Jumat, 21 April 2023

Apa Iya dalam Islam Kebahagiaan Itu Cuma Bisa Diraih di Akhirat ??

 



Kebahagiaan ada di dalam diri kita, bukan di luar kita.

Agama memberi cara supaya diri menemukan kebahagiannya.

Jika diri sudah menemukan kebahgiaan dengan jalan agama,

Efeknya apapun yang menyerang diri dari luar, seperti kesulitan, musibah, cobaan dan ujian apapun

akan di terima dengan rasa bahagia, karena ujung dari kebahagiaan adalah kerihoan Tuhan.

Habib Husein: Manusia Modern Krisis Kesadaran Eksistensi Atas Ruang dan Waktu


 Setiap zaman selalu mempunyai masalahnya masing-masing, baik itu dari sisi politik, ekonomi, maupun agama. Semuanya selalu bertumpu pada bagaimana ihwal kemanusiaan dapat dicapai. Demikian pula di zaman modern ini, manusia modern dihadapkan dengan masalah yang serupa.


Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya berjudul “Islam dan Nestapa Manusia Modern”, menyatakan bahwa masalah manusia modern adalah hilangnya kesadaran mereka atas eksistensinya sendiri akibat corak kehidupan modern yang cenderung positivistik dan materialistik.


Manusia Krisis Kesadaran Eksistensi

Corak kehidupan modern tersebut secara sederhana dapat dimengerti dalam bentuk gaya hidup manusia hari-hari ini, seperti maraknya perilaku konsumtif, narsistik, dan hedonistik. Kalau dicermati, semua itu sebenarnya berakar dari andaian bahwa kehidupan hanya bisa dijalani jika bersumber dari hal-hal yang tampak dan di luar diri. Terlebih lagi, secara tidak langsung bentuk permasalahan modern tersebut menganggap manusia bukan lagi sebagai subjek, melainkan berbalik menjadi objek dari zamannya.


Hal itu yang akhirnya memantik para ahli menggaungkan wacana-wacana edukasi, baik dalam bentuk tulisan maupun video untuk meng-counter penyakit manusia modern. Dari sekian banyak ahli, nama Husein Ja’far Al-Hadar, atau kerap disebut Habib Husein dari komunitas pemuda tersesat adalah salah satunya.


Wacana yang digaungkan oleh beliau baru-baru ini tersemat pada video di kanal YouTube Gita Wirjawan berjudul “Habib Ja’far: Enigma Waktu, Tanda Kesadaran, Memaknai Eksistensi”.


Dari serangkaian ceramahnya dengan durasi kurang lebih tiga jam, banyak sekali topik penting yang dibicarakan. Salah satu yang menurut saya cukup menarik dan relevan adalah filosofi ruang dan waktu. Di mana penjelasan tentang apa itu ruang dan waktu. Bagaimana kedua hal itu melingkupi gaya hidup seseorang tampak jelas jika manusia modern sebenarnya mengalami krisis kesadaran eksistensi atas ruang dan waktu. Setelah saya amati berkali-kali, penjelasan Habib Ja’far tersebut setidaknya dapat dirangkai ke dalam dua sub bahasan berikut ini.


Pentingnya Membedakan Ruang dan Tempat

Segala tindak-tanduk manusia selalu tidak lepas dengan yang namanya ruang dan tempat. Tapi, karena keberadaan manusia setiap detik bertemu dengan kedua term itu, barangkali luput untuk menyadari bahwa antara ruang dan tempat sebenarnya memiliki perbedaan.


Ruang dan tempat, sebagaimana Habib Ja’far mengatakan, keduanya tidak selalu berkelindan. Kita bisa saja berada di tempat yang luas, tetapi tidak mempunyai ruang yang luas. Demikian juga sebaliknya, ketika kita mempunyai ruang yang luas, bukan berarti sedang berada di tempat yang luas. Tempat itu bagian fisik yang dikonstruksi manusia, sementara ruang merupakan bagian konseptual yang ada secara alamiah dalam diri manusia.


Habib Ja’far kemudian menyebutkan Suffah sebagai contohnya. Meskipun tempat yang berada di belakang Masjid Nabawi itu sempit, tapi memiliki ruang yang sangat luas. Sebagaimana hadist yang sampai hari ini masih dipakai oleh seluruh ulama, itu lahir ketika Abu Hurairah berada di tempat sempit tersebut. Tepat di titik inilah kesadaran tentang perbedaan antara ruang dan tempat mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi kehidupan manusia.


Kebanyakan manusia modern sekarang hanya mengindahkan tempat yang luas dan estetik, tapi tidak demikian untuk ruang. Tempat-tempat luas seperti kafe, taman, kampus, bahkan perpustakaan menjadi ruang yang sempit bagi mereka yang sekadar narsistik, menggosip, dan menjadi budak media sosial. Ketidaksadaran atas kedua term itu jarang, bahkan mungkin tidak pernah kita sadari. Seolah-olah, kalau sudah berada di tempat yang luas, maka sekaligus mempunyai ruang yang luas.


Tentu bukan tanpa sebab, hal itu tidak lain dikarenakan gaya hidup modern yang menuntut manusia agar berorientasi pada hal-hal yang bersifat tampak oleh indra (positivistik) dan bergantung pada benda (materialistik). Walhasil, ketika berada di suatu tempat, aktivitas manusia terbatasi oleh andaian: Bagaimana sesuatu yang tampak oleh indra dan ketergantungan pada benda itu dapat diraih sebagai wujud eksistensinya.


Keberhargaan Waktu

Selain persoalan ruang dan tempat, krisis eksistensial manusia modern juga berkelindan dengan konsepsi waktu. Di titik ini, penjelasan Habib Ja’far menurut saya mulai terasa lengkap unsur-unsur filosofisnya.


Waktu, demikian lanjut Habib Ja’far, bukanlah detik jam, bukan pula detak jantung. Lebih dari itu, waktu adalah degup kesadaran. Jadi, yang sebenar-benarnya waktu itu bukanlah yang selama ini diketahui secara objektif seperti pagi, siang, sore, malam, atau pukul 1-24. Justru waktu adalah konstruksi subjektif yang berkaitan dengan kesadaran manusia dalam bereksistensi.


Dari situ menurut saya, manusia modern perlu memperbaiki kembali pola pikir tentang waktu. Sebab, secara sadar atau tidak, waktu yang diketahui secara objektif itu selalu mengekang manusia dalam hal apapun. Manusia akhirnya tidak bebas karena segala tindak-tanduknya dituntut oleh waktu objektif dan bukan oleh dirinya sendiri. Penghayatan mereka tentang kehidupan dan dirinya sendiri juga perlahan hilang seiring tenggelamnya ketidaksadaran mereka atas dirinya sendiri.


***

Habib Ja’far memberikan contoh yang cukup menggugah terkait waktu. Beliau mengutip salah satu filsuf eksistensialis dari Jerman, Martin Heidegger, dengan mengatakan bahwa waktu itu akan terasa berbeda ketika rebahan dibanding ketika mengantar Ibu yang sedang sakit jantung dalam mobil ambulans. Waktu ketika mengantar Ibu akan terasa lebih bermakna dibanding ketika rebahan. Tepat di sinilah menurut saya perihal waktu betul-betul berharga jika kita masuk dalam kesadaran eksistensial. 


Saat mendengarkan ucapan Habib Ja’far terkait waktu, saya lantas teringat salah satu buku yang berjudul “Heidegger dan Mistik Keseharian: Sebuah Pengantar Menuju Sein and Zeit” yang ditulis oleh Budi Hardiman. Di dalamnya menjelaskan bahwa manusia itu selalu terlempar ke dalam faktisitas. Maksud dari faktisitas adalah fakta-fakta yang tidak bisa diprediksi dan dihindari oleh manusia. Oleh karenanya, manusia sebagai makhluk eksistensial seharusnya menyadari bahwa waktu yang telah mereka punya merupakan sesuatu yang berharga untuk segala aktivitasnya.


Kalau kita memahami penjelasan di atas dengan saksama, baik ruang maupun waktu sebenarnya bertumpu pada suatu kesadaran yang saling berkelindan. Tidak sekadar sadar atas diri yang sedang berada, melainkan bagaimana kesadaran itu selalu ada pada andaian bahwa keberadaan diri membutuhkan ruang yang luas. Demikian juga waktu, tidak akan ada artinya apabila sudah mempunyai ruang yang luas, tapi tidak punya kesadaran bahwa waktu itu sangat berharga. Jika keduanya bisa dilakukan, maka itulah yang disebut kesadaran eksistensial.


Editor: Soleh

Hidup Penuh Cobaan dan Sulit Menerima Takdir, Jalan Keluarnya Gimana?





Takdir merupakan pertemuan antara ikhtiar atau usaha manusia dengan kehendak Allah. Hidup merupakan rangkaian usaha demi usaha, sambungan ikhtiar demi ikhtiar. Namun ujung dari usaha dan puncak ikhtiar tidak selalu berhubungan langsung dengan kesuksesan dan keberhasilan. Ada simpul lain yang menghubungkan dengan keberhasilan, yaitu kehendak Allah. Simpul yang tidak diketahui oleh manusia, yang gelap bagi kita semua… Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahuinya (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok … (QS. Luqman:34)


Pada setiap usaha yang kita lakukan, kita harus melakukan segala sesuatu dengan baik, profesional, tertib, dan penuh semangat. Pada wilayah yang gelap, usaha kita adalah: berdoa, berharap, dan bertawakal kepada Allah. Dalam setiap ikhtiar yang kita usahakan, harus kita tutup kalkulasi optimisme dengan kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan.’

Kenapa Ber-Tuhan?


 

Salah satu sebab manusia ber-Tuhan karena manusia butuh Tuhan yang Maha Kuat dan Sempurna, karena manusia adalah makhluk yang lemah dalam segala hal, baik secara jasmani, mental dan spiritual.

Akhlak itu Bukan Bersifat Transaksional



 HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Pendakwah milenial Habib Husein Ja’far Al-Hadar mengatakan Islam sangat konsen pada kelompok disabilitas. Menurutnya, semua ciptaan Allah SWT itu sempurna.


Hanya saja, kata dia, setiap pandangan orang tidak sepenuhnya memandang hal itu dalam perspektif rahmat. Sehingga mereka menganggapnya tidak sempurna.


“Pandangan kita yang tidak egaliter, membuat kita memandang orang membuat tidak sempurna. Jangankan yang disabilitas, gak disabilitas aja dilihat dan dicari kekurangannya,” kata Habib Ja’far melalui akun Instagram pribadinya, dikutip Senin (4/7/2022).


