Minggu, 26 Maret 2023

Manajemen Stress : Psikologi

 


Dalam keseharian, setiap individu tidak pernah dilepaskan dari masalah. Mulai dari masalah yang berkaitan dengan keluarga (anak, orang tua), pekerjaan, maupun hubungan interpersonal. Misalnya saja banyaknya tagihan yang harus dibayar di akhir bulan, pekerjaan kantor yang selalu dihadapkan pada deadline, anak yang selalu rewel, dan sebagainya. Masalah-masalah yang muncul tersebut dikenal dengan istilah stres. Namun, tidak semua stres berkonotasi dengan hal yang negatif. Kelahiran anak, promosi jabatan, kelulusan, merupakan contoh stres yang positif (eustress). Dalam artikel ini, yang akan menjadi fokus pembahasan adalah stres dalam konteks yang negatif termasuk bagaiamana coping  atau penyelesaian terhadap stres tersebut.


Ada begitu banyak definisi yang menjelaskan pengertian stres. Mayoritas orang menyebut stres sebagai sesuatu yang terjadi pada mereka, berupa kejadian yang mengenakkan maupun tidak mengenakkan. Sebagian lagi mendefinisikan stres sebagai sesuatu yang berpengaruh pada tubuh, pikiran, dan perilaku sebagai wujud respon terhadap suatu kejadian. Dari kedua gambaran mengenai stres tersebut dapat dilihat bahwa inti dari stres adalah adanya keterlibatan kejadian dan respon kita terhadap kejadian ittu. Namun, hal terpenting yang menjadi faktor kritis adalah bagaimana pikiran kita mengenai situasi itu.


Lalu, dari manakah datangnya stress ? Ada beberapa sumber yang dapat dikategorikan sebagai pemicu munculnya stress, yaitu :


1) Tension, yaitu suatu keadaan dimana kita mengalami tegang atau tekanan mental, contohnya : mempunyai hutang, suami atau istri selingkuh, hendak menghadapi ujian akhir sekolah, dll.


2) Frustrasi, yakni mengalami kekecewaan karena ambisi atau cita-cita kita terhambat oleh sesuatu atau disaat kita mengalami kegagalan. Misalnya saja gagal dalam berumah tangga, gagal sekolah, gagal dalam panen,dll.


3) Konflik, rasa ketegangan, kecemasan yang disebabkan sukar menentukan dua pilihan atau lebih. Contohnya pasangan suami-istri yang selalu tidak rukun, apakah akan bercerai atau tidak.


4) Krisis, kejadian mendadak, sementara upaya untuk mengatasinya diluar kemampuan kita, sebagai contoh terjadinya bencana alam, kematian seseorang yang kita sayangi dan kita cintai.


 

Berbicara tentang stres, terkadang menimbulkan pertanyaan, apakah stress itu baik ? Apakah stress itu menyehatkan ?Jawabannya bisa iya bisa juga tidak. Mengapa? Pada dasarnya, dengan  stress kita dapat melatih daya tahan mental sehingga menjadi lebih kuat dalam menghadapi keadaan ataupun kondisi yang tidak mengenakkan. Namun apabila stress di biarkan berlanjut, maka kehidupan kita sehari-hari dapat terganggu karenanya.


Ketika dihadapkan dalam situasi yang menekan (stres), secara otomatis kita akan melakukan proses evaluasi dengan mempergunakan kapasitas mental. Mulai dari keputusan untuk menyebut situasi tersebut menakutkan ataukah tidak, bagaimana proses penyelesaiannya, dan kemampuan apa yang dapat kita gunakan. Jika kita melihat situasi itu lebih berat dibandingkan dengan kemampuan penyelesaian yang kita miliki, maka dapat dikatakan keadaan ini stressful dan memunculkan reaksi berupa respon terhadap stres. Sebaliknya, bila kita merasa mampu untuk menyelesaikan masalah itu, maka penilaian kita terhadap situasi tersebut bukan sebagai sesuatu yang stressful.


Adanya stres ini, akan membawa efek tersendiri bagi individu yang mengalaminya, baik efek fisik (misalnya sakit kepala,serangan jantung, dsb) maupun efek psikologis. Efek fisik misalnya saja menderita sakit kepala, kram perut, atau bahkan terkena serangan jantung mendadak bagi sebagian individu. Sementara itu, efek psikologis yang dapat dimunculkan dari stres antara lain ada rasa sedih yang berkepanjangan, seringkali terlihat marah, melamun, dsb. Berat ringannya efek yang ditimbulkan dari stres ini sangat tergantung pada kemampuan individu untuk melakukan kontrol atas kehidupannya, yakni sebagai salah satu fondasi dasar dalam konsep manajemen stres.


