Selasa, 11 April 2023

Apakah Memperingati Maulid Nabi saw itu bid’ah?


Padahal, Rasulullah saw bersabda, “man ‘azhzhama maulidy kuntu syafi’an lahu yaum al-Qiyamah”

artinya: Barangsiapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di Hari Kiamat. 

(Hadits Riwayat Ibnu Asakir Dalam Kitab Tarikh, Juz 1, Halaman 60). Menurut Imam Dzahabi: sahih sanadnya.

✍️ Apa kata para ulama besar Madzhab Syafi’i?

Simak kutipannya dalam video berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=9_wFSWMzrP4

✍️  Tidak Semua Yang Tidak Dicontohkan Rasulullah Itu Bid’ah Yang Haram

Jika semua yang tidak dicontohkan Rasulullah disebut bid’ah, kita-kita generasi akhir zaman ini, tidak akan bisa mengenal Islam dari sumber terpercaya.

Sumber Islam paling pokok adalah al-Qur’an dan Sunnah, baru kemudian ijtihad ulama melalui ijma’ dan qiyas. 

Kita bisa mengenal Al-Qur’an dan Hadis karena bid’ah yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah. 

Al-Qur’an di zaman Rasulullah dan sahabat tersimpan terutama di dada para penghafal al-Qur’an. Belum ada mushaf utuh. Catatatan al-Qur’an terberai di tangan para sahabat, ditulis di daun lontar, tulang, dan batu.

Seusai perang Yamamah, banyak sahabat penghafal al-Qur’an gugur. Kepada Khalifah Abu Bakar, Sahabat Umar ra usul agar dihimpun mushaf untuk menjaga otentisitas al-Qur’an. 

Abu Bakar menolak dan berkata: “Kaifa naf’alu sya’an lam yaf’alhu Rasulullah?”: “Bagaimana kita melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah?”

Umar bergeming, terus meyakinkan Abu Bakar dan berkata: “Hadzâ wallâhi khairun”: “Demi Allah ini kebaikan.” 

Akhirnya, setelah terus diyakinkan Umar, dada Abu Bakar terbuka, menyetujui usul Umar dan memerintahkan Zaid ibn Tsabit memimpin tim penghimpunan al-Qur’an (Jalaluddîn as-Suyûthi, al-Itqân fî Ulûmil Qur’ân, Beirut: Dar –l Fikr, 2005, Juz 1, hal. 82).

Seandainya kita ikuti kelompok literalis, menganggap semua hal yang tidak dilakukan Rasulullah sebagai bid’ah, kita sekarang tidak bisa baca al-Qur’an! Di zaman Utsman, kodifikasi mushaf digalakkan besar-besaran, dibagikan secara massif keluar tanah Hijaz.

Mushaf telah dihimpun di zaman Abu Bakar, dicetak massif dan dibagikan di zaman Utsman. Orang selain Arab, seperti kita, tetap tidak bisa baca al-Qur’an tanpa bantuan bid’ah para ulama. 

Jangan bayangkan mushaf zaman dulu seperti sekarang. Dulu huruf Arab gundul, betul-betul gundul, tanpa titik dan harakat. 

Kita tidak bisa membedakan huruf Ta’, Ba’ dan Tsa’, karena hanya berupa cengkok tanpa titik. Huruf Shad dan Dhad juga tidak ada bedanya.

Orang yang pertama kali meletakkan titik ke dalam huruf Arab (awwalu man wadha’an nuqoth alal hurûf) adalah Abu-l Aswad ad-Du’ali, pada 62 H. Beliau adalah generasi tabi’in.

Seabad kemudian, Imam Kholil ibn Ahmad al-Farahidi yang wafat pada 185 H, melengkapi dengan harakat sehingga kita mengenal harakat fathah, kasrah, dhammah, sukun, tanwin, dst. 

Tanpa bantuan ‘bid’ah’ dua ulama ini, orang ajam seperti kita tidak akan bisa membaca al-Qur’an.

Kita juga berhutang kepada Abu Ubaid Qosim ibn Salam (w. 224 H) yang menemukan ilmu tajwîd, sehingga untaian ayat al-Qur’an indah dibaca dan didengar. 

Sekali lagi, tanpa bid’ah Sahabat dan ulama, kita tidak bisa mengenal al-Qur’an dan membacanya dengan baik dan benar.

Sumber kedua Islam adalah hadis. Kitab-kitab hadis yang terhimpun seperti al-Muwattha’ karya Imam Malik, Musnad Ahmad karya Imam Ahmad ibn Hanbal, dan kitab-kitab sunan (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibn Majah) adalah produk bid’ah karena tidak diajarkan Rasulullah saw.

✍️  Anjuran Maulid dari Khulafa’urrosyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib ra)

Sumber: Kitab “An-Ni’matul Kubra ‘alal ‘Alami fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam” halaman 5-7, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami (909-974 H. / 1503-1566 M.), cetakan “Maktabah al-Haqiqat” Istambul Turki:

1. Sayyidina Abu Bakar RA. berkata:

من أنفق درهما على قراءة مولد النبي صلى الله عليه وسلم كان

رفيقي في الجنة

Artinya:

———-

“Barangsiapa membelanjakan satu dirham (uang emas) untuk mengadakan pembacaan Maulid Nabi SAW, maka ia akan menjadi temanku di surga.”

2. Berkata Sayyidina Umar RA.:

من عظم مولد النبي صلى الله عليه وسلم فقد أحيا الإسلام

Artinya:

———-

“Barangsiapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.”

3. Berkata Sayyidina Utsman RA.:

من أنفق درهما على قراءة مولد النبي صلى الله عليه وسلم فكأنما شهد غزوة بدر وحنين

Artinya:

———-

“Barangsiapa membelanjakan satu dirham (uang mas) untuk mengadakan pembacaan Maulid Nabi SAW, maka seakan-akan ia ikut-serta menyaksikan perang Badar dan Hunain.”

4. Sayyidina Ali RA. berkata:

من عظم مولد النبي صلى الله عليه وسلم وكان سببا لقراءته لا يخرج من الدنيا إلا بالإيمان ويدخل الجنة بغير حساب

Artinya:

———-

“Barangsiapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, dan ia menjadi sebab dilaksanakannya pembacaan maulid Nabi, maka tidaklah ia keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab”

✍️  Jika Makanan Saja Dijadikan Hari Raya Bagaimana Dengan Kelahiran Rasulullah saw?

Dalam Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 114: “Isa putera Maryam berdoa: Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi Hari Raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama”.

Jika turunnya makanan saja bisa dijadikan Hari Raya, mengapa Kelahiran Rasulullah saw (Maulid Nabi saw), oleh sebagian orang tidak boleh dirayakan?

Fakta-fakta ini mematahkan argumen pokok kelompok literalis yang memukul rata semua bid’ah. 

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More