Dirinya kemudian menjelaskan sebuah riwayat dari Sayyidina Ali Zainal Abidin yang disampaikannya bahwa berbuat baik kepada seseorang meskipun orang lain berperilaku sebaliknya. Hal itu sebagai edukasi tentang akhlak yang baik buat mereka.


“Sayyidina Ali Zainal Abidin cicitnya Nabi Muhammad pernah ditanya, “Wahai Ali, kamu ini saya lihat kepada musuh-musuhmu itu tetap kau muliakan, Kenapa?” ucapnya.


“Kemudian kata beliau memuliakan orang lain adalah akhlakku. Memusuhi, membenci dan menyakitiku itu akhlak mereka, ya sudah biarkan. Biarkan mereka dengan mereka sendiri yang akan bertanggung jawab kepada Allah dan aku dengan akhlakku sendiri nantinya juga akan aku pertanggungjawabkan kepada Allah,” tambahnya.


Menurut Habib Ja’far akhlak itu tidak bersifat transaksional dalam Islam. “Bukan karena mereka baik dengan kita kemudian kita juga baik kepada mereka, tetapi walaupun dia tidak baik dengan kita justru kita harus baik dengan mereka. Membalas dengan kebaikan sebagai edukasi,” tandasnya.


Titik Temu Beragama dan Berbudaya?

 


Dalam beberapa waktu terakhir di Indonesia, muncul pertentangan antara pelaku budaya dan penganut agama. Ada yang menilai ini bentuk transnasionalisasi. Indonesia punya tantangan untuk mempertemukan keduanya.


Habib Jakfar : Agama itu Obat atau Sebab Depresi?

 



Agama bisa Menjadi Obat dan pencegah depresi jika dengan Agama dia bisa mengerti makna hidup, dia menjalani Agama sebagai Way of Life/ Jalan Hidup, bukan sekedar Dogma. Misalnya dari agama ia tahu bahwa hidup ini sejatinya untuk akhirat, sehingga betapa keras dan sulitnya hidup di dunia ini dengan segala macam ujian, bencana dan musibah, ia tetap tegar dan sehat secara mental karena dengan itu ia akan mendapatkan kedudukan terbaik di akhirat.
Agama juga memeberikan support sistem, yakni dukungan sosial dari umat beragama. Saling silaturahmi, saling menolong, mendoakan satu sama lain dan sebagainya.
Kesadaran dan Kekauatan akan tumbuh di diri orang yang beragama dengan melihat fenomena bahwa ketika  Para Nabi dan manusia-manusia mulia mendapatkan Ujian yang Banyak dan Berat, maka ujian untuk kita tidak ada apa-apanya dengan mereka, sehingga kita dengan ridho menerima segala macam ujian tersebut.
Agama juga bisa menjadi sumber depresi ketika dijalani dengan sisi fanatik buta, ketika menyalahkan dan mengkafirkan selainnya. Atau ketika agama di jalani dengan penuh ketakutan disebabkan pemahaman tentang Tuhan yang Penuh Amarah. Atau ketika dia mendapatkan ajaran dari para mubaligh yang menyebarkan agama dengan kekerasan dan ancaman.

Jangan Heran Dengan Orang Yang Menyalahkan Muslim Lainnya, Nabi-pun pernah Ditegur Oleh Pengikutnya


 


Imam Ahmad meriwayatkan (5562) dari sisi lain dari Ibnu Umar, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي قَوْمٌ يُسِيئُونَ الْأَعْمَالَ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ ، يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ عَمَلَهُ مِنْ عَمَلِهِمْ، يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ، فَإِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، ثُمَّ إِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، ثُمَّ إِذَا خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، فَطُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ، وَطُوبَى لِمَنْ قَتَلُوهُ، كُلَّمَا طَلَعَ مِنْهُمْ قَرْنٌ قَطَعَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ ، فَرَدَّدَ ذَلِكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِشْرِينَ مَرَّةً ، أَوْ أَكْثَرَ ، وَأَنَا أَسْمَعُ

“Akan keluar satu kaum yang buruk amalnya, mereka membaca Al-Quran akan tetapi bacaan mereka tak sampai melewati kerongkongan mereka. Kalian akan mencela amal kalian jika dibanding amal mereka. Mereka membunuh orang Islam. Jika mereka keluar, bunuhlah mereka, kemuian jika mereka keluar (lagi) bunuhlah mereka, kemudian jika mereka keluar (lagi) bunuhlah merka. Beruntunglah orang yang membunuh mereka. Setiap kali keluar tanduk (kelompok) dari mereka, Allah Taala akan memotongnya.” Maka hal tersebut diulang-ulang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sekali atau lebih dan saya mendengarnya.”


Sains dan Agama itu Saling Terintergrasi Satu Sama Lain

 



HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Pandangan umum selama ini melihat bahwa agama dan sains dianggap sebagai sesuatu yang bertolak belakang.

Sehingga banyak negara Eropa menempatkan agama dan sains secara terpisah.

Lantas benarkah anggapan itu? Menanggapi hal itu, pendakwah milenial, Habib Husein Ja’far Al-Hadar memiliki pandangan sendiri.

Ia melihat bahwa banyak negara-negara adidaya maupun berkembang, memanfaatkan uranium sebagai senjata nuklir.

“Seharusnya memang agama itu dilihat dalam segala sudut pandang, karena itu sebenarnya sains dan agama pola hubungan itu seharusnya adalah saling terintegrasi satu sama lain,” kata Habib Ja’far melalui akun Instagram pribadinya, @husein_hadar, dikutip Jumat (22/07/2022).

Sains lanjut dia, membutuhkan agama. Mengapa bisa demikian?

Habib Ja’far menjelaskan agar sains tidak buta. Sebaliknya agama juga butuh sains, agar menghindari dari perspektif dari mitos-mitos.

“Agama juga untuk membersihkan agama dari mitos-mitos yang mengiringi agama.

Sains membutuhkan agama agar sains itu tidak mengarahkan manusia pada chaos (kekacauan),” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa, agama diperlukan agar manusia saat menemukan uranium, tidak digunakan untuk menjadi senjata nuklir yang kemudian disalahgunakan.

Misalnya sebagai alat untuk penghancur alam semesta dan manusia.

“Ketika manusia menemukan uranium tidak digunakan untuk menghabisi manusia lain dan alam semesta,” itu.

Untuk itu Habib Ja’far melihat bahwa antara agama sains, sesungguhnya saling berkaitan. Keduanya lanjut dia saling terintegrasi satu sama lain.


Kenapa Tuhan Tidak Menunjukan Dirinya, Agar Tidak ada Kaum Atheis

 



Kenapa Tuhan Tidak Menunjukan Dirinya, Agar Tidak ada Kaum Atheis

Kemudian Habib Husein Jafar Al Haddar menjawab dengan sangat tenang dengan menukil sebuah kisah.

"Seorang spiritualis Muslim yang kocak, yang menyebarkan nilai-nilai spiritualitasnya dengan kekocakan namanya Nasruddin Khodja," ungkap Habib Jafar.

"Nasruddin Khodja itu pernah bawa seter tapi kalau dulu perapian gitu di siang hari kemudian ia keliling pasar" lanjutnya.

Melihat tingkah Nasiruddin Khodja akhirnya ada orang yang menegur dia.


"Eh, ngapain lu siang bolong gini bawa senter?," kata orang tersebut sebagaimana dibawakan Habib Jafar.


Kemudian Nasiruddin Khodja menjawab orang yang bertanya kepadanya itu.

"Ya gua lagi praktekin orang-orang yang bertanya Tuhan dimana, ia seperti orang yang bawa senter disiang hari, Tuhan begitu nyata tapi dia masih pakai senter untuk mencari tuhan," tegas Habib Jafar. ***


Ke-Islaman dan Ke-Kafiran ?

 









Kebaikan kadang dilakukan oleh orang non-Muslim, 
Keburukan kadang dilakukan oleh orang Muslim.
Karenanya secara universal non-muslim bisa melakukan perbuatan yang bernilai islam
sedang orang islam bisa melakukan perbuatan yang bernilai kekafiran.



Habib Ja'far : Hijab dan Kemunafikan

 




Diungkap Habib Jafar bahwa menutup aurat wanita dan pria adalah wajib. Namun tentang bagaimana bentuk menutup auratnya sendiri sejumlah cendekiawan masih ada yang berbeda pendapat.


“Ada yang menganggap semua aurat kecuali mata, cadar ada yang menganggap wajah ini bukan aurat sehingga boleh makanya pakai kerudung," jelas dia.


Habib Jafar menjelaskan bahwa inti menutup aurat dan poin utama menutup aurat adalah menjaga diri karena itu utamanya seorang perempuan Muslim itu harus.


"Dia (perempuan) punya kehormatan karena itu di dalam Al Quran surat An Nur ayat 30-31 pointnya itu adalah bagaimana setiap orang menjaga dirinya si perempuan menjaga kehormatannya, si laki-laki menjaga pandangannya,” . 


“Jadi saling mengisi satu sama lain untuk sesuatu yang kita sepakati bahwa lo enggak bisa melakukan hubungan tanpa adanya komitmen. Harus ada komitmen, karena kalau tidak ada komitmen akan jadi relationship yang toxic," jelas dia.

"Hijab Itu wajib, tapi gue bilang ada yang tanya 'bib ke pengajiannya habib enggak berkerudung' kata gue kalau enggak bawa kerudung boleh yang penting bawa akal karena justru agar berkerudung akhirnya belajar (untuk pakai) walaupun berkerudung atau tidak berkerudung adalah pilihan setiap orang," jelas Habib Jafar.



Jika Kamu Ada di Tempat Yang tidak Maslahat : KELUARLAH

 




Jika ada berada di Grup baik di Online atau Offline dan Anda tidak bahagia disana karena berdampak buruk kepada kalian maka keluarlah!


Kalau Mau Hidup Mudah Ambil Pilihan-pilihan Yang Sulit

 




Saat lulus sekolah, kita mempertanyakan apakah lanjut kuliah atau langsung kerja? Jika kuliah, kuliah dimana? Jika langsung bekerja, mau jadi apa? Sesuai jurusan sekolahmu, atau coba yang lain? Setelah dapet kerja, kamu mau pindah kerja kemana? Atau disitu saja sampai beberapa tahun?


Secara garis besar, itulah hidup. Sebuah siklus berjuang untuk mencapai sebuah titik, hanya untuk memulai perjuangan yang baru.


Mulai dari mana?

Untuk mempermudah proses ini, mari kita samakan sudut pandang kita tentang hidup.


100% dari hidup kita adalah proses pengambilan keputusan. Jika lapar, kamu harus memutuskan mau makan apa. Jika ngantuk, kamu harus memilih mau tidur atau lanjut begadang. Ya kan?