Manajemen stres adalah tentang bagaimana kita melakukan suatu tindakan dengan melibatkan aktivitas berpikir, emosi, rencana atau jadwal pelaksanaan, dan cara penyelesaian masalah. Manajemen stres diawali dengan mengidentifikasikan sumber-sumber stres yang terjadi dalam kehidupan. Langkah ini tidaklah semudah bayangan kita. Terkadang sumber stres yang kita hadapi sifatnya tidak jelas dan tanpa disadari, kita tidak mempedulikan stres itu sebagai langkah untuk meminimalisir beban pikiran, perasaan, dan perilaku.  Misalnya saja, kita sepaham bahwa pekerjaan yang dikejar oleh deadline selalu menimbulkan ketidaknyamanan, namun karena kita tidak peduli dengan efeknya, kita menjadi terbiasa untuk selalu pekerjaan.


Langkah selanjutnya dari manajamen stress adalah memilih strategi penyelesaian masalah yang efektif. Secara umum ada dua cara, yakni : a) mengubah situasi (hindari sumber masalah) dan b) mengubah reaksi kita terhadap sumber stress tersebut. Jika melihat cara pertama, yaitu mengubah situasi, tidak semua hal dapat kita ubah seperti yang kita inginkan. Misalnya saja terjadinya bencana, kematian, dan sebagainya, tentu hal-hal semacam ini membutuhkan sikap yang lebih adaptif. Cara mengubah situasi lebih tepat untuk sumber stress yang bisa kita cegah. Contohnya saja jika beberapa hari lagi kita akan menghadapi ujian, langkah paling tepat untuk menghindari stress adalah dengan menyiapkan fisik dan mental jauh-jauh hari agar ketika mendekati hari ujian, kita akan lebih siap.


Cara kedua untuk menghadapi sumber stress adalah mengubah reaksi kita. Tidak mudah untuk melihat nilai positif dari hal buruk yang dialami. Namun terkadang, ketika kita berusaha menerima situasi-situasi tidak menyenangkan yang tidak dapat diubah, sebenarnya hal tersebut adalah langkah awal untuk bisa melihat sisi positif dari apa yang kita alami. Selanjutnya adalah menurunkan standar pribadi. Tanpa disadari, kita menciptakan level-level tertentu yang ingin dicapai. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, namun ketika kita justru merasa terbebani dan tidak nyaman, ada baiknya jika kita mulai berdamai dengan kondisi yang ada serta melihat kembali apa yang ingin dicapai dalam hidup. Kata-kata “aku harus” atau “tidak boleh”, mungkin dapat diubah dengan kata-kata yang sarat akan nilai kompromi, misalnya “Aku akan berusaha dan bila hasilnya belum sesuai dengan harapan, maka aku akan mencobanya lagi”.


Manajemen stress lainnya adalah melakukan aktivitas menyenangkan. Aktivitas tersebut bisa berkaitan dengan hobi atau melakukan sesuatu bersama orang-orang yang kita sayangi, misalnya jalan-jalan ke tempat favorit, mengunjungi tempat-tempat yang baru, dan sebagainya. Selain itu, membiasakan gaya hidup yang sehat juga merupakan cara efektif agar kita dapat bertahan dari stress. Langkah mudahnya adalah melakukan olahraga ringan secara teratur, menjaga asupan makanan bergizi, menghidari alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang, serta mengurangi kandungan gula dan kafein.


Terakhir, kita juga dapat berlatih untuk melakukan teknik relaksasi. Bila kita diliputi perasaan-perasaan diatas sebagai akibat baru saja mengalami suatu peristiwa tidak mengenakkan yang kemudian berpengaruh pada tubuh (misalnya menjadi cepat lelah, perut mual, badan gemetar, dan sebagainya), hal tersebut adalah wajar.Setelah menyadari adanya perasaan-perasaan dan efeknya terhadap tubuh, langkah kita selanjutnya adalah berupaya untuk merilekskan atau menenangkannya. Langkah ini disebut sebagai relaksasi.  Relaksasi berguna untuk menurunkan denyut nadi dan tekanan darah, juga mengurangi keringat serta mengatur pernafasan. Relaksasi misalnya dapat digunakan ketika otot terasa tegang, diliputi kecemasan, sulit tidur, kelelahan, kram otot, nyeri pada leher dan punggung, juga tekanan darah tinggi.Relaksasi sendiri dapat dilakukan sesuai kebutuhan masing-masing, dalam sehari misalnya, dapat diterapkan dua kali sehari selama @ 15 menit. Tiap orang dapat melakukannya sendiri tanpa bantuan tenaga ahli, kuncinya adalah merasakan ketegangan tubuh kemudian membuatnya rileks atau tenang.


 Bagaimana caranya ?


Langkah pertama adalah mencari posisi yang nyaman bagi tubuh, bisa dengan berbaring atau duduk di kursi dengan kepala ditopang. Otot-otot ditegangkan selama lima sampai tujuh detik dan dirileksasikan dua belas hingga lima belas detik. Bila otot masih tegang, ulangi hingga lima kali. Lebih jelasnya, berikut langkah-langkah untuk relaksasi :


Pada posisi yang nyaman dan tenang serta mata tertutup, kepalkan tangan kanan, kencangkan hingga lima detik. Rasakan ketegangan pada kepalan tangan, tangan, dan lengan bawah kemudian lepaskan. Rasakan kelenturan pada tangan kanan. Selanjutnya lakukan pada tangan kiri.

