Husein Muhammad Alkaff
LiputanIslam.com –FIFA akhirnya membatalkan perhelatan Piala Dunia Sepakbola U-20 di Indonesia. Konon, pembatalan itu adalah imbas dari adanya penolakan beberapa ormas Islam dan tokoh nasional terhadap kehadiran tim Israel dalam perhelatan itu. Lalu, muncul kembali di berbagai platform medsos perdebatan tentang Negara Israel. Ini sesungguhnya perdebatan lama yang mengemuka kembali.
Pro-kontra seputar kegagalan perhelatan Internasional itu kemudian melebar ke pembicaraan tentang status Israel yang diklaim sebagai sebuah negara berdaulat yang diperuntukan bagi Bangsa Yahudi yang tersebar (diaspora) di berbagai belahan dunia.
Di negeri tercinta ini, terdapat beberapa orang yang secara terang-terangan menyatakan diri mereka sebagai pembela Israel. Kalau mereka itu non Muslim, maka sampai pada batas tertentu bisa dimaklumi, karena mereka mempunyai hubungan emosional-religius dengan Alkitab (Bible) yang dijadikan sebagai dasar klaim mereka terkait dengan hak Bangsa Yahudi atas apa yang mereka sebut “Tanah yang Dijanjikan”.
Yang cukup menggelikan, di antara para pembela Negara Israel itu terdapat beberapa orang Muslim. Mereka rata-rata berasal dari kelompok Muslim sekuler bahkan liberal, yang notabene tidak terikat dengan teks-teks agama secara utuh, atau tidak patuh terhadap ajaran agama kecuali yang sesuai dengan pikiran mereka. Namun anehnya, sekaitan dengan negara Israel, mereka mendukung negara Israel berdasarkan sejarah Bangsa Israel klasik yang termaktub dalam Bible (Alkitab).
Aneh dan absurd! Mereka biasanya kritis terhadap ajaran Islam yang menurut mereka bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, gender, dan keadilan. Namun, mereka secara mentah-mentah meyakini kebenaran isi Alkitab yang berkaitan dengan hak Bangsa Yahudi atas tanah Palestina, sembari menutup mata atas segala kekejaman yang dilakukan oleh rezim Israel terhadap Bangsa Palestina sejak permulaan Abad Dua Puluh. Bahkan, mereka menyalahkan poros perlawanan Palestina seperti HAMAS dan Jihad Islam karena dianggap sering mengganggu warga pemukiman Yahudi dengan roket dan aksi “bunuh diri”. Mereka bilang, Israel berhak membela diri atas serangan roket tersebut, dengan cara balas membombardir rakyat Palestina secara membabi buta.
Ada tiga alasan yang sering disampaikan para pembela Israel terkait dengan hak Bangsa Yahudi untuk mendirikan negara Israel berikut ini.
Tanah Palestina Milik Leluhur Bangsa Yahudi
Para pembela Israel sering berdalil bahwa tanah Palestina adalah milik Bangsa Yahudi (Eretz Yisrael), karena tanah itu merupakan tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka sebagaimana termaktub dalam kitab suci. Mereka mengatakan bahwa Bangsa Yahudi sudah menempati tanah tersebut sejak ribuan tahun yang lalu. Kemudian, tanah itu dikuasai oleh berbagai kekuatan Dunia seperti Babilonia, Persia Kuno, Romawi Timur (Bizantium), Khilafah Islamiah, dan terakhir Inggris setelah Perang Dunia Pertama. Akibatnya, sebagian dari mereka terpaksa bermigrasi ke beberapa Kawasan di Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika, Eropa dan Amerika.
Pengakuan bahwa tanah Palestina adalah milik mereka berdasarkan sejarah klasik dan kitab suci sungguh pengakuan yang absurd. Kalau sejarah klasik yang berusia ribuan tahun dijadikan alasan, maka demografi setiap negara dewasa ini akan berubah, karena sepanjang sejarah kehidupan manusia telah terjadi migrasi yang dilakukan oleh setiap bangsa, ras, dan etnis dari satu tempat ke tempat yang lain, dengan berbagai alasan, termasuk alasan perang dan pengusiran. Jika anak keturunan dari mereka yang sudah bermigrasi ratusan atau ribuan tahun itu boleh mengaku sebagai pemilik tanah asal mereka, maka harus diadakan tukar tanah antara para imigran dengan orang-orang yang sekarang menempati tanah asal mereka dalam kurun waktu yang sangat lama. Jelas itu adalah hal yang tidak logis dan tidak realistis.