Namun di hidup kita, keputusan nya tidak selalu semudah itu. Misalnya, mau kerja jadi apa? Selain itu, jangan lupa bahwa keputusan yang sudah kita ambil, tidak bisa dikembalikan begitu saja.


Pilihanmu selalu memiliki pro dan kontra

Setelah kamu menyadari bahwa kamu memiliki beberapa pilihan yang dapat kamu ambil. Kamu bisa lanjut mencari tahu pro dan kontra dari pilihan-pilihan tersebut.


Tujuannya, agar kamu bisa memilih dengan lebih logis, dan bukan karena terbawa hawa nafsu ataupun perasaan. Misalnya hanya karena uang, atau karena ikut-ikutan teman kamu saja.


Dengan mengetahui pro dan kontra dari sebuah pilihan, kamu dapat mengetahui pilihan mana yang lebih tepat untuk kamu. Ingat, terkadang yang kita inginkan bukanlah yang kita butuhkan.


Kamu tidak bisa kembali, tapi bisa memperbaiki

Keputusan yang sudah kamu ambil tidak bisa dikembalikan. Tetapi, kamu bisa memperbaiki dirimu dan masa depanmu dengan mengambil keputusan yang lebih baik kedepannya. Tidak usah menyesali pilihan yang sudah kamu ambil. Yang sudah berlalu, biarlah berlalu.


Bedakan mana yang pilihan, dan mana yang bukan

Kita harus bisa membedakan hal yang berada dalam kendali kita dan hal yang ada di luar kendali kita. Jika hal itu di luar kendali kamu, maka gak usah dipikiran, toh kamu gak bisa ngapa-ngapain juga kan.


Kalo sudah bisa melakukan ini, hidup kamu akan lebih tenang dan lebih mudah.


Tips: Apakah itu urusanku?

Hal ini banyak dilupakan oleh orang-orang. Terlalu ikut campur terhadap hidup orang lain dan membuat pengaruh negatif pada hidup mereka. Kemudian? Kita pergi begitu saja, karena tidak ada urusannya dengan kita lagi. Ingat, jika tidak ada hal baik yang dapat dilakukan/dikatakan — lebih baik kamu diam.


Kamu belum selesai

Setelah kamu selesai membuat sebuah pilihan, jangan berhenti disitu. Kamu bisa mulai mengira-ngira pilihan kamu selanjutnya. Ingat, setelah mencapai satu titik, saatnya kamu berjuang menuju titik lainnya.

Keluarga Rothschild Dibalik Konspirasi Dunia

 


Jakarta, CNBC Indonesia - Keluarga Rothschild kembali menjadi sorotan. Kali ini keluarga penuh kontroversi itu kembali disoroti karena adanya orang bermarga sama mendebat pengusaha kondang Elon Musk.

Seorang ekonom bernama David Rothschild menanggapi cuitan Twitter Musk tentang intensinya yang ingin bergabung dengan Partai Republik sambil menjelek-jelekan Partai Demokrat. Dalam akunnya, ia menyinggung asal Musk di Afrika Selatan (Afsel) dan bagaimana ketidakadilan ras terjadi di sana dengan politik apartheid.


"Putra kulit putih kaya dari pemilik tambang zamrud yang tumbuh di lingkungan apartheid Afrika Selatan adalah korban nyata dalam masyarakat kita #ThoughtsAndPrayers," tulisnya, dikutip Jumat (20/5/2022).

Padahal diketahui, ia tak memiliki hubungan sama sekali dengan keluarga tersebut. Salah satu netizen pembelanya mengatakan, mereka hanya "terjebak" kesamaan nama.

Keluarga Rothschild sendiri memang seringkali disangkutpautkan dengan teori konspirasi. Seperti Illuminati, Tatanan Dunia Baru, dan kelompok uang gelap lainnya yang disebut-sebut menarik pemerintah dunia.

Keluarga Rothschild bahkan telah disalahkan atas berbagai hal buruk. Mulai dari memulai perang untuk keuntungan pribadi, dana Holocaust hingga pembunuhan presiden Amerika Serikat (AS).

Namun siapa keluarga Rothschild sebenarnya? Berikut fakta dan kontroversi terkait keluarga itu.


1. Keluarga Bankir Yahudi asal Jerman

Keluarga Rothschild merupakan salah satu keluarga yang dipandang karena kekayaan dan dugaan pengaruhnya di dunia perbankan global. Pengumpulan kekayaan keluarga ini dimulai oleh Mayer Mayer Amschel Rothschild. Ia lahir di sebuah pemukiman Yahudi di Frankfurt, Jerman, pada 23 Februari 1774.

Dengan latar belakangnya ini, ia memfokuskan hidupnya untuk menjadi seorang bankir. Ia mengawali karirnya di bank bentukan bankir Yahudi lainnya, Simon Wolf Oppenheimer. Di sana ia bekerja dan mempelajari perdagangan internasional dan valuta asing.

Rothschild lalu memutuskan untuk mendirikan usaha perbankannya sendiri abad ke-18. Dari usaha kecil yang bergerak di bidang perdagangan, bisnis Mayer kemudian berkembang pesat.

Ia mulai merambah ke bank dagang, bank swasta, akuisisi dan merger. Ia juga merambah asuransi dan modal ventura, komoditas, investasi dan dana pensiun.


2. Nilai Kekayaan yang Fantastis

Saat ini beberapa laporan menyebutkan Rothschild merupakan kekuatan dinasti perbankan terkenal seantero Eropa bahkan dunia. Keluarga itu diduga memiliki kekayaan US$ 350 miliar atau setara Rp5.035 triliun.

Meski begitu, belum ada sumber yang menerangkan ini secara pasti. Namun salah seorang anggota keluarga itu, Benjamin de Rothschild, sempat menjadi salah satu orang terkaya sejagat versi Forbes.


3. Jadi Anggota Komisi Yahudi Dunia

Saat ini, salah satu anggota keluarga itu yang masih hidup dan berpengaruh besar adalah David Rene de Rothschild. Pria berusia 78 tahun itu adalah Ketua Dewan Pengawas Rothschild & Co dan Kepala Rothschild Continuation Holdings.

Selain itu, ia juga menduduki jabatan strategis di Komisi Yahudi Dunia atau yang dikenal dengan WJC sebagai ketua Dewan Pengurus. WJC bekerja untuk memperkuat ikatan antara orang Yahudi dan melindungi hak-hak dan keselamatan mereka, dengan anggota meliputi 80 negara.


4. Disebut Untung dari Covid-19

Sebuah dokumen menyebutkan bahwa keluarga Rothschild memegang paten pelacakan pasien infeksi virus corona. Sebuah akun Facebook bernama Mike Waldron pada 23 Oktober 2020 mengunggah bukti aplikasi paten Amerika Serikat (AS) untuk sistem dan metode pengujian Covid-19 yang diajukan pemohon bernama Richard A. Rothschild.

Permohonan tersebut bertanggal 17 Mei 2020. Dalam statusnya, dia menyatakan Rothschild memiliki paten pengujian Covid-19 sejak 2015.

Data itu sendiri diperoleh dengan menunjuk situs web asal Belanda yang menunjukkan paten yang dinamai "Sistem dan Metode Pengujian untuk Covid-19." Lebih lanjut, laporan ini juga mengembangkan teori bahwa Covid-19 merupakan rekayasa keluarga Rothschild untuk meraup pundi kekayaan.

"Artikel tersebut mengklaim bahwa tanggal prioritas 2015 adalah bukti bahwa pandemi virus corona telah direncanakan," tulis laporan itu seperti dilaporkan Reuters.

Namun, menurut penelusuran lebih lanjut, klaim itu disebutkan sebagai palsu. Di tahun 2015 seorang pria bernama Richard A. Rothschild memang mengajukan sebuah paten. Namun bukan untuk pelacakan virus corona, paten itu digunakan untuk melakukan pelacakan biometrik.

Memilih Menaikkan Level Diri



“Pak, soal ujiannya jangan yang sulit-sulit, ya.” Ini adalah request yang biasa muncul dari mahasiswa setiap saya menyelesaikan sesi terakhir perkuliahan, menjelang ujian akhir semester.


Biasanya, saya akan memberikan jawaban standar. “Yang penting, Anda persiapkan diri semaksimal mungkin. Saya tidak pernah memberikan soal di luar apa yang pernah saya ajarkan. Kalau Anda belajar dengan baik, tak ada alasan buat saya untuk tidak memberikan nilai ‘A’ kepada Anda.”


Terkadang, saya mengajak mahasiswa saya untuk berdoa, semoga Allah menggerakkan hati saya hingga memberikan soal termudah buat mereka. Tentu saja ajakan ini lebih merupakan candaan. Akan tetapi, jika ada waktu, saya akan membahas sisi serius dari ajakan canda saya tersebut. Saya katakan, doa seperti itu tidak “matching” dengan ikhtiar lahir yang dilakukan, yaitu belajar.


Belajar adalah upaya lahiriah untuk menaklukkan ujian. Upaya belajar dengan keras diambil oleh seseorang yang memiliki asumsi bahwa ujian yang akan dihadapinya memang berat. Ketika tingkat kesulitan soal ujian memang tinggi, ia akan menghadapinya dengan tenang. Ketika dinyatakan lulus dengan nilai baik, ia akan senang. Pengorbananannya berjibaku dengan buku menjadi sangat bermakna.


Karena konteks ikhtiar lahiriahnya adalah belajar maka doa terbaik yang bisa dipanjatkan mestinya terkait erat dengan kemampuan dirinya di saat belajar. Alih-alih memohon agar soal ujiannya mudah, seorang mahasiswa mestinya berdoa semoga dirinya dianugerahi kemampuan untuk melewati ujian seberat apapun.


Orang-orang sukses dalam sejarah adalah mereka yang memiliki mental pemenang, mental petarung. Ia tak menghindari tantangan. Ia juga tak berimajinasi bahwa level ujian yang dihadapi tiba-tiba saja turun karena sesuatu dan lain hal. Yang dilakukannya adalah menaikkan level dirinya agar pantas diuji dengan tantangan itu. Imajinasi yang ia kembangkan adalah bayangan dirinya yang mampu melewati rintangan-rintangan itu. Maka, ketika berdoa, yang ia mintakan adalah agar Tuhan memberinya kekuatan, bukan agar Tuhan menurunkan level ujian. Di ‘Rumah yang Tua’ ini kita bisa menemukan jejak-jejak keagungan jiwa seorang Nabi Ibrahim a.s. manakala menghadapi ujian berat dari Allah SWT.


Dalam tradisi Islam, pusat kisah dari ibadah haji adalah Nabi Ibrahim a.s. Ibadah ini betul-betul menapaktilasi apa yang terjadi pada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Mari kita lakukan perjalanan historis untuk melihat lagi apa yang terjadi pada Ibrahim di saat itu.