Arahkan perhatian pada kepala, kerutkan dahi sekuat-kuatnya. Sekarang rileks dan lemaskan. Bayangkan seluruh dahi dan kepala menjadi kendur dan istirahat. Selanjutnya tekan kepala ke belakang sejauh mungkin. Rasakan ketegangan pada leher. Sekarang rileks, biarkan kepala kembali pada posisi yang nyaman.

Beri kesempatan pada seluruh tubuh untuk relaks. Sekarang tarik nafas dalam-dalam, tahan. Rasakan ketegangan yang muncul. Sekarang hembuskan nafas, biarkan dada bebas dan udara keluar. Ulangi beberapa kali.

Kencangkan pantat dan paha dengan menekan sekuat mungkin tumit ke bawah. Rasakan ketegangannya. Sekarang rileks. Selanjutnya tekuk telapak kaki ke bawah dan kencangkan betis. Rasakan ketegangannya kemudian rileks.

Rasakan kelelahan keluar melalui tubuh bagian bawah pada saat relaks.

Demikian tips yang mungkin dapat diterapkan ketika kita sedang mengalami suatu keadaan yang kurang/tidak nyaman. Relaksasi ini dapat kita lakukan setiap hari sehingga efek jangka panjangnya, tubuh dan pikiran akan terasa lebih tenangkan. Selamat mencoba.

Sebaik-baik kalian adalah yang mengajak kalian kepada amal kebaikan


 

Rasulullah saw bersabda:

Sebaik-baik kalian adalah yang mengajak kalian kepada amal kebaikan.


Setiap muslim diperintahkan untuk menjadikan dirinya bermanfaat bagi mahluk yang lain. Manfaat itu kelak akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri 


Guna mendapatkan kebaikan dari manfaat yang kita berikan kepada orang lain, harus disertai keikhlasan. Ikhlas Beramal adalah salah satu kunci diterimanya amalan kita. Ikhlas Beramal itulah yang menjadi moto Kementerian Agama. Ikhlas dimaknai bahwa amalan yang dilakukan semata-mata mengharap Ridho Allah SWT.

Beristighfar atas Ibadah-Ibadahnya


 Kami memiliki guru yang berkata: hendaknya kita juga beristighfar atas solat kita.


Orang-orang yang bermaksiat bertaubat dari maksiat-maksiatnya, sedangkan para ahli ibadah dan para Arif beristighfar atas ibadah-ibadah mereka. 

(para Arif mengetahui agungnya hak Allah swt, sehingga mereka beristighfar atas ibadah-ibadah mereka, karena hak Allah jauh lebih agung dari itu semua).

4 Keburukan yang Menimpa Manusia


 من مواعظ علی علیه السلام

من استطاع أن یمنع نفسه من أربعة أشیاء فهو خلیق بأن لا ینزل به مکروه ابداَ، قیل و ما هن یا أمیر المؤمنین؟ قال: العجلة و اللجاجة و العجب و التوانی

تحف العقول 222


Artinya:

Barang siapa berhasil menjauhkan empat perkara dari dirinya, maka dia layak untuk tidak ditimpa keburukan selamanya. 

Mereka bertanya, apakah gerangan keempat perkara itu, wahai Amirul Mu'minin?

Beliau menjawab, "Ketergesa-gesaan, keras kepala, kesombongan dan kemalasan."

(📚Tuhaf Al-Uqul halaman 222)



"Siapa saja yang bisa menjauhkan empat perkara ini, baik secara individu maupun kelompok, ia tidak akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkannya. 


Pertama, membuat keputusan dengan tergesa-gesa, tanpa hati-hati dan ketelitian, atau melakukan suatu pekerjaan dengan tergesa-gesa. (Ketergesa-gesaan tidak sama dengan kecepatan)


Kedua, keras kepala. Salah satu hal serius yang menimbulkan banyak masalah yang berbahaya adalah sikap keras kepala pada hal-hal yang tidak benar. Misalnya dalam satu kasus, karena telah mengatakan sesuatu atau memutuskan satu sikap, seseorang tidak bersedia menarik ucapan atau mengubah sikap walaupun terbukti ia salah.


Ketiga, kecongkakan dan takabbur. Sifat ini membutakan mata seseorang dari kekurangan dan kelemahannya, sebab ia hanya melihat kebaikan pada dirinya.


Keempat kelambanan dan kemalasan, misalnya dengan menunda-nunda pekerjaan hari ini untuk esok.


Setelah menimba banyak pengalaman dalam waktu yang cukup lama, saya berkesimpulan bahwa apa yang dikatakan Imam Ali (as) ini sungguh kata-kata bijak yang murni.

Segala kemalangan dan keburukan yang menimpa masyarakat muncul karena sifat-sifat ini. 

Semoga Allah SWT menjauhkan diri kita dari hal-hal buruk itu dengan mujahadah kita dan taufikNya."


Apakah Allah SWT Ridho dengan Kita?