Selain itu, tanah Palestina sebelum kelahiran Bangsa Yahudi bukanlah tanah yang kosong dan tak bertuan. Sebelum mereka lahir ke dunia, sudah ada bangsa yang menempati tanah Palestina, yaitu Bangsa Kan’an.
Sekarang kita lihat klaim klaim mereka bahwa tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan buat Bangsa Yahudi sebagaimana termaktub dalam Kitab Suci. Perlu diketahui bahwa dalam sejarah, ketika Nabi Musa as diperintahkan Allah SWT untuk menyelamatkan Bani Israil dari kekejaman Fir’aun, lalu membawa mereka menempati tanah Palestina, tak pernah ada perintah untuk berkuasa di Palestina. Perintah Tuhan kepada mereka agar menempati Palestina itu pun dengan syarat bahwa mereka mentaati perintah Nabi Musa as. dan mengikuti ajaran para nabi mereka, seperti Nabi Dawud as. dan Nabi Sulaiman as. Ketika mereka melawan para nabi tersebut, mereka kembali hidup dalam tekanan dan diperbudak oleh para penguasa non Yahudi sebagaimana yang tercatat dalam sejarah mereka sendiri.
Menyatukan Bangsa dalam Satu Negara
Wacana berikutnya adalah soal penyatuan bangsa Yahudi yang terserak di dalam sebuah negara. Bangsa Yahudi sejak lebih dari dua ribu tahun yang lalu, sudah berimigrasi (diaspora) ke berbagai belahan dunia. Terjadinya diaspora itu karena kekuatan-kekuatan non Yahudi itu melakukan penindasan terhadap mereka. Tapi, sejarah mencatat bahwa ketika kawasan tersebut dikuasai oleh penguasa Muslim dari sejak khilafah Umar bin Khattab dan Khilafah Ottoman, tak pernah ada penindasan.
Kemudian, ketika mereka menyebar ke berbagai kawasan dunia, sering terjadi bentrokan antara mereka dengan warga asli. Kasus-kasus bentrokan ini lebih banyak terjadi di kawasan-kawasan Eropa. Tentu perlu sebuah kajian dan penelitian mengapa mereka selalu menjadi korban penindasan dan sering terjadi bentrok antara mereka dengan bangsa lain. Jangan-jangan mereka memang selalu membuat masalah. Wallahu a’lam.
Setelah sekian lama mereka ber-diaspora di berbagai negara sejak lebih dari dua ribu tahun, ada sebuah keinginan untuk mendirikan sebuah negara yang menghimpun mereka semua agar mereka tidak lagi menjadi korban penindasan dan kebencian dari bangsa lain.
Dari berbagai referensi valid yang pernah saya baca, keinginan tersebut sebenarnya hanya berasal dari beberapa tokoh mereka yang berpengaruh di Amerika dan beberapa negara di Eropa dari kalangan pengusaha kaya raya, bankir, politisi, dan pengacara. Demi memujudkan negara itu, para tokoh berpengaruh tersebut mendirikan sebuah organisasi berskala internasional dengan nama Zionis pada tahun 1897. Salah satu misi utama organisasi itu adalah mendirikan negara Israel.
Banyak cara yang dilakukan Organisasi Zionis, diantaranya melakukan lobi-lobi dengan para pemimpin dan tokoh di Inggris, Prancis, dan Amerika. Mereka tidak segan-segan menggelontorkan dana yang besar untuk negara-negara itu, bahkan tidak sedikit dari mereka yang bergabung dengan pasukan militer negara-negara sekutu dalam Perang Dunia Pertama dan Kedua. Semua itu mereka lakukan agar negara-negara besar dan pemenang dalam dua perang dunia itu mau “berbaik hati” untuk membantu mereka dalam mendirikan negara Israel.
