Slogan : “Hukum itu milik Alloh, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.”
Itulah teriakan Abdurrohman bin Muljam Al Murodi (Khowarij) ketika menebas tubuh khalifah Ali bin Abi Tholib pada saat bangkit dari sujud sholat Shubuh pada 19 Ramadhan 40 H.
Abdurrohman bin Muljam menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan pedang yang sudah dilumuri racun yang dahsyat. Racun itu dibelinya seharga 1000 Dinar.
Tubuh imam Ali bin Abi Tholib mengalami luka parah, tapi beliau masih sedikit bisa bertahan.
Tiga hari berikutnya (21 Romadlon 40 H) nyawa sahabat yang telah dijamin Rasulullah SAW sebagai penghuni surga itu hilang di tangan seorang muslim yang selalu merasa paling Islam.
Imam Ali dibunuh setelah dikafirkan.
Imam Ali dibunuh setelah dituduh tidak menegakkan hukum Alloh.
Imam Ali dibunuh atas nama hukum Alloh.
Itulah kebodohan dan kesesatan orang Khowarij yang saat ini masih ngetrend ditiru oleh sebagian umat muslim.
Maka sebagai hukuman atas kejahatannya membunuh imam Ali as, Ibnu Muljam kemudian dieksekusi mati dengan cara qishos .
Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo:
“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Alloh.”
Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya membunuh suami Sayyidah Fathimah az zahro sepupu Rosululloh, dan ayah dari imam Al-Hasan dan imam Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah.
Seorang ahli surga meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Alloh.
Potret Ibnu Muljam adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern kini.
Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasi untuk berjihad di jalan Alloh dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa sesama kaum muslimin.
Siapa sebenarnya Ibnu Muljam?
Diceritakan oleh Syamsuddin ad-Dzahabi (748 H) dalam kitabnya Tarikhul Islam wa Wafayati Masyahiril A’lam bahwa Ibnu Muljam merupakan sosok ahli al-Quran dan ahli fikih. Selain itu, ia merupakan orang yang gemar beribadah.
Ya, Ibnu Muljam adalah lelaki yang terlihat sholih, zahid dan bertakwa sehingga mendapat julukan Al-Muqri’.
Sang pencabut nyawa imam Ali as ini itu juga seorang hafidz (penghafal Alquran) dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.
Kholifah Umar bin Khottob pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Alquran kepada penduduk negeri piramida itu.
Dalam pernyataannya, Kholifah Umar bin Khottob bahkan menyatakan: “Abdurrohman bin Muljam, salah seorang ahli Alquran yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Alquran kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash” kata Umar. [Nukilan dari Al Ghuluww, Mazhâhiruhu, Asbâbuhu, ‘Ilâjuhu, Muhammad bin Nâshir al ‘Uraini, Pengantar: Syaikh Shâlih al Fauzân, Tanpa Penerbit, Cetakan I, Tahun 1426 H]
Sebelumnya, Ibnu Muljam juga merupakan salah satu pendukung Ali bin Abi Thalib. Bahkan ia juga pernah berperang bersama Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal melawan Aisyah, serta ia juga pergi ke Kufah untuk mengikuti perang Siffin antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Muawiyah.
Namun saat perang siffin berakhir, dan disepakati arbitrase antara Ali dan Muawiyah, Ibnu Muljam menyatakan ketidak setujuannya.
Ia berpendapat, dengan mengutip al-Quran, bahwa kesepakatan yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah tidak sesuai dengan tuntunan al-Quran dan Rasul Saw.
Ibnu Muljam pun keluar dari barisan pendukung Ali bin Abi Thalib dan memilih untuk menjadi bagian dari kelompok Khawarij.
Jargon terkenal khawarij “lā hukma illa Allah” (tidak ada hukum yang harus ditaati kecuali hukum Allah) ia gunakan untuk menolak kebijakan Ali yang tunduk kepada arbiterase.
Afiliasinya kepada sekte Khowarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit.
Ibnu Muljam menetapkan klaim terhadap surga Alloh dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Sehingga dia dengan sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam.
Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Alloh dan Rosululloh.
Menjelang Kematian Ali bin Abi Thalib as
Ibnu Muljam tidur di masjid dengan menyembunyikan pedang beracun di dalam bajunya. Ia tahu bahwa Imam Ali tidak pernah ketinggalan shalat subuh.
Begitu waktu subuh tiba, sebagaimana biasa Amirul-Mu`minin Ali bin Thâlib keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat Subuh dan membangunkan manusia. Imam Ali pula yang membangunkannya dari tidur.
Saat Imam Ali sedang sujud dalam shalatnya, saat itulah Ibnu Muljam pun menghunjamkan pedang beracunnya ke batok belakang kepala Imam Ali.
Ketika Ibnu Muljam menyabetkan pedangnya pada Imam Ali Radhiyallahu ‘anhu, ia berseru: “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, bukan milikmu atau orang-orangmu (wahai ‘Ali),”
lantas ia membaca ayat :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridloan Alloh; dan Alloh Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. al Baqarah/2:207)
Meskipun Ibnu Muljam hafal Alquran, “bertaqwa dan rajin beribadah”, tapi semua itu ternyata tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su’ul khotimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya.
Generasi Baru Ibnu Muljam
Sadarkah kita bahwa saat ini telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur.
Mereka adalah kalangan sholeh yang menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Alloh dengan cara mengkafirkan sesama muslim.
Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiyai dan ulama.
Raut wajah mereka memancarkan kesalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud di dahi. Mereka senantiasa membaca Alquran di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi.
Rasulullah dalam sebuah hadits telah meramalkan kelahiran generasi Ibnu Muljam ini:
“Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Alquran dengan lisan mereka tetapi tidak melewati tenggorokan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.” (Shohih Muslim, hadits No.1068)
Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin.
Apa pesan moral yang kita dapat dari sejarah berdarah ini?
Bahwa pakaian agama tidaklah menjamin akhlak seseorang. Seperti iblis, ia beribadah dengan kesombongan.
Hebatnya ritualnya bukannya menjadikannya sebagai manusia yang lembut dan pengasih, tetapi menjadikannya orang yang keras hati.
Apa yang menjadikan seseorang itu beragama tapi tidak menjadikannya benar?
Jawabannya mudah. Sombong. Inilah sifat yang membuat iblis di kutuk meski ia dikabarkan mahluk yang paling taat beribadah pada masanya.
Wahai kaum muslimin, waspadalah pada gerakan generasi Ibnu Muljam. Mari kita siapkan generasi muda kita agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru.
Islam itu agama Rohmatan Lil Alamin. Islam itu agama keselamatan. Islam itu merangkul, dan bukan memukul.