 


Dalam doa hari ini (hari kedua Ramadhan), kita memohon kepada Allah swt agar di bulan Ramadhan membawa kita lebih dekat ke keridhoan-Nya.

Dalam riwayat disebutkan bahwa, jika kamu ingin mengetahui bahwa apakah Allah swt ridho kepadamu, maka lihatlah apakah kamu ridho kepada Allah swt atau tidak?!

Beberapa orang tidak ridho kepada Allah swt dan mengeluh kepada Allah swt, mengapa orang-orang semua memiliki sesuatu (harta, anak, rumah, dll) dan aku tidak?! Atau mengapa orang-orang dalam keadaan sehat wal afiat seangkan aku sakit?!

Kita tidak seharusnya berada dalam keadaan seperti ini, akan tetapi sebaliknya kita harus selalu ridho dan puas dengan semua keputusan Allah swt dan ridho dalam keadaan apa pun kita berada.


Salah seorang waliyullah sakit selama 30 tahun, orang-orang bertanya kepadanya, apakah Anda tidak ingin sembuh? Dan Anda tidak merasa sedih dengan masalah penyakit ini?

Beliau tidak mengungkapkan kesedihan sama sekali.


Jadi jika kita ingin tahu apakah Allah Ridho Kepada kita atau tidak?! 

Maka hendaknya kita melihat ke dalam hati apakah kita ridho kepada Allah swt dalam hidup ini atau tidak.

Selalu Dalam Keadaan Wudhu

Dalam riwayat disebutkan:

دم على الطهارة يوسع عليك رزقك.

Yakni selalulah dalam keadaan memiliki wudhu maka rizkimu akan semakin luas.


Rizki tidak hanya bermakna roti, air dan semisalnya.

Ilmu juga merupakan rizki, akhlak adalah rizki, akal adalah rizki, kemuliaan-kemuliaan adalah rizki. Rizki-rizki yang dhohir/tampak juga rizki.

Dikatakan:

دم على الطهارة

Selalulah dalam keadaan suci (memiliki wudhu), ini sangat memiliki dampak, dari jalan-jalan ini dimulai (sair wa suluk, pen).


Mengenang KH Zainudin MZ, Dai Sejuta Umat dengan Ceramah yang Menyihir

 


Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV – Sosok ini dikenal sebagai Dai Sejuta Umat dan menyihir umat Islam di Indonesia dengan pelbagai pidato dan ceramah yang dibawanya. Nama lengkapnya adalah Zainudin Hamidi atau dikenal dengan nama KH Zainudin MZ.


Bagi banyak orang, ia adalah sosok ustaz kharimastik dengan suara dan candaan yang khas yang berbunyi ‘betul’. Suara itu bahkan hingga kini terus dipakai oleh para penceramah dan ustaz. Bukti pengaruhnya abadi dan membekas di benak umat Islam di Indonesia.


Tidak hanya itu saja, pembawaan dan humor-humor dakwah yang ia bawa mampu menembus ruang dan waktu lewat pelbagai ceramah yang disiarkan lewat radio, televisi hingga kini tetap ramai di zaman media sosial.


Dikutip dari buku Islam dan Transformasi Masyarakat Nusantara (2017) yang ditulis Moeflich Hasbullah, KH Zainudin MZ bukan sekadar mubalig atau penceramah biasa, tetapi juga orator yang fasih.


Penguasaan materi keagamaan yang fasih dan diramu dengan candaan yang begitu khas serta membumi menjadikannya sosok ustaz yang paling banyak dikenal oleh masyarakat.


“Zainudin MZ mampu menyihir jutaan masyarakat dan ceramahnya menembus pelbagai kalangan dari pejabat tinggi, pimpinan milter, artis, akademisi, petani, preman dan orang-orang pinggiran. Kritiknya tajam pada negara, tetapi memberikan penekanan tentang pentingnya kerja sama ulama dan umara (pemimpin pemerintahan). Ceramahnya di berbagai tempat selalu dihadiri ribuan orang yang membuatnya memiliki julukan dai sejuta umat,” tulisnya di hal. 75.


Jejak Pendidikan, Berguru pada KH Idham Chalid


Dikutip dari Litbang Kompas, Zainuddin MZ memiliki nama lengkap Zainuddin Hamidy Turmudzy, lahir di Jakarta, 2 Maret 1952. MZ yang melakat pada namanya diambil dari nama ayahandanya, yakni Turmudzi.


Sosok Dai Sejuta umat ini lahir dari keluarga Betawi dan sedari kecil senang dengan pengajian majelis taklim, khas pengajian di Betawi. Ia pun belajar banyak kitab-kitab agama Islam, mulai dari fikih hingga tasawuf. 


Ia lantas belajar di Madrasah Tsanawiyah hinga Aliyah di Darul Maarif Cipete, Jakarta Selatan, di bawah asuhan KH Idham Chalid, ulama NU kharismatik sekaligus politisi senior dari PPP.


Ia memiliki latar belakang pendidikan di Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah.