Para tokoh Zionis ini sejatinya berasal dari kalangan sekuler. Namun, agar mendapatkan dukungan dari para agamawan Yahudi, mereka mencari pembenaran dari Kitab Suci mereka. Konon, mereka juga tidak merasa berdosa ketika mengorbankan sejumlah orang-orang Yahudi lemah demi mendapatkan simpatik dari Dunia. Maka, dibuatlah cerita pembantaian terhadap Bangsa Yahudi yang berjumlah enam juta orang oleh NAZI yang dipimpin seorang tokoh berdarah Yahudi dari pihak ibunya: Adolf Hitler. Inilah yang kemudian dikenal dengan peristiwa Holocaust. Peristiwa Holocaust itu dibesar-besarkan sedemikian rupa sehingga Pemerintahan Jerman harus menutup rasa malu mereka atas kekejaman NAZI itu, dan ia harus mengganti kerugian nyawa dan harta korban Holocaust hingga saat ini.
Resolusi Dewan Keamanan PBB Tahun 1947
Setelah berdirinya Organisasi Zionis, secara bertahap orang-orang Yahudi diaspora didatangkan ke Palestina sejak tahun 1910 dan seterusnya. Proses mendatangkan Yahudi ke Palestina itu semakin masif ketika tanah Palestina diduduki oleh Inggris yang sebelumnya dibawah kekuasaan Khilafah Ottoman Turki.
Keberpihakan kolonial Inggris kepada Yahudi tampak jelas sekali dalam menekan oran-orang Arab Palestina. Keberpihakan Inggris itu dinyatakan dalam sebuah deklarasi yang disebut dengan Deklarasi Balfour pada tahun 1917 yang isinya adalah dukungan bagi pembentukan sebuah “Pemukiman nasional bagi bangsa Yahudi” di Palestina. Terlihat sekali bahwa sebenarnya, pendudukan Inggris atas tanah Palestina itu adalah bagian dari agenda Zionis Internasional untuk memuluskan rencana pendirian negara Israel. Rencana itu berjalan mulus berkat lobi dan bantuan finansial mereka kepada Inggris.
Setelah Inggris keluar dari Palestina, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi berdirinya Negara Israel dengan ibukota Tel Aviv atas usulan Inggris. Atas dasar resolusi tersebut, menurut pendukung Israel, maka Negara Israel telah mendapatkan legalitas Internasional.
Semua dunia tahu bahwa lima anggota tetap DK PBB adalah para pemenang Perang Dunia Pertama dan Kedua. Tiga dari lima negara itu adalah negara-negara yang berhutang budi kepada Zionis Internasional. Maka, sejarah mencatat bahwa banyak sekali resolusi DK PBB itu bersifat tidak adil dan cenderung mendukung negara-negara adi daya. Maka, sebenarnya, berdirinya Negara Israel itu merupakan “hadiah” dari Kolonial Inggris untuk Bangsa Yahudi yang berada di luar Palestina, yang direstui DK PBB. Ini adalah langkah politik yang sangat buruk karena pemberian hadiah itu disertai dengan perampasan atas hak-hak Bangsa Arab Muslim dan Kristen yang menempati tanah Palestina.
Resolusi DK PBB ini mendapatkan penolakan dari Bangsa Arab karena dianggapnya tidak adil dan tidak fair. Dari sejak itulah, terjadi perlawanan Bangsa Arab terhadap Negara Israel, dan Israel selalu mendapatkan dukungan senjata dan politik dari Barat hingga saat ini.
Perlu diketahui bahwa sebelum berdirinya Organisasi Zionis, kehidupan rakyat Palestina yang heterogen (Arab Muslim-Kristen dan Yahudi) sangat damai dan rukun. Namun sejak dijalankannya agenda Zionis tersebut dan kedatangan orang-orang Yahudi diaspora ke Palestina dalam jumlah besar, terjadilah konflik antara penduduk Palestina dengan para pendatang Yahudi hingga saat ini.
Kesimpulan, dua dari tiga alasan yang diungkapkan para pendukung Israel hanya sebuah dalih yang diada-adakan dan tidak logis serta tidak realistis. Adapun legalitas yang diperoleh dari DK PBB adalah bentuk kejahatan kemanusiaan terhadap hak-hak dasar Bangsa Palestina yang telah terbunuh dan terusir dari tanah air mereka. (os/liputanislam)