Setelah lolos dari maut atas hukuman mati pembakaran Raja Namrud, Ibrahim diuji oleh Tuhan dengan ketiadaan keturunan. Ibrahim dan istrinya, Sarah, hanya hidup berdua sampai usia mereka sangat tua. Akhirnya, Ibrahim menikahi seorang budak hitam bernama Hajar. Dari Hajar, Ibrahim dikarunia anak bernama Ismail.


Baru saja merasakan kebahagiaan punya keturunan, Ibrahim disuruh untuk membawa Hajar dan Ismail dari kawasan Kan’an (Palestina) ke Pegunungan Paran, tepatnya ke sebuah lembah bernama Bakkah (Mekkah); kawasan yang tandus dan tak berpenghuni. Ibrahim diperintahkan untuk meninggalkan keduanya di lembah itu. Ibrahim kembali ke Kan’an.


Maka terjadilah peristiwa pencarian air, sepanjang tiga kilometer antara Shafa dan Marwah, sebelum akhirnya muncul keajaiban mata air Zamzam. Keberadaan mata air di tengah-tengah gurun yang gersang menjadi magnet kehidupan, dan Lembah Mekkah pun menjadi ramai oleh para musafir.


Ketika Ismail beranjak remaja, Ibrahim disuruh untuk menengok keluarganya. Akan tetapi, baru saja bertemu, datang lagi perintah yang lebih dahsyat: Ibrahim disuruh menyembelih anaknya itu. Ibrahim tetap taat dengan ujian tersebut. Ia sudah siap menyembelih sang anak. Tapi, akhirnya, dengan izin Allah, objek sembelihan itu diganti dengan domba.


Kisah Ibrahim adalah salah satu kisah yang paling unik dalam sejarah perjalanan ummat manusia. Ujian yang diberikan Tuhan kepada Ibrahim luar biasa aneh dan juga sangat dahsyat beratnya. Akan tetapi, Ibrahim ternyata tak gentar. Ia terima tantangan itu; ia jalani ujian itu.


Ibrahim juga tak meminta agar Tuhan memberikan keringanan atas ujian. Ibrahim memilih untuk menaikkan level dirinya agar menjadi orang yang pantas diuji dengan beragam tantangan yang berat itu. Dan ia berhasil.


“Ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan sejumlah tantangan berat. Maka, ia mampu melewatinya dengan sempurna. Allah berfirman, ‘Kujadikan engkau sebagai imam bagi seluruh manusia.’ Ibrahim lantas meminta, ‘Juga dari anak keturunanku.’ Allah menjawab, ‘Janjiku ini tak berlaku bagi anak keturunanmu yang berbuat zalim.’” (Al-Baqarah: 124)


Jangan pernah merasa takut ataupun mengeluhkan ujian dan beratnya hidup, kecuali jika Anda memang tak ingin menaikkan level kehambaan di depan Tuhan yang Maha Agung.


 Oleh: Otong Sulaeman

Quraish Shihab: Puasa itu Meneladani Sifat Allah


 

Jakarta, Liputanislam.com– Cendekiawan Muslim Indonesia yang juga Pendiri Pusat Studi Al-Quran, M. Quraish Shihab mengatakan bahwa salah satu definisi tertua dari beragama itu adalah meneladani sifat-sifat Tuhan.  Definisi itu menurutnya adalah definisi yang paling bisa diterima oleh banyak agamawan, apapun agama yang ia yakini. Terlebih bagi seorang yang beragama Islam atau muslim.


“Tuhan itu kan sifatnya indah-indah, maka kalau beragama, teladanilah sifat-sifat Tuhan. Kalau dalam khazanah Islam, ada riwayat yang mengatakan takhallaquu bi Akhlaaqillah (berperilakulah seperti perangainya Allah)”, terangnya pada acara Shihab & Shihab selama Ramadan di Narasi.tv, seperti dilansir bincangsyariah.com pada Rabu (29/4).


“Lalu, meneladani sifat Tuhan pada saat berpuasa, dimana tempatnya? Berpuasa itu harus kita niatkan meneladani perilaku atau sifa-sifat Tuhan. Misalnya, kita tahu bahwa kebutuhan paling mendasar manusia sebenarnya adalah kebutuhan fa’ali (fisik/badan), seperti makan, minum, berhubungan seksual dengan pasangan. Nah, Allah terbebas dari itu semua. Tidak butuh. Maka kita belajar, niatkan, untuk meneladani sifat-sifat Allah,” ucapnya.


Sifat lain dari Allah adalah Maha Mengetahui. Maka jadikanlah berpuasa ini sebagai momen untuk mengetahui, dan mengenal sebanyak-banyaknya tentang diri kita. Belajar dan mengetahui banyak hal agar bermanfaat buat kita. Misalnya dengan banyak membaca Al-Qur’an, bertadarus.


Baca: Pakar Tafsir Ungkap Keistimewaan Makan Sahur


Allah juga punya sifat Maha Memberi, maka belajarlah lewat ibadah puasa ini untuk melakukan kedermawanan sebisa mungkin. Imam al-Ghazali pernah mengatakan bahwa sifat Allah yang ada 99, yang sering disebut sebagai Asmā al-Husnā’ itu seluruhnya bisa diteladani oleh manusia kecuali satu yaitu sifat ketuhanannya. (aw/bincangsyariah).

Mendekati Tuhan dengan Menjadi Orang yang Berilmu



LiputanIslam.com –Mendekatkan diri kepada Tuhan (taqarrub ilaa-Allah) adalah salah satu terma yang sangat terkenal dalam ilmu akhlak dan juga ‘irfan (tasawuf). Disebutkan bahwa setiap manusia itu pada dasarnya sedang melakukan perjalanan spiritual menuju kampung abadi; menuju Tuhan, baik dengan cara taat atau dengan terpaksa (thaw’an awa karhan). Dikatakan juga bahwa kedekatan kepada Tuhan akan memberikan kepada manusia kebahagiaan hakiki; kebahagiaan yang sama sekali tak bisa dibandingkan dengan kelezatan dunia apapun (harta, makanan, seksual, dll). Taqarrub adalah kunci kebahagiaan.


Istilah  ‘mendekatkan’ (taqarrub) memiliki tiga bentuk: tempat, waktu, dan spiritual. Kota Bekasi disebut ‘dekat’ dengan kota Jakarta, terutama jika dibandingkan dengan kota-kota lain semisal Bandung, Semarang, Surabaya, dll. Kata ‘dekat’ yang dipakai untuk menyifati kota Bekasi dan Jakarta terkait dengan ‘tempat’.


Kadang kala, kata dekat dipakai untuk menggambarkan waktu. Misalnya, para siswa kelas 3 SMU semakin sering merasakan depresi manakala ujian sudah semakin ‘dekat’. Kata ‘dekat di sini merujuk kepada waktu. Atau, bagi orang yang sudah berada di usia senja, dikatakan bahwa hari kewafatannya sudah semakin dekat.


Bentuk ketiga dari pengertian ‘dekat’ adalah spiritual. Misalnya, jika dikatakan bahwa di antara empat madzhab fiqih Ahlu Sunnah, madzhab Syafi’i paling ‘dekat’ dengan madzhab Ahlul Bait, pengertian dekat di sini tentulah tidak mengacu kepada waktu atau tempat, melainkan kepada sifat-sifat yang dimiliki oleh kedua madzhab itu. Hal yang sama kita temukan pada beberapa pernyataan lainnya, misalnya: Partai “A” sangat dekat dengan rakyat; negara “B” dekat dengan Israel; dan lain sebagainya. Kata dekat pada kalimat-kalimat tadi sama sekali tidak mengacu kepada tempat atau waktu.


Terkait dengan kata ‘dekat’ atau ‘mendekatkan diri’ yang dihubungkan dengan Allah, tentulah dengan mudahnya kita bisa ambil kesimpulan bahwa kata tersebut menunjukkan hal-hal yang bersifat spiritual. Mengapa? Karena Allah adalah Zat yang bersifat spiritual. Dia tidak terikat dengan ruang dan waktu. Di berada di luar dimensi waktu, karena justru Allah lah yang menciptakan ruang dan waktu. Allah tidak berada di manapun. Allah juga sudah ada sebelum waktu diciptakan, juga akan selalu ada meskipun waktu sudah hancur. Allah itu azali dan abadi.


Dengan pengertian seperti itu, tak mungkin bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam pengertian jarak tempat. Juga tak mungkin manusia mendekati Allah secara waktu. Satu-satunya cara mendekati Allah adalah melalui spiritual.


Dalam literatur irfan, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pendekatan spiritual adalah upaya untuk “menyerupakan diri” dengan Allah, yaitu menghiasi diri dengan berbagai sifat terpuji yang ada pada-Nya. Sebagai contoh, Allah memiliki sifat Mahapemberi, Mahapengampun, dan Mahapengasih. Orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah harus berupa keras menghadirkan sifat-sifat baik Allah itu dalam dirinya. Termasuk hal yang sangat efektif membuat seorang hamba semakin dekat dengan Allah adalah meniru sifat Allah sebagai Zat yang Mahatahu. Tentu yang bisa melakukan hal ini adalah para pencari ilmu.


Mencari ilmu bisa menjadi salah satu cara yang sangat efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu adalah cahaya (al-‘ilmu nuurun). Ia adalah refleksi dari hakikat Tuhan sebagai Zat yang digambarkan oleh Al-Quran sebagai Cahaya di atas cahaya (nuurun ‘ala nuurin). Ilmu yang dimiliki seorang manusia adalah cahaya yang memungkinkannya untuk melebur dengan Cahaya Tuhan. Semakin banyak ilmunya, semakin kuat pula cahanya; dan semakin dekat dia dengan Allah.


 Fase-Fase Pendekatan kepada Allah


Kedekatan kepada Allah harus dilalui dengan tiga fase: takhalli, tahalli, dan tajalli. Fase pertama adalah apa yang diistilahkan dengan proses pengosongan (takhalli). Pada fase ini, seorang hamba harus mengosongkan, membersihkan, dan menyucikan jiwanya dari segala macam sifat tercela. Jika ruh belum suci dan bersih, ia tak mungkin bisa diisi dengan sifat-sifat baik, sebagai prasyarat kedekatan kepada Allah. Anggaplah jiwa kita itu seperti botol, dan air yang suci sebagai sifat-sifat baik. Jika botol masih penuh dengan cairan kotor dan tertutup, maka seberapa lamapun botol itu ditenggelamkan ke dalam air, botol tersebut tetap akan berisikan cairan kotor itu.


Takhalli adalah proses menghilangkan segala sifat tercela yang ada pada diri manusia. Dikaitkan dengan upaya untuk menggapai ilmu, beberapa sifat buruk yang sering menghinggapi para pencari ilmu adalah kemalasan, kesombongan, dan sifat hasud. Akan tetapi, yang paling berat dan paling penting dari fase ini adalah menghilangkan sifat cinta dunia. Rasulullah SAW bersabda bahwa ‘Cinta kepada dunia adalah biang segala keburukan’ (Hubbud-dunya ra`su kulli khathi`at). Perlu diingatkan kembali bahwa yang dimaksud dengan ‘dunia’ dalam hal ini adalah segala hal yang ada dalam kehidupan ini yang digunakan untuk kepentingan selain Allah. Karena itu, seorang pelajar agama atau seorang ulama sekalipun, jika mencari ilmu dalam rangka meraih duniawiah, maka ilmu agamanya pun menjadi “urusan dunia” baginya.


Fase kedua adalah tahalli (menghias). Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu sifat-sifat yang baik. Ada sejumlah sifat baik yang harus diprioritaskan, seperti kecenderungan bertaubat, wara’, sabar, dermawan, pemaaf, penyayang, rajin, dan lain-lain. Dihubungkan dengan pencarian ilmu, sifat-sifat rajin, tabah, sabar, dan rendah hati haruslah diisikan ke dalam hati manusia agar diperoleh ilmu yang diinginkan.


Setelah tahap ‘pengosongan’ dan ‘pengisian’, sebagai tahap ketiga adalah tajalli, yaitu, tahapan di mana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap dalam wilayah Jalla Jalaluh, Allah SWT. Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridho’an-Nya. Pada tahap ini, para kaum ‘arif menyebutnya sebagai ma’rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur.


Pada peringkat ini, seorang tidak akan menghadap dan berharap kepada selain Allah, tidak akan merasa takut kepada siapa pun selain Allah, dan hatinya tidak akan terikat kepada yang lain selain Allah.

 Dr. Otong Sulaeman*

*Peneliti ICMES, Dosen STFI Sadra

Doa sebagai Sarana Kedekatan dengan Allah SWT


Nabi saw bersabda: 

Allah swt berkata kepada Malaikat: 

Wahai para malaikat-Ku! 

Sesungguhnya hamba-Ku ini 

sudah hampir pada hajat duniawinya. 

Jika Aku biarkan 

maka Aku telah membuka pintu ke neraka buatnya. 

Oleh itu, tutuplah jalan untuk sampai kepada hajatnya. 

Kemudian hamba itu mengeluh 

dan dia tidak sadar akan kasih sayang Tuhan kepadanya. 

Jika dia mencapai hajatnya, urusannya akan lebih rusak. 


Mengapa banyak doa yang tak terkabul? Itu adalah salah satu di antara pertanyaan yang sangat sering mengemuka. Saya juga termasuk yang sering ditanya soal ini. Sisi teologis pertanyaan in sangat kuat. Bukankah di dalam Al-Quran sendiri dikatakan bahwa Allah pasti akan menjawab doa hamba-Nya yang berdoa? Lalu, kenapa ada (banyak) doa yang tak terjawab?


Di sela-sela ibadah haji ini, pertanyaan tentang makna jaminan pengabulan dosa manusia oleh Tuhan makin mengental. Berdasarkan kepada keterangan pada teks-teks agama, ibadah haji adalah puncak dari segala kondisi keterkabulan doa. Ini adalah negeri yang mulia dan suci, pusat dari segala spiritualitas. Ada banyak titik yang disebut tempat berkumpulnya para malaikat pembawa doa. Ada Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, Hajarul Aswad, Rukun Yamani, Multazam, Bukit Safa, Bukti Marwah, dan beberapa tempat lainnya di Mekah. Ada juga Raudhah dan sejumlah tempat lainnya di Madinah.


Kemudian, dari sisi waktu, setiap momen dalam rangkaian badah haji, umrah, i’tikaf, dan lain sebagainya, adalah momen-momen emas, yang lagi-lagi menjanjikan keterkabulan doa. Akan tetapi, pertanyaannya: kenapa tetap banyak doa yang tak terpenuhi?


Biasanya, kalau ditanya soal ini, saya memberikan jawaban standar sebagai berikut.


Pertama, bisa jadi karena doa kita bertentangan dengan sunnatullah. Misalnya, ada orang berdoa agar lulus ujian tapi ikhtiar yang dilakukan seadanya. Ini bertentangan dengan hukum kehidupan tentang korelasi antara kesuksesan dengan kerja keras.


Kedua, bisa jadi doa kita tak terkabul karena objek doanya diperebutkan oleh banyak pihak, sehingga pengabulan satu doa dari hamba Allah, dipastikan bermakna penolakan atas doa dari hamba Allah yang lain. Misalnya, ada sebuah even sayembara berhadiah. Semua peserta sayembara pastilah berdoa semoga mendapatkan hadiah tertinggi. Tapi, bagaimanapun juga, hadiah tertinggi hanya akan dimenangi oleh satu orang.


Atau, contoh lain dari model ketidakterkabulan di atas adalah doa perjodohan. Setiap orang tentu ingin mendapatkan jodoh yang rupawan (cantik atau ganteng). Seorang pemuda dengan wajah ‘biasa-biasa saja’ sangat wajar jika ingin menikah dengan perempuan berwajah cantik seperti artis. Di sisi lain, si perempuan yang cantik juga berdoa agar mendapatkan pasangan dengan wajah tampan. Maka, pengabulan doa si perempuan cantik bermakna tertolaknya doa si laki-laki berwajah biasa.


Ketiga, Tuhan memang sengaja tidak mengabulkan doa seorang hamba justru karena Dia sayang kepada sanga hamba. Dalam kehidupan ini, ada sebagian dari keinginan dan harapan kita yang sebenarnya tak baik untuk kita. Sebaliknya juga, ada sebagian yang kita benci yang sebenarnya justru malah bagus buat kita. Situasi seperti ini terjadi karena keterbatasan pemahaman kita atas apa yang baik dan apa yang buruk buat hidup kita.


Allah tentu telah memberikan kepada kita akal agar kita bisa mengetahui apa yang baik buat kita, dan dengan pengetahuan itu, kita bergerak untuk mewujudkannya; dan kita dorong upaya itu denga doa. Hanya saja, terkadang pengetahuan kita akan hal tersebut bisa saja keliru.


“Boleh jadi, engkau membenci sesuatu padahal hal itu baik bagimu. Juga, bisa saja engkau menyukai sesuatu yang buruk buatmu.” (Al-Baqarah: 216)


Ketika situasinya seperti ini, Allah sebagai Zat yang Mahatahu dan juga Maha Penyayang, tentulah akan memberikan yang terbaik buat kita, dan itu bisa jadi berupa tertolaknya doa-doa kita.


Hari ini, saya melakukan video call dengan ibu saya, dan saya menemukan satu jawaban lain atas pertanyaan tentang doa di atas. Saat saya tanya mau oleh-oleh apa, Umi mengatakan hanya pesan air Zamzam yang agak banyak. Selebihnya, Umi hanya mengharapkan kami pulang ke Indonesia dengan selamat, agar bisa berkumpul lagi bersama keluarga.


Dekat dan merasakan kehangatan keluarga atau sahabat adalah sebuah kenikmatan tersendiri yang terkadang melebihi kenikmatan yang lain. Anda mungkin pernah merasakan bahwa pertemuan dengan seorang sahabat lama lebih memberikan kesenangan bagi Anda, bahkan seandainya sahabat Anda itu tidak membawa cindera mata. Tentu saja, kalau dia sampai membawa oleh-oleh, kebahagiaan Anda menjadi bertambah dan Anda akan menilainya sebagai ‘bonus’


Dalam dunia tasawuf, ada orang-orang tertentu yang melihat doa dari sisi ini. Berdoa hanyalah alasan agar ia bisa dekat dengan Tuhan. Ia merasakan kenikmatan, bukan dari terkabulkannya doa-doa, melainkan dari munculnya perasaan yang kuat bahwa saat itu, ia sedang sangat dekat dengan Tuhan yang Mahaindah dan Maha Penyayang.


Tak ada yang lebih memberikan kenikmatan baginya kecuali ber-taqarrub (berada dalam situasi dekat) dengan Allah. Ia mengadukan dosa-dosanya, dan ia mohon ampunan. Ia menyampaikan harapan dengan menangis tersedu-sedu, dengan harapan Sang Khalik akan memperhatikannya.


Itulah dimensi lain dalam berdoa. Ada orang yang berdoa, tapi yang ia sasar sebenarnya kedekatan dengan Allah. Baginya, pengabulan doa adalah bonus. Seandainyapun belum dikabulkan, ia tetap merasakan kenikmatan bercengkerama dengan Allah.


Kembali ke pertanyaan di atas: mengapa ada doa yang tak dikabukan? Jawabannya adalah: karena si pendoa memang tidak begitu peduli dengan terkabulkan atau tidaknya doa. Ia berdoa karena ada hal lain yang ia tuju: kedekatan dengan Allah.


Anehnya, berdoa dengan suasana mental seperti inilah yang dianggap lebih tulus dan ikhlas. Dan karenanya, lebih punya peluang untuk dikabulkan oleh Allah.


 Oleh: Otong Sulaeman


Pekan Persatuan Islam di Momen Maulid Nabi Muhammad





 Oleh: Ismail A Pasannai


Persia yang sejak 21 Maret 1935 berganti nama menjadi Iran, dikenal sebagai negara dengan penganut muslim Syiah terbesar di dunia. 90% muslim di Iran yang berpenduduk total 80 juta jiwa bermazhab Syiah, sementara 10% lainnya beraliran Sunni. Kebanyakan mereka yang Sunni adalah suku Turkmen, suku Arab, suku Balochi dan suku Kurdi. Mereka terkonsentrasi di wilayah barat daya, tenggara, timur laut dan barat laut Iran.


Meski mayoritas penduduk Iran menganut Syiah, namun bukan berarti Sunni tidak eksis di negara Mullah itu. UUD Iran menjamin kebebasan penduduknya untuk menganut keyakinan agama atau mazhab, sehingga tidak ada perlakuan diskriminatif bagi Sunni di Iran termasuk penganut agama lain seperti Yahudi, Kristen dan Zoroaster yang membentuk 2% penduduk Iran. Setiap minoritas mempunyai perwakilan yang duduk di parlemen untuk menyuarakan aspirasinya di pemerintahan.


Komunitas Sunni di Iran hidup aman. Mereka memiliki masjid dan lembaga-lembaga pendidikan keislaman sendiri yang mendapat jaminan eksistensi oleh UU Iran. Tidak sedikit, dalam satu wilayah, komposisi penduduknya terdiri dari Sunni dan Syiah. Mereka hidup harmonis dan berdampingan. Tidak sebagaimana kerap digambarkan media-media mainstream, bahwa penganut Sunni di Iran berada dalam ketertindasan dan tidak mendaptkan hak-hak asasinya. Sikap toleransi umat Islam Sunni dan Syiah di Iran tercermin dalam penyelenggaraan perayaan-perayaan keagaman, khususnya peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.