Pidato dan Ceramah yang Menyihir

Keahlian utama yang membuat pengaruhnya kuat hingga kini adalah kemampuan dan retorika dakwah KH Zainudin MZ yang mampu menyihir pendengarnya.


Dikisahkan, sedari kecil ia memang gemar berpidato. Pidatonya digemari oleh teman-temannya dan ia mempelajari hal ini dari banyak tokoh. Dua orang di antaranya adalah Bung Karno, dan tentu saja Idham Chalid.


Zainudin muda belajar dari tokoh-tokoh tersebut, juga dari gaya ceramah pelbagai tokoh ulama seperti Buya Hamka hingga KH Syukron Makmun. Dari mereka, ia belajar dengan intonasi, gaya yang sedikit berapi-api hingga soal menguasai panggung.


Zainuddin MZ mulai dikenal sejak banyak mengisi pengajian di radio serta di berbagai masjid dan musala sejak tahun 1975 di berbagai daerah di Tanah Air.


Popularitas dan dakwahnya pun kian menanjak. Ia datang ke wilayah-wilayah terpencil dan pengajiannya tidak pernah sepi. Namanya pun meroket jadi tokoh nasional panutan hingga sampai Malaysia, Brunei dan Asia Tenggara.


“Dalam sebuah momen Isra Mi’raj, ia harus melayani 120 tempat dari Jakarta hingga Ternate. Bila pengaruh ceramah terbatas di ruang pengajian, rekaman kaset-kasetnya menembus batas geografis, entitas dan sekat komunitas,” tulisnya.  


Gaya bicara, cara berdakwah hingga jejaknya sampai saat ini masih ditiru oleh banyak mubalig kekinian. Bahkan, banyak yang menyebutnya sebagai prototipe ustaz televisi yang kita kenal sekarang ini.


Aktif di Politik, Melawan Orde Baru dengan Guyonan Dakwah

Melihat popularitas dan pengaruhnya, PPP lantas mengajaknya dan ia pun aktif di dalamnya. Bersama Rhoma Irama, ia pun keliling ke pelbagai daerah dengan nama Nada dan Dakwah. 


Ia juga pernah menjadi aktor di sejumlah film seperti "Nada dan Dakwah" (1992) bersama sang Raja Dangdut tersebut. Ia pun sering mengkritik Orde Baru lewat dakwah dan pengajian.


Dikisahkan, pada zaman Orde Baru, ketika hendak pengajian, ia harus kucing-kucingan dengan intel dan kerap mengelabui dengan ceramah. Lewat ceramah pula, ia memasukkan unsur reformasi maupun persoalan sosial lain dengan cara yang kadang subtil, tetapi mengena di masyarakat.


Misalnya, untuk bicara soal pemiskinan Orde Baru, ia bicara soal kisah-kisah dan bagaimana umat harusnya mengawasi bersama-sama dan sebagainya.


Sebagai ulama, ia pintar mengelola ‘hubungan’ dengan kekuasaan saat itu hingga bisa tetap aman melenggang berdakwah. Di politik, pernah menjadi anggota MPR dari Utusan Daerah (1997-1998).  


Sedangkan pada era reformasi, Zainuddin sempat menjabat sebagai Pejabat Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) (1999-2002), kemudian menjadi Ketua Umum Partai Bintang Reformasi (PBR) hasil Muktamar I (2005-2010).


Setelah menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk berdakwah dan memikirkan umat, ia pun berpulang pada 5 Juli 2011 pada usia 59 tahun.


KH Zainudin MZ dimakamkan di belakang Masjid Jami Fajrul Islam. Lokasinya persis di depan kediaman Zainuddin MZ, di Jalan H Aom, Gandaria Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.


Makamnya pun sering dikunjungi peziarah yang hendak mengenang jasa-jasa beliau.


Sampai detik ini, video-video lama KH seolah ingin berkata, "Zainudin MZ memang sudah tiada, tetapi dakwahnya abadi."


 

Ustadz Adi Hidayat : Bijak Sikapi Perbedaan Mazhab

 

Ustadz Adi Hidayat Ajak Masyarakat Untuk Bijak Sikapi Perbedaan Mazhab

Maret 25, 2023, oleh:

Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan dunia, Muhammadiyah harus memiliki sifat berkemajuan. Salah satunya dalam melihat perbedaan mazhab dan mengimplementasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh pemuka agama ternama di Indonesia, Dr. H. Adi Hidayat, Lc., M.A. dalam acara Pengajian Ramadhan 1444 H yang diadakan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pada Sabtu (25/3).


Menurut Adi, warga Muhammadiyah harus bersikap berkemajuan dan lebih bijak dalam perbedaan mazhab ini. “Ambil yang paling sesuai yang bisa kita pilih sesuai konteks. Tapi bila ada fatwa2 dari ijtihad yang berbeda itu tidak harus mencela, kita harus menghormati, sekalipun kita tidak melakukannya. Saya kira itulah risalah islam berkemajuan yang dimiliki oleh Muhammadiyah,” tegasnya.


Adi juga menyebutkan ada beberapa pilihan dalam mempraktikkan ajaran-ajaran Islam, yang dikenal dengan istilah manhaj. Namun, ketika seorang muslim sudah memilih salah satu dari pilihan tersebut, menjadi lebih dikenal dengan istilah mazhab.


“Mazhab bukanlah sebuah kelompok. Jika didefiniskan, mazhab merupakan apa yang dicenderungi untuk diambil. Karena jika kita lihat sejarahnya, Rasulullah di semasa hidupnya telah mengajarkan semua hal terkait Islam. Setelah beliau wafat, baru kemudian umat Islam berpencar ke empat wilayah besar dan ada 130 sahabat nabi yang berfatwa di berbagai wilayah ini,” imbuh Adi.


Adi mengatakan bahwa menjadi hal yang wajar jika umat Islam hanya mengambil salah satu dari empat mazhab yang diajarkan di empat wilayah ini. “Karena tidak mungkin untuk mengajarkan sekaligus mempraktekkan keempat mazhab sekaligus. Kita harus memilih salah satu, dan ketika kita sudah memilih, itulah yang disebut dengan mazhab,” jelasnya.


Lebih lanjut, dalam pengajian yang digelar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini, Adi menjelaskan bahwa manhaj dan mazhab merupakan dua konsep yang berbeda. Dimana menurut Adi, manhaj merupakan pedoman berkehidupan yang menata umat Islam untuk mengimplementasikan nilai-nilai ketaqwaan dalam bentuk ritual pada nilai-nilai sosial bermasyarakat.


“Turunan dari manhaj ada dua, dimana salah satunya melahirkan mazhab di kemudian hari. Seluruh syariat dan pedoman berupa manhaj ini terkandung dalam Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah,” ujar Adi. Ia juga menambahkan bahwa Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab dalam Islam yang dijaga manhaj-nya hingga kehidupan berakhir, sebagai petunjuk bagi umat manusia.


Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga menegaskan setiap manusia yang berkehidupan tidak akan lepas dari petunjuk Allah berupa manhaj dan syariat melalui para rasul. Dan jika diurutkan secara genealogi dari Nabi Muhammad hingga Nabi Adam, semuanya tersambung sekaligus dengan manhaj dan syariatnya.


Bahkan garis keturunan dari pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan tersambung langsung kepada Rasulullah. “Maka, kita patut berbahagia karena Muhammadiyah bukan hanya sekadar persyarikatan. Namun, manhaj dan syariat bahkan genealogi pendirinya tersambung kepada Rasulullah,” pungkas Adi. (ID)

Habib Luthfi bin Yahya tentang NKRI Harga Mati : Kick Andy

 

KICK Andy Special Guest kali ini menghadirkan salah satu tokoh muslim Tanah Air yang berpengaruh di dunia. Dialah Maulana Habib Luthfi bin Yahya. 



Pada episode bertajuk Harga Mati itu Habib Luthfi akan membahas tentang ketakutan akan lunturnya nasionalisme di kalangan anak-anak muda hingga masyarakat Indonesia. Selain itu, tentu saja konflik-konflik antaragama dan suku yang belakangan ini menjadi isu yang dominan di media sosial. 


Lahir di Pekalongan, 10 November 1947, Habib Luthfi merupakan putra dari pasangan Al Habib Al Hafidz ‘Ali Al Ghalib bin Hasyim bin Yahya dan Sayidah Al Karimah As Syarifah Nur bin Muhsin. Keduanya merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Habib Luthfi dikenal dengan dakwahnya yang lembut dan menyejukkan hati. 


Pria yang mendapat gelar Doktor Honoris Causa Bidang Komunikasi Dakwah dan Sejarah Kebangsaan dari Universitas Negeri Semarang pada 2000 itu juga merupakan Ketua Forum Sufi Internasional yang menjabat sebagai Rais Am Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabarah Al-Nahdliyyah. 


Selain menjadi pendakwah, Habib Luthfi menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah. Beliau juga menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI sejak 13 Desember 2019. Habib Luthfi biasa berceramah dengan nada bicara yang teduh, tidak berapi-api. Dia mengaku sangat mengidolakan Wali Songo dalam berdakwah menyebarkan Islam di Nusantara. 


Hal itu membuatnya tidak hanya disegani, tetapi juga dicintai umat. Kediaman Habib Luthfi tidak pernah sepi oleh kalangan masyarakat, bahkan tokoh penting Tanah Air, termasuk Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. 


Tidak sekadar datang, banyak pula para tokoh yang datang dengan tujuan meminta doa dan restu kepada Habib Luthfi. Langkah itu membawa kritik sebagian pihak.   


"Yang saya lihat bukan partainya. Dia ingin menjadi anggota dewan niatnya apa. Niatnya baik untuk bangsa dan negara saya doakan. Saya doakan semua tanpa pandang bulu," ungkap Habib Luthfi kepada Andy F Noya dalam wawancara yang berlangsung di kediaman sang habib. 


Habib Luthfi dikenal juga sebagai sosok yang nasionalis. Dirinya menyuarakan nilai-nilai kebangsaan dan pluralisme di setiap tindakan dan ceramahnya. “Menghormati bangsa dan negara dengan segala kekurangan dan kelebihannya, termasuk menghargai dan menghormati merupakan nasionalisme mahabbah Ar-Rasul, yaitu rasa cinta kepada bangsa dan negara sebagai wujud manifestasi kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan mengharapkan rida Allah dan Rasul-Nya,” tutur Habib Luthfi dalam episode yang tayang malam ini di Metro TV. 


Nasionalisme mahabbah Ar-Rasul sebagai sebuah ideologi disuarakan dan digerakkan Habib Luthfi melalui media Maulid Nabi dan thariqah. Dalam setiap peringatan Maulid Nabi dan kegiatan thariqah, kental dengan nuansa dan pesan nasionalisme. 


Aplikasi nasionalisme mahabbah Ar-Rasul dilakukan dengan ikut serta dalam pembangunan bangsa dan negara dengan berlandaskan pada surat Al-Baqarah ayat 3 yang poinnya pembangunan ideologi, pembangunan sumber daya manusia, dan pembangunan ekonomi. 


Di antara wujud aplikasi nyata nasionalisme yang dilakukan Habib Luthfi ialah tradisi menyanyikan lagu Indonesia Raya pada peringatan Maulid Nabi, Kirab Merah Putih di Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Malaysia, merekatkan hubungan ulama thariqah dengan TNI dan Polri. Ia pun mengampanyekan cinta produk dalam negeri dengan enggan memakan buah impor. Ia juga mendorong para santrinya untuk berwirausaha dan membangkitkan ekonomi umat dan bangsa. 


Dalam kegiatan upacara peringatan detik-detik proklamasi, Habib Luthfi menggunakan pakaian serbaputih, diikuti berbagai komponen berjalan cukup khidmat. Terkait dengan penghormatan pada bendera merah putih, Habib Luthfi memberikan pandangannya. 


"Lambang merah putih filosofinya tinggi walaupun tidak ada sehuruf pun di merah putih. Sampai tegaknya merah putih kembali karena kita mengerti harga diri bangsa yang pada waktu itu dijajah sehingga ada satu merah putih yang cukup untuk kita hormati," jelasnya. 


Ia melanjutkan jika sikap penghormatan dengan kepala tegak pun memiliki filosofi. "Hormat ke sang saka merah putih bukan menundukkan kepala, melainkan tegak. Kita menghormati merah putih karena simbol yang mengandung filosofi yang luar biasa. Bendera ini berkibar dengan sendirinya, kemerdekaan didapati dengan berdarah bukan hadiah. Maka dari itu, kita tegakkan merah putih supaya masyarakat itu tahu kalau dengan kirab dan lain sebagainya mengingatkan kembali bendera kita perjuangannya luar biasa dari para pendiri bangsa," lanjutnya. 


Terkait dengan intoleransi yang justru mencuat di generasi sekarang, Habib Luthfi menilai hal tersebut karenanya kurangnya wawasan dan lingkup pergaulan. “Kalau wawasannya luas dan banyak bergaul, apalagi kita sudah menyinggung ekonomi. Ekonomi tidak memandang siapa pembeli dan siapa penjual, open sifatnya dunia ekonomi. Penjual apa pun agamanya, pembelinya apa pun agamanya. Titiknya cuma satu bagaimana cari cara untuk keuntungan, kebersamaan, yang tidak untuk saling merugikan. Ini sudah menjadi contoh yang luar biasa," katanya. 


Lebih lanjut, terkait dengan persoalan ideologi khilafah, ia menilai hal tersebut karena nasionalisme yang salah. "Sejauh mana orang yang mengatakan demikian dengan mempunyai kontribusi apa untuk Indonesia dalam rangka kemerdekaan. Ini karena nasionalismenya melentur atau pengertian yang nasionalisme berbeda, sedangkan nasionalisme kita menguak atau mengambil dari sejarah," tuturnya. 


Dalam episode itu, Andy pun mempertanyakan mengenai kebaya dan pekerjaan di perbankan yang dinilai sebagian kalangan menjadi hal yang tidak sesuai dengan agama. Simak pembicaraan lengkapnya di Metro TV pukul 21.05 WIB.


#HabibLuthfiBinYahya adalah ulama yang masih keturunan Nabi Muhammad SAW.  Ia terkenal karena kelembutannya dan nilai – nilai kebangsaan yang disampaikannya.


Simak kisahnya dalam #KickAndySpecialGuest 

Islah Bahrawi, Dari Penjara Ke Radikalisme


ISLAH BAHRAWI, DARI PENJARA KE RADIKALISME: KITA TIDAK PERNAH PUNYA SEJARAH GEMILANG POLITIK ISLAM



 Podcast Akbar Faizal Uncensored

#IslahBahrawi #Radikalisme #PolitikIndonesia | 


Akbar Faizal Uncensored, sebuah podcast politik dari Nagara Institute.


Ikuti sosial media AFU di:

https://www.instagram.com/AF_Uncensored

https://www.tiktok.com/@afuncensored


Buya Syafii Maarif di Mata Anak Muda - ROSI

KOMPASTV - Menurut penulis buku “Mozaik Keteladanan Buya Syafii Maarif”, Erik Tauvani Somae,  sosok Buya Syafii Maarif adalah pribadi yang teliti dan detil. Contohnya saat memberikan penilaian atas tulisan Erik, Buya akan sangat memperhatikan titik dan koma.  Hanya karena persoalan tanda baca titik dan koma saja, Buya Syafii Maarif akan membawa-bawa masalah peradaban.


Erik juga menambahkan,  sosok Buya Syafii Maariflah yang akhirnya membuat dirinya mencoba menulis buku. Padahal sebelumnya, Erik sama sekali tidak tertarik membaca dan menulis buku.



Apa yang membuat Erik begitu kagum kepada Buya Syafii Maarif?


Selengkapnya hanya di dialog Rosianna Silalahi bersama Mahfud MD (Menko Polhukam), Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Yahya Cholil Staquf (Ketua Umum PBNU), Yenny Wahid (Direktur Wahid Foundation), Jaya Suprana (Budayawan), Abdul Rohim Ghazali (Direktur Eksekutif Maarif Institute), dan Erik Tauvani Somae (Penulis Buku “Mozaik Keteladanan Buya Syafii Maarif”) dalam ROSI Eps. Buya Syafii Dalam Kenangan: Membumikan Pancasila. Tayang Kamis, 2 Juni 2022 pukul 20.30 WIB hanya di Kompas TV, Independen Terpercaya. 


Follow akun ROSI:

Instagram: @rosi_kompastv

Twitter: RosiKompasTV

Tiktok: Rosi_KompasTV

Buya Syafii Maarif Di Mata Anak Muda


 Tulisan Moh. Shofan yang berjudul “Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Buya Syafii” (Geotimes, 13/12/2019) memantik saya untuk memberikan perspektif atau setidaknya gambaran tentang sosok Buya Syafii dari pandangan kaum milenial serta meneropong sejauh mana pemikiran-pemikiran Buya relevan bagi konteks kekinian. Bukan saja karena saya menjadi peserta dalam short course tersebut, tetapi merupakan panggilan nurani dan intelektualitas saya sebagai seseorang yang sedang mempelajari intelektualitas dan spiritualitas Buya.


Meskipun saya sedikit ragu bahwa mayoritas kaum milenial telah mengenal atau minimal mengetahui tentang Buya Syafii, apalagi dalam tingkatan pemahaman komprehensif atas narasi besar pemikiran Buya tentang keislaman, keindonesiaan dan kemanusiaan. Kendati demikian, saya cukup optimis bahwa masih terdapat anak-anak muda Indonesia yang menaruh perhatian dan kajian serius terhadap pemikiran dan pengembangan gagasan-gagasan Buya.


Gambaran sosok pribadi Buya Syafii sepenuhnya dapat dibaca melalui buku otobiografinya yang berjudul Titik-titik Kisar di Perjalananku, sementara untuk memahami pemikirannya kaum milenial wajib membaca buku Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara. Kedua buku ini menjadi rujukan inti ketika ingin memahami sosok pribadi dan intelektualisme Buya.


Saya mengawali pembahasan sosok Buya Syafii dari potret pribadinya yang sederhana. Publik mengenal Buya sebagai sosok penjelmaan kembali dari Mohammad Hatta, tokoh proklamator kemer


Indonesia yang tidak segan-segan menikmati fasilitas sederhana demi kesejahteraan masyarakat. Buya sering mengutip pemikiran-pemikiran brilian Hatta dan tentu sangat terpengaruh oleh pemikiran-pemikiranya.


Buya Syafii adalah sosok yang bisa menjadi teladan bagi kaum milenial bagaimana hidup dalam kesederhanaan, jauh dari hedonisme, ultra-konsumerisme dan pragmatisme sosial. Buya adalah sosok yang sederhana namun selalu dipenuhi dengan kompleksitas pemikiran yang selalu berusaha dengan keras untuk menghasilkan solusi-solusi konkret bagi permasalahan bangsa Indonesia.


Cermin kesederhanaan ini penting sekali untuk diinternalisasikan ke dalam pribadi kaum milenial sebagai langkah menekan pertumbuhan spirit berlebihan konsumerisme. Watak yang demikian dapat mempengaruhi gaya hidup dan otomatis kecenderungan berfikir. Biasanya, seseorang dengan tingkat konsumerisme yang tinggi akan mematikan kreativitas dan juga produktivitas. Artinya, konsumerisme ataupun hedonisme dapat menjadi permasalahan besar yang mampu menggerogoti intelektualitas kaum muda.


Kembali kepada Buya, bahwa di balik kesederhanaannya itu, Buya Syafii merupakan sosok yang dinamis, baik dalam perjalanan hidupnya maupun pemikirannya. Pasalnya, Buya mengalami apa yang disebut sebagai lompatan intelektual atau hijrah revolusioner, dari sosok fundamentalis bercita-cita Negara Islam menjadi sosok inklusif-toleