa besar, maka satu-satunya pilihan yang ada adalah bertobat kepada Allah. Selanjutnya, kita harus menjauhi segala bentuk maksiat, seperti dendam, mengumpat, menuduh, mengadu domba, dan perbuatan dosa lainnya.


Puasa bukan hanya berarti menahan diri dari makan dan minum, tapi juga menahan diri dari melakukan maksiat. Adab sopan yang utama dalam melaksanakan perintah berpuasa adalah melakukan pendidikan rohani. Selain itu, kita juga harus memiliki peradaban yang lebih tinggi lagi.


Ketika menjalankan puasa di bulan Ramadan, kita harus memperhatikan tingkah laku dan perjalanan hidup kita. Jika tidak jauh berubah dari sebelum bulan Ramadan, maka kita belum menerima seruan dakwah seperti yang dikehendaki dan belum memenuhi tuntutan menjadi tamu Allah yang maha agung.


Maka, sebagai umat Muslim yang ingin menjadi tamu Allah di bulan Ramadan, mari kita mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh dan menghiasi diri dengan adab kesopanan. Janganlah mencemarkan kedudukan sebagai tamu Allah dengan melakukan maksiat yang keji. Kita harus menjadi tamu yang berbudi pekerti dan menjaga diri dari perbuatan dosa.


Bulan Ramadan adalah bulan Allah, di mana pintu-pintu rahmat-Nya terbuka lebar dan setan yang terkutuk dipasung dan diikat terbelenggu. Mari kita manfaatkan bulan ini untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan mengikuti syarat-syarat yang telah ditentukan, kita akan menjadi tamu Allah yang layak di bulan yang mulia ini.


Kita harus menyadari pentingnya persiapan diri sebelum memasuki bulan suci Ramadan. Jika seseorang tidak berusaha mendidik diri dan melawan keinginan hawa nafsu yang menyeleweng, maka ia akan melewatkan kesempatan besar untuk mendapatkan faedah-faedah tertinggi dari iman yang agung dan melimpah ruah. Sebelum Ramadan tiba, seseorang harus bersiap-siap dengan melawan desakan setan. 


Banyak dosa dan maksiat yang dilakukan manusia karena terus-menerus mengikuti bisikan dan keragu-raguan yang ditiupkan setan. Orang yang bersikap demikian telah dikuasai oleh kesesatan dan kejahilan yang meliputi hatinya. Untuk menghindari kesalahan dan dosa selama Ramadan, seseorang harus menguasai dirinya dan menjauhi perkataan dan perbuatan yang tidak diridai Allah. Ia harus berikrar untuk tidak mengumpat, menggunjing, atau memburuk-burukkan orang lain. Saat menjalani puasa Ramadan, seseorang harus mengontrol lidah, mata, tangan, dan telinga. Seseorang harus memperhatikan tindakan dan perkataannya dengan sungguh-sungguh, dan berusaha menjadi orang yang saleh.


Kita juga harus menekankan pentingnya memperbaiki umat Islam. Orang yang tidak memperbaiki umat Islam dengan tangan, lidah, dan matanya, tidak bisa disebut sebagai seorang muslim yang sebenarnya. Sebagai seorang muslim, seseorang harus memperbaiki keadaan masyarakat dengan diri dan harta mereka.


Hati manusia ibarat cermin yang bersih dan berkilau, namun menerima bias dari keadaan dunia dan dosa yang banyak. Oleh karena itu, seseorang yang mampu melakukan ibadah puasa dengan niat yang ikhlas dan bersih dari riya atau pamer, maka ia telah berhasil mengambil faedah dari bulan Ramadan yang penuh berkah ini. Dia telah melakukan ibadah puasa dengan menjauhi keinginan nafsu syahwat dan menjauhkan diri dari kepentingan lain selain dari Allah. Dengan demikian, ia telah melakukan ibadah puasa sebagaimana yang dituntut oleh Islam. Seseorang yang telah berbuat demikian, akan mendapat pertolongan dari Allah, karena ia telah berhasil menolak segala kecemaran dunia dan kegelapan dosa.


Ganjaran hakiki dari ibadah puasa adalah sebagaimana firman Allah (dalam hadis Qudsi), “itu adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberi ganjarannya.” Namun, jika seseorang hanya ingin menjadikan nilai puasanya hanyalah sekedar mulutnya tidak kemasukan makanan, padahal mulut masih terbuka dalam membuat fitnah dan mengumpat, maka puasanya menjadi sia-sia dan tak mendapat faedah sama sekali. Malahan dia telah tercemar sebagai tamu Allah dan hilanglah haknya untuk menikmati rahmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia.


Allah telah memberikan karunia-Nya kepada umat manusia sebelumnya dengan berbagai jalan dan hal-hal yang memberi faedah kepada manusia. Allah telah menyediakan jalan untuk mencapai kesempurnaan dengan mengutus para anbiya serta menurunkan kitab-kitab suci yang bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada martabat yang agung dan cahaya yang bersinar. Allah juga telah mengaruniakan upaya kemanusiaan, akal, pencapaian, dan berbagai kemuliaan kepada Bani Adam.


Kita harus berhati-hati dalam melakukan amalan dan menjaga hati kita dari nafsu syahwat serta godaan dunia yang membutakan kita. Selalu menjaga hubungan dengan Allah Swt dan Rasulullah Saw, karena hubungan ini merupakan titik tolak bagi kebaikan kita di dunia dan akhirat. Puasa Ramadan adalah salah satu ibadah yang memiliki nilai yang sangat besar dalam agama Islam. Dengan berpuasa, kita dapat memurnikan hati dan diri kita dari segala kejelekan dan mendapat keberkahan dari Allah.


Allah Swt telah memberikan karunia-Nya kepada manusia melalui berbagai cara, termasuk dengan mengirimkan para nabi dan menurunkan kitab suci. Allah juga memberikan kemampuan kepada manusia untuk berpikir dan berusaha mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, kita harus bersyukur dan menghargai nikmat yang diberikan Allah dengan melakukan amalan-amalan yang baik dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan.


Segala amalan yang kita lakukan akan dihitung dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di akhirat nanti. Oleh karena itu, kita harus selalu berhati-hati dalam bertindak dan menjaga hubungan baik dengan Allah serta Rasulullah. Dengan begitu, kita dapat meraih keberkahan hidup di dunia dan akhirat.



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More