Versi muslim Sunni, peringatan Maulid Nabi itu bertepatan dengan 12 Rabiul Awal, sementara bagi Syiah peringatan Maulid Nabi jatuh pada 17 Rabiul Awal. Untuk terjalin kedekatan antar kedua penganut mazhab besar ini, pemerintah Iran menetapkan hari-hari antara 12-17 Rabiul Awal sebagai Hari Pekan Persatuan Islam atau dalam bahasa setempat disebut Hafteh Wahdat-e Islami. Ide Pekan Persatuan Islam disebut pertama kali dikemukakan oleh Ayatullah Ali Montazeri yang mengirim surat kepada Kementerian Bimbingan Agama Iran. Ide itu disambut oleh Imam Khomeini dan pertama kali menggunakan istilah Pekan Persatuan Islam dalam pidatonya pada 29 Desemberi 1981. Imam Khomeini berkata, “Kita serukan bahwa kita semua harus bersama, memiliki satu pekan persatuan Islam, sebab Agama kita satu, Alquran kita satu, nabi kita satu.”


Meski demikian, dari keterangan sebuah sumber. Ayatullah Ali Khamanei pada tahun 1977 ketika berada di pengasingan di Sistan dan Baluchestan, salah satu provinsi Iran yang penduduknya bercampur Sunni dan Syiahnya, pernah menyarankan kepada ulama Ahlusunnah di tempat tersebut untuk merayakan Maulid Besama yang diadakan dari 12-17 Rabiul Awal.


Apa saja kegiatan pada Pekan Persatuan Islam?


Setiap tahun selama Pekan Persatuan Islam, Forum Internasional  Pendekatan antar Mazhab Islam mengadakan konferensi internasional tentang Persatuan Islam. Konferensi tersebut terselenggara di Tehran dengan mengundang ratusan ulama dan intelektual Sunni-Syiah diseluruh dunia. Delegasi dari Indonesia juga secara rutin hadir dalam konferensi ini. Pada salah satu bagian dari agenda konferensi para delegasi negara bertemu dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamanei. Suasana akrab dan hangat antara ulama dan cendekiawan dua mazhab ini terlihat sepanjang perlaksanaan konferensi termasuk pada momen salat berjamaah. Sunni-Syiah berada dalam deretan shaf yang sama dalam salat. Pada sesi-sesi konferensi, mereka berbincang dan berdiskusi mengenai isu-isu dunia Islam terkini dengan mengedepankan dialog dan kesepahaman, bukan sikap egois dan mau menang sendiri di atas mazhab lain.


Sementara untuk tingkat lokal, kegiatan Pekan Persatuan Islam di Iran diwarnai dengan peringatan Maulid Nabi bersama. Kedua komunitas muslim Sunni dan Syiah saling mengunjungi satu sama lain. Untuk di lingkungan kampus atau lembaga pendidikan, Pekan Persatuan Islam diisi dengan kegiatan lomba menulis ilmiah mengenai persatuan Islam serta menggelar seminar-seminar dengan menghadirkan narasumber dari Sunni dan Syiah.


Dengan situasi pandemi dalam dua tahun terakhir ini, penyelenggaraan Konferensi Persatuan Islam digelar dalam bentuk fisik untuk peserta dalam Iran dan secara virtual untuk peserta luar Iran. Tahun ini, Konferensi Internasional Persatuan Islam terselenggara untuk ke-35 kalinya dengan mengusung tema “Perdamaian dan Menghindari Konflik di Dunia Islam”.


Meski terselenggara tidak sepenuhnya tatap muka langsung sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, namun penyelenggaraan konferensi Pekan Persatuan Islam yang dihadiri 39 negara ini tetap tidak kurang khidmatnya. Umat Islam Sunni dan Syiah di seluruh dunia sepakat bahwa persatuan Islam adalah komponen utama dalam membangun peradaban dunia yang Islami.


Pemerintah Iran menyadari, bahwa Maulid Nabi harus jadi momen persatuan umat Islam, sebab apapun mazhabnya, semua berporos pada kesaksian Muhammad saw adalah Nabi dan Rasulullah dan kelahirannya adalah kegembiraan buat semua muslim, apapun mazhabnya.


Amerika Serikat dan Perang

 


*Oleh Willy Aditya dan Arfi Bambani Amri


Sejarah politik Amerika Serikat (AS), terjalin kerjasama erat antara pemerintah, pemodal-pemodal, dan tentara. Kekerasan bersenjata, agresi, dan penindasan merupakan sejarah awal pembentukan AS, bukannya demokrasi. Seringkali pemerintahan federal melakukan kekerasan bersenjata untuk mengamankan kepentingan negara. Sebagai contoh, dalam film “Gangs of New York” , yang berlatar abad 19, secara telanjang melihatkan sebuah latar sejarah kekerasan bersenjata pemerintahan AS terhadap rakyat sipil yang melakukan pembangkangan. Dalam film ini terlihat kekacauan masyarakat AS abad 19, di mana masyarakat dikendalikan oleh kekuasaan ekonomi (kapitalis) dan senjata. Negara tidak berarti apa-apa tanpa uang dan tentara. Lalu film ini diakhiri dengan agresi bersenjata tentara federal (pusat) dan melucuti kekuasaan semua “gang” yang berkuasa di New York. Pemerintah dengan tentara dan didanai oleh pemodal-pemodal mulai membangun New York.


John McMurtry, Professor Filsafat di Universitas Guelph, Kanada, menandaskan bahwa tradisi politik AS adalah dimulai dari menghancurkan kehidupan dan budaya. Dimulai dari pemusnahan 25 juta rakyat asli Amerika (Indian) dalam waktu seabad. Sejarahnya berlanjut dengan perebutan Texas tahun 1845 dari petani-petani Meksiko dan orang-orang asli. Kemudian menyusul Nevada, New Mexico, Arizona, California dan banyak negara bagian lainnya segera setelah tahun 1849. Kemudian, Jendral Zachary Taylor yang memimpin invasi itu mendapat penghargaan dari gedung putih sebagai pahlawan perang. Dan kemudian baru dibuka di kemudian hari oleh Abraham Lincoln bahwa perang tersebut bertujuan untuk memperluas “pasar” karena AS mulai menerapkan pasar bebas ala Inggris. Namun itu tidak cukup. Tahun 1898, di bawah doktrin pertahanan diri (seperti sering diulang Bush dalam pernyataannya mengenai agresi terhadap Irak), Filipina, Guam, sebagian Kuba, dan Puerto Riko direbut dari rakyatnya dengan provokasi perang. Perang yang melakukan agresi dan okupasi. Dan sekarang, di awal abad 21, AS sekali lagi meneruskan tradisi politik fasis-nya dengan melakukan agresi dan okupasi (walau lebih halus) terhadap Afghanistan dan Irak.


Pasca peristiwa pemboman WTC pada tanggal 11 September 2001, telah dibuat cek kosong oleh Kongres AS yang berisikan kewenangan pemerintah AS untuk menyerang dan bahkan menguasai dunia ketiga. Dick Cheney, Donald Rumsfeld, Paul Wolfowitz, dan lainnya, membuat blueprint (cetak biru) politik luar negeri yang ditulis pada bulan September 2001, yakni “Proyek untuk Abad Baru Amerika” yang jelas merencanakan untuk menentukan tatanan keamanan dunia dalam rangka kepentingan-kepentingan dan asas-asas Amerika. Ini berarti terbuka kemungkinan bagi Gedung Putih untuk melakukan tiondakan militer dan intelijen terhadap negara-negara yang disinyalir akan membahayakan posisi ekonomi dan politik AS. Sehingga di era pemerintahan partai republik (yang suka perang) ini, tradisi politik AS akan dihidupkan kembali: perang!


Krisis Kapitalisme AS


Seperti halnya motif Perang Sipil dan Perang Dunia, pada kali inipun, motif agresi AS terhadap Irak merupakan motif yang ekonomistik. Ada beberapa hal ekonomis yang mendorong agresi AS kali ini. Pertama, penurunan ekonomi AS terus terjadi, sejak peristiwa 11 September, menyusul skandal akuntansi Enron & World(dot)com, pemogokan buruh-buruh kapal di pelabuhan-pelabuhan pesisir Pasifik selama berminggu-minggu, dan terakhir menurunnya kemampuan ekonomi AS karena munculnya blok-blok dagang baru yang kuat seperti Uni Eropa dan Cina. Kedua, minyak Irak merupakan minyak dengan kualitas terbaik di dunia namun tidak bisa dieksplorasi oleh perusahaan-perusahaan AS karena Irak lebih memilih untuk menjalin kerjasama dengan negara-negara selain AS dan memakai Euro sebagai cadangan devisa dari hasil minyaknya. Ketiga, AS mengalami surplus produksi senjata. AS merupakan produsen senjata terbesar di dunia, namun dalam perkembangan terakhir, konsumsi senjata dunia menurun karena banyak negara mulai mengurangi anggaran militernya termasuk untuk pembelian senjata. Juga, pasca Perang Dingin, banyak senjata-senjata bekas Soviet dan Jerman Timur dijual murah ke dunia ketiga (termasuk Indonesia).


Perekonomian kapitalisme AS mengandung resiko besar karena ketergantungan yang tinggi kepada pasar. Di sinilah sumber kontradiksi utama dari kapitalisme. Pasar bebas yang mengandalkan diri pada free fight liberalism, menyebabkan setiap orang atau usaha dapat melakukan ekspansi ekonomi, namun kemudian pasar akan memilih yang terbaik, dalam artian yang paling murah dan bermutu bagus. Bagi produsen berarti tingkat efisiensi dan efektifitas produksi harus tinggi sehingga bisa menekan harga namun tetap bermutu. Sehingga setiap produsen berpacu untuk berproduksi, karena semakin massal, maka biaya produksi semakin turun. Sehingga kemudian melahirkan hukum ekonomi “penawaran akan menciptakan permintaan” (supply side economic). Secara teori, keadaan ini akan menguntungkan konsumen (pemakai produk) karena bisa memilih yang terbaik. Namun secara praktek, keadaan ini akan melahirkan over-produksi yang memicu penghentian atau pengurangan produksi karena pasar tidak mampu menampungnya lagi. Terus terjadi efek berantai, yang berujung pada stagnasi ekonomi. Keadaan ini pertama kali terjadi tahun 1930-an, dikenal sebagai malaise.


Malaise yang melanda dunia pada tahun 1930-an ini kemudian melahirkan teori developmentalisme. Secara sederhana yaitu bahwa perekonomian tidak bisa semata-mata dibiarkan berjalan secara invisible hands, karena dapat berujung pada krisis. Untuk menghindari itu, maka diperlukan pihak lain yaitu negara. Secara praktek politik, keluarlah New Deal yang dicanangkan oleh presiden Roosevelt untuk mengatasi pengangguran dan stagnasi ekonomi AS.


Namun “krisis” yang melanda AS pada kali ini berbeda dengan malaise pada tahun 1930-an. Pada kali ini, sebagai konsekuensi dari mengglobalnya ekonomi (kapitalisme) dunia yang menjadi program utama AS di dunia, pasar AS dan dunia terbuka bagi produk dari manapun. Di sinilah pokok persoalannya, Uni Eropa dan China berhasil mengkonsolidasikan kekuatan ekonominya dan mulai menjadi pesaing yang tangguh terhadap dominasi ekonomi AS dan sekutunya di berbagai sektor ekonomi (lihat tabel 1). Perlahan-lahan pasar tradisional AS diisi oleh dua kekuatan ini. Bahkan termasuk pasar dalam negerinya sendiri. Sehingga untuk pasar dalam negerinya sendiri, AS telah memproteksi dengan berbagai macam perangkat. Mulai dari standar mutu, “sehat” (untuk produk pangan & obat-obatan), dan bahkan yang terbaru dalam bioterrorism act, mengenai kemungkinan sabotase lewat makanan dari negara-negara yang dicurigai sebagai sarang “teroris”.


Tabel 1

Pembagian Teritori Tritunggal Berdasarkan FDI (Foreign Direct Investment) dengan Bentuk Saham atau Arus Masuk Investasi

  • Pemodal Negara-Negara yang Dibagi Tahun Masuk Bentuk
  • Amerika Serikat Bangladesh, Pakistan, India, Nigeria 1988-1990 Rata-rata FDI
  • Argentina, Republik Dominika, El Salvador, Honduras, Peru, Ghana 1990 Saham FDI
  • Bolivia, Chile, Kolombia, Ekuador, Meksiko, Panama, Venezuela, Filipina, Taiwan, Papua New Guinea, Saudi Arabia 1988-1990 Rata-rata FDI, Saham FDI
  • Uni Eropa Ghana, Zambia 1988-1990 Rata-rata FDI
  • Nigeria, Tunisia, Yordania, India, Sri Lanka, Bangladesh 1990 Saham FDI
  • Slovenia, Yugoslavia, Brazilia, Paraguay, Uruguay, Kenya, Maroko 1988-1990 Rata-rata FDI, saham FDI
  • Jepang Hongkong, Malaysia, Singapura, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, Fiji 1988-1990 Rata-rata FDI
  • Republik Korea 1988-1990 Rata-rata FDI, saham FDI

Selain pasar, ekonomi AS juga goyah dengan semakin ekspansifnya ekonomi Uni Eropa dan China dalam penguasaan bahan baku. Bahkan China, di tengah krisis ekonomi dunia, semakin menunjukkan tingkat pertumbuhan yang terus naik dengan. Perlahan-lahan dia mulai mengisi pasar-pasar tradisional AS dan Jepang (sekutu dekat AS). Inilah alasan China, Rusia, Jerman dan Prancis untuk menolak agresi militer terhadap Irak. China, misalnya, telah mengadakan perjanjian eksplorasi minyak dengan Saddam. Kemudian Saddam juga telah menjalin komitmen dengan Eropa untuk menggunakan Euro sebagai cadangan devisa, hasil dari penjualan minyak. Sehingga kemudian persaingan dominasi di Timur Tengah berkembang pada persaingan mata uang antara Dolar dengan Euro.


Sehingga minyak jelas terbayang dalam rencana untuk menguasai Irak berdasarkan kepentingan AS. Bahkan, berdasarkan sebuah laporan dari korporasi perusahaan minyak dari Washington Center for Strategic and International Studies, minyak bukan lagi sebuah komoditas yang dibeli berdasarkan keseimbangan tradisional penawaran dan permintaan, namun berdasarkan keamanan nasional dan kekuatan internasional. Sehingga, menurut McMurtry, politik AS menyerbu Afghanistan dan Irak adalah politik Supra-Market (Supra-Pasar), yaitu politik yang dilandasi kepentingan ekonomi AS. Bukan berdasarkan pertimbangan hak asasi manusia, perdamaian internasional, ataupun pertahanan diri. Karena jelas, Israel, negara yang nyata melakukan okupasi dan penindasan hak asasi manusia Palestina tidak mendapat respon militer dari AS.


Negara Diktator Borjuis


Seperti yang telah diuraikan di atas, pemerintahan AS merupakan perslingkuhan antara politisi, pemodal dan militer. Gambaran negara AS memang ideal sebuah pemerintahan negara diktator borjuis dalam teori-teori negara dalam pandangan kelas Marxis. Bagaimana sejarah pembentukan, penegakan hegemoni kapitalis berlangsung secara simultan sampai sekarang. Seseorang tidak akan bisa menjadi presiden AS jika tidak memiliki dana kampanye yang kuat. Sehingga tentunya, siapapun presiden dalam sejarah AS merupakan bentuk persekutuan antara uang dan kekuatan politik (dominasi Kongres (parlemen AS) dan pengendalian militer). Namun dalam perkembangannya, militer AS berkembang menjadi satu kekuatan tersendiri dengan berbagai alat-alat dan program untuk menegakkan dominasi dan hegemoni AS di berbagai belahan dunia.


Untuk menjalankan dominasi AS di berbagai belahan dunia, AS menggunakan berbagai macam alat politik dan ekonomi. Mulai dari tentara, intelijen, diplomasi, dan ekonomi. Alat-alat dominasi pemerintahan AS adalah sebagai berikut:

  1. International Monetary Fund (IMF)
  2. Bank Dunia
  3. World Trade Organization (WTO)
  4. Departemen Keuangan AS dan Bank Sentral AS (Federal Reserve)
  5. Militer AS (National Security Council, Pentagon dan CIA)

IMF dan Bank Dunia merupakan dua lembaga keuangan utama dunia pada hari ini yang menjalankan program-program penyesuaian struktural (Structural Adjustment Programmes—SAPs) ke ratusan negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. SAPs berisikan tiga hal pokok, liberalisasi, deregulasi dan privatisasi ekonomi. Program-program ini secara nyata telah membawa banyak negara-negara sedang berkembang ke taraf hidup yang lebih rendah daripada sebelum program. Motif utama bahwa SAPs ini akan meningkatkan tingkat perekonomian tidak lain merupakan dasar bagi penguasaan sektor-sektor produksi penting oleh perusahaan-perusahaan transnasional dunia yang sebagian besar bermarkas di AS (dan tentunya terlibat dalam politik AS). Kebijakan yang menguntungkan ekonomi AS ini tentunya tidak terjadi secara tidak sengaja. AS merupakan kekuatan dominan di IMF dan Bank Dunia, di mana jika digabung semua suara puluhan negara-negara miskin dan berkembang yang menjadi anggota IMF, tidak akan cukup melawan dominasi AS dengan 18% suara. Belum lagi jika digabung dengan suara anggota G7 lainnya, maka lengkaplah dominasi 46% dari suara di IMF merupakan kepentingan negara-negara kapitalisme maju.


Tidak jauh berbeda dengan WTO. Lembaga ini merupakan tempat berkumpulnya negara-negara yang melakukan perdagangan dunia. Berdiri pada tahun 1994, hasil putaran Uruguay, sebagai kelanjutan dari General Agreement on Tariff and Trade (GATT), WTO merupakan satu lembaga internasional yang mengurusi masalah kesepakatan-kesepakatan internasional mengenai ekspor-impor, standar produk, dan lain-lain. Salah satu contoh kesepakatannya adalah Agreement on Agriculture (AoA) yang berisikan tentang penghapusan restriksi (pembatasan) pasar pangan. Ada dua konsekuensi, yaitu, pertama menghapuskan tarif impor dan bea ekspor dan kedua, menghapus subsidi-subsidi untuk pangan. Artinya sekali lagi, tidak jauh berbeda dengan IMF dan Bank Dunia, kesepakatan-kesepakatan WTO merupakan bentuk penjajahan baru terhadap kedaulatan petani dan lebih jauh kedaulatan bangsa.


Posisi Departemen Keuangan AS dan the Fed merupakan tempat penggodokan dan pembuatan kebijakan ekonomi AS. Misalnya Departemen Keuangan AS ini membuat kebijakan tentang penaikan pajak, yang akan memicu berbagai perubahan di berbagai sektor ekonomi. Juga departemen keuangan ini mewakili pemerintah AS dalam pembuatan kebijakan di IMF dan Bank Dunia. Sehingga, karena IMF, Bank Dunia, dan Departemen Keuangan AS berada di Washington dan banyak dikendalikan oleh AS, maka ketiga lembaga terakhir ini sring dinamakan sebagai Washington Consensus (Kesepakatan Washington). Sementara the Fed merupakan bank sentral paling berpengaruh di dunia, dengan tingkat cadangan emas (sebagai standar satuan Dolar AS) yang besar. Setiap perubahan suku bunga bank yang dikeluarkan oleh the Fed akan mempengaruhi banyak mata uang lain, karena banyak negara menggantungkan diri kepada Dolar AS. Bahkan berkembang anggapan bahwa the Fed mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada Gedung Putih sendiri.


National Securitiy Agency, Pentagon, dan CIA menurut John McMurtry merupakan masyarakat rahasia yang memerintah dunia melalui kekuatan teror bersenjata, disinformasi massa, jaringan narkotika rahasia, dan korupsi dan kekerasan politik di setiap level. Saking berkuasa dan rahasianya, lembaga-lembaga ini beraktivitas kadang tanpa diketahui oleh pemerintah AS sendiri. Lembaga-lembaga tersebut beroperasi di puluhan negara, terutama di negara-negara yang potensial menjadi ancaman bagi dominasi ekonomi politik AS. Mereka (terutama CIA) sering melakukan aktivitas intelijensi dan bahkan aksi bersenjata dengan memakai tudung kekebalan diplomatik yang mereka miliki.


Beberapa cara yang umum dipakai CIA seperti:

  • Penggunaan media massa, baik media (bawah tanah) sendiri maupun media massa umum untuk mengaburkan informasi sehingga menghadirkan “fakta” yang berbeda kepada masyarakat;
  • Penggunaan teror bersenjata, kudeta, pembunuhan politik dan sebagainya seperti yang pernah dipakai dalam penggulingan Soekarno;
  • Penggunaan “Cultural Front” yaitu menggunakan organisasi-organisasi massa, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, dan termasuk lembaga-lembaga donornya untuk membelokkan arah orientasi perjuangan masyarakat.

Roland G. Simbulan, dosen Universitas Filipina, yang meneliti tentang peranan CIA di Filipina menyebutkan tentang beragamnya aktivitas CIA, mulai dari aktivitas yang lunak sampai keras. Setiap stasiun CIA secara virtual (karena tidak resmi berbentuk markas CIA, biasanya memakai kedutaan atau lembaga penelitian) merupakan sebuah infrastruktur untuk intervensi politik, militer, budaya dan bahkan ekonomi. Di Filipina, CIA tidak hanya berfungsi sebagai pos yang mendengar, namun juga secara aktif terlibat dalam operasi tertutup, sabotase, pembunuhan, dan intervensi yang merendahkan kedaulatan Filipina dan kebijakan nasional untuk menentukan nasib sendiri.


Bersama dengan National Security Agency (NSA), CIA juga membuat “Proyek Echelon”, sebuah tekhnologi paling rumit dan maju untuk memata-matai. Melalui sebuah sistem relai satelit dan stasiun bicara di Australia, Selandia Baru, Inggris, Kanada, dan AS, intelijen AS mampu berhubungan, memonitor, dan memproses semua transmisi telepon, fax, email, internet dan telpon genggam di seluruh dunia. Pusat sarafnya di Fort Meade, Maryland, di mana NSA bermarkas. Kemampuan ini berimplikasi pada kemampuannya untuk menyadap rahasia umum dan pribadi kita. Sehingga, teknologi ini, pada tahun 1998 di parlemen Eropa pernah disinggung karena potensial untuk mematai siapapun, termasuk siapa-siapa yang memusuhi sekutu AS sendiri.


Sehingga, dengan berbagai perangkat dan kemampuan intelijen dan militer ini, CIA banyak terlibat dalam berbagai perubahan politik di berbagai negara (lihat Tabel 2). Bahkan, CIA tidak perlu memakai cara-cara keras untuk menjamin dominasi AS di berbagai negara dunia ketiga. Dalam “Cultural Front”, CIA memakai lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan organisasi-organisasi masyarakat sipil yang didanai oleh lembaga-lembaga donor seperti Asia Foundation, Ford Foundation, USAID, dan National Endowment for Democracy. Menurut James Petras, program-program yang ditawarkan lembaga-lembaga donor tersebut bertujuan “untuk memistifikasi dan membelokkan ketidakpuasan, menjauh dari menyerang struktur kekuasaan dan keuntungan perusahaan/ bank transnasional melalui proyek-proyek mikro tingkat lokal… yang menghindari analisis kelas eksploitasi imperialisme dan kapitalisme. Neoliberalisme hari ini membuat NGO melakukan proyek-proyek bukan gerakan; mereka memobilisasi rakyat untuk berproduksi di pinggiran, bukan untuk berjuang mengkontrol alat produksi dan kesejahteraan; mereka memfokuskan diri pada aspek-aspek finansial teknis proyek, bukan pada kondisi struktural yang menentukan kehidupan sehari-hari rakyat. “sembari menggunakan bahasa kiri seperti “pemberdayaan masyarakat”, “kesetaraan gender”, “pembangunan berkelanjutan”, dan sebagainya, NGO-NGO ini didanai oleh USAID, Asia Foundation, dll. Mereka telah membuat jaringan kerja kolaborasi dengan donor dan bahkan lembaga-lembaga pemerintah, yang mensubordinasikan aktivitas politik ke politik non-konfrontasi, bukan gerakan massa militan.”


Tabel 2

Beberapa Kejatuhan Pemerintahan dan Peran AS

  • Negara Rezim Tahun Keterangan
  • Guyana Cheddi Jagan
  • (Sosialis Demokrat) 1961-1964 CIA melakukan intervensi dengan menghembuskan prmusuhan rasial antara orang Afro Guyana dan Indo Guyana. Rezim Forbes Burnham yang korup dan jahat menggantikan.
  • Indonesia Soekarno
  • (nasionalis populis) 1945-1966 Politik luar negeri Soekarno yang anti AS dan Inggris serta nasionalisasi banyak perusahaan asing termasuk milik swasta AS, membuat Soekarno digulingkan tahun 1966 melalui kudeta militer Soeharto (Orde Baru) yang didukung oleh AS dan Inggris.
  • Cile Salvador Allende 1970-1973 Kudeta militer. Pemerintah AS dan perusahaan multi nasional bekerjasama menggulingkan Allende. Robert Gelbard, utusan AS berhasil memecah belah oposisi. Diganti dengan rezim diktator Pinochet.
  • Guatemala Jacob Arbenz
  • (Nasionalis Populis) 1950-1954 Mengekang kekuasaan United Fruit Company milik AS serta memberikan hak-hak sosial bagi serikat-serikat kerja. CIA bekerjasama dengan kelompok AD Guatemala menggulingkan pemerintahan. Korban 200.000 nyawa.
  • Iran Muhammad Mossadegh 1954 Digulingkan dengan didanai dan didalangi CIA. Diganti Syah Pahlevi yang menjamin bisnis AS dan mencegah sentimen nasional Iran.
  • Haiti Bertram Aristide
  • (rejim korup) 1991 & 1994 Dukungan Washington.
  • Nikaragua Sandinista 1984 & 1989 Washington tidak mengakui kemenangan Pemilu Sandinista. Dikalahkan oleh Violeta Chamorro, sayap kanan yang pro Washington.
  • Afghanistan Mullah Omar 2001 Mencari Osama Bin Laden sebagai kedok untuk menggolkan kepentingannya akan pembangunan pipa kilang minyak di Afghanistan. AS dan sekutunya melakukan agresi militer. Ahmad Karzai dipasang sebagai rejim boneka menggantikan Mullah Omar.
  • Venezuela Hugo Chaves 2002 Kudeta berhasil menaikkan Pedro Carmona yang didukung oleh AS. Tapi Carmona ditolak oleh Mahkamah Agung dan militer. Terbuka tabir keterlibatan seorang letnan Angkatan Bersenjata AS.
  • Irak Saddam Hussein 2003 Ini bukan untuk yang pertama kalinya. Kepentingan AS atas minyak bumi di Irak sebagai penghasil minyak terbesar ketiga di dunia selalu terhalangi oleh Saddam Hussein. Akhirnya, Maret 2003 ini, AS melakukan agresi militer ke Irak


Agresi AS ke Irak Mempertajam Kontradiksi


Tahun 1960-an, di Eropa dan Amerika pernah tercipta “Flower Generation” (“Generasi Bunga”) yang melakukan gerakan penentangan perang. Generasi ini muncul dengan gaya hidup dan ideologi yang menolak kemapanan (kapitalisme AS) yang bertindak machiavellis dengan melakukan perang di berbagai belahan dunia. Secara intelektual, pada waktu ini marak kemunculan tradisi inteletual Marxis dan Post-Marxis. Muncul perdebatan tentang sebuah alternatif dari kebuntuan politik dunia di bawah kapitalisme AS yang melakukan agresi ke berbagai negara seperti Vietnam. Sehingga kemudian marak kelompok-kelompok baik bergerak secara damai atau bersenjata mengklaim berideologi Marxis dari berbagai aliran.


Sekarang, di era agresi AS ke Irak, terdapat sebuah kesempatan untuk meluaskan pandangan alternatif (dan memang sebuah kemajuan) dari sistem bobrok yang mendominasi dunia hari ini. Kesempatan untuk mempertajam kontradiksi, bahwa imperialisme-lah yang berkuasa di dunia hari ini dengan alat utamanya negara AS. Jika sebelum agresi ke Irak kita menamakan “Era Pasca Perang Dingin”, maka setelah agresi AS ke Irak, kita telah memasuki era baru: “Era Pasca Agresi AS”. Di mana, pasca Perang Dingin, kita melihat seolah-olah negara sudah tidak berperan lagi, ternyata eksistensi negara tidak menghilang malah semakin kuat. Tidak ada negara manapun sekarang ini yang mempunyai kekuasaan sebesar AS. Teori lama kita yang mengatakan bahwa negara adalah kepanitiaan dari kelas berkuasa masih berlaku. Teori bahwa dunia hari ini dikuasai oleh imperialisme, maka negara-negarapun dikuasai oleh imperialis masih benar.


Sehingga, di tingkat dunia, terjadi dua front pertempuran. Pertama, antara rakyat sedunia, yang tertindas dan terhisap dalam imperialisme, melawan perusahaan-perusahaan transnasional yang menjarah hak-hak hidup mereka, antara pemilik modal dengan bukan pemilik modal, antara proletariat dan borjuasi nasional yang dirugikan melawan kapitalis imperialis. Kedua, front pertempuran antara negara-negara yang dirugikan oleh imperialisme (negara-negara sedang berkembang) melawan dominasi AS dan sekutu-sekutunya yang mendukung imperialisme, antara kedaulatan nasional melawan intervensi luar negeri. Irak, Iran, Kuba, Libya, Korea Utara, dan beberapa negara Amerika Latin termasuk pada blok negara-negara yang pertama.


Di mana posisi Indonesia? Indonesia di bawah rejim SBY-JK merupakan kaki tangan (komprador) kepentingan AS dan neoliberalisme. Sehingga rakyat Indonesia hari ini berhadapan dengan dua front pertempuran. Pertama, berhadapan dengan negara yang tidak lagi mensejahterakan. Negara yang mencabut subsidi-subsidi dan mengurangi anggaran-anggaran untuk sektor publik berdasarkan kesepakatan dengan imperialis. Pertempuran melawan borjuasi komprador dan borjuasi kapitalis birokratik. Kedua, berhadapan dengan kekuatan kapitalis imperialis yang masuk ke negeri ini dengan memboncengi program-program IMF, Bank Dunia, dan WTO yang disahkan oleh negara. Pertempuran melawan imperialis yang mengambil hak-hak hidup orang banyak, merampok aset-aset produksi vital bangsa, dan membuat si miskin semakin miskin. Pertempuran antara si proletar dengan si kapitalis imperialis. Melawan imperialis yang menjarah Semen di Padang dan Gresik, Tembaga di Soroako, Emas di Papua, Minyak di Riau, Aceh dan Kalimantan.


Maka, penolakan kita terhadap agresi AS ke Irak merupakan bentuk perlawanan kita menentang imperialis, yang juga menjarah hak-hak hidup rakyat Indonesia. Bahwa, ketika kita melawan dominasi AS, maka kita bisa juga diperlakukan seperti Irak. Perang ini akan menjadi kesempatan bagi kita, kaum sosialis, untuk menawarkan suatu kemajuan, suatu yang lebih baik, suatu yang mensejahterakan rakyat: Sosialisme!


https://willyaditya.com/

10 November 2007

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More