Selasa, 11 April 2023

Jubir PBB : Konpriasi di Balik Perang Irak, Libya dan Suriah

 




Kondisi Suriah Sebelum Konflik Meletus

oleh : Mufti Agung Damaskus, Syekh Muhammad Adnan Al-Afyouni

Di Suriah tak pernah terjadi perserteruan antar kabilah. Negara kami aman, penduduknya ramah. Sambutan mereka terhadap tamu sangat luar biasa. Kami sambut dengan baik warga Irak pada 2003, rakyat Palestina sejak 1960-an, dan bagaimana kami perlakukan baik orang Lebanon pada 2006, atau warga Kuwait saat perang dengan Irak.

Mereka yang tinggal di Damaskus, akan merasa seolah ia penduduk asli. Dan tiba-tiba, Arab Spring memporak-porandakan semua.

Suriah, sejak awal, adalah satu dari sekian negara dengan stabilitas, keamanan, dan kesejahteraan yang tinggi. Sistem sosialnya yang sangat teratur di antara segenap elemennya. Suriah merupakan potret negara percontohan yang sukses merekatkan unsur masyarakat yang berbeda, baik etnis, suku, mazhab, dan agama.

Dan, ketahuilah, alhamdulillah, sejak awal, Suriah termasuk negara paling aman di dunia. Suriah adalah negara yang tak ada fakir miskin, tak ada orang kelaparan. Orang bisa tinggal di suriah dengan biaya hidup termurah di dunia.

Warga menikmati kondisi itu. Pendidikan gratis dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi strata tiga (doktoral). Kesehatan gratis, baik untuk bedah atau selain bedah. Listrik semigratis. Warga bisa mendapatkan fasilitas-fasilitas dengan mudah dan gratis berkat subsidi negara. Tapi, yang terjadi sudah terjadi. 



Republika: Syekh, banyak bertebaran fatwa wajib jihad di Suriah. Bagaimana menurut Anda?


Syekh: Saya yakin, fatwa semacam ini salah kaprah. Bertentangan dengan ruh Islam. Fatwa jihad di Suriah yang dikeluarkan sejumlah kalangan itu, tak sejalan dengan prinsip dan kaedah jihad yang diperintahkan agama.

Islam datang untuk mempertahankan kelangsungan hidup umat manusia, bukan malah sebaliknya, yaitu membunuh mereka.

Islam hadir untuk membawa umat manusia tinggal di Surga, dan bukan neraka. Tak pernah sekalipun Islam datang untuk membunuh.

Ajaran-ajaran Islam yang luhur memperlihatkan, bagaimana perempuan yang mengurung kucing divonis masuk neraka, sementara ini lebih mulia lagi, konteksnya adalah manusia.

Bagaimana dengan dampak puluhan, ratusan, hingga ribuan korban yang meninggal akibat fatwa itu? Entah anak-anak, perempuan, lansia, dan seterusnya. Islam menjaga keutuhan nyawa.

Jihad yang disyariatkan oleh Allah SWT melawan penguasa, itu hanya sebatas memastikan agar manusia bisa memeluk dan menjalankan agama dengan baik (Lihat QS al-Anfaal [8]: 39).

Lantas apakah kita akan menamakan perang yang membunuhi umat Islam sendiri itu sebagai jihad?

Mereka sama-sama bersyahadat. Ada ribuan masjid di sini, pesantren, dan madrasah. Bagaimana itu disebut jihad?

Jihad diperbolehkan bila kita umat Islam diperangi oleh musuh yang memerangi negara kita. Ini wajib hukumnya bentuk bela negara. (Lihat QS al-Hajj [22]: 39). Bagaimana bisa jihad memerangi sesama Mukmin dan Muslim dinamakan jihad?

Saya tanya anda satu pertanyaan penting. Jika kita yakin Zionis Israel telah merebut Masjid al-Aqsha dan Palestina, mengapa kita tidak alihkan jihad tersebut ke sana?

Mereka tak menembakkan satu peluru pun untuk kemerdekaan Palestina. Bagaimana mereka membolehkan jihad di Suriah, sementara mereka tidak mengeluarkan fatwa mendesaknya jihad membebaskan al-Aqsha?

Apakah agama itu ditentukan dengan standar manusia? Atau agama adalah syariat Allah yang wajib kita sikapi hati-hati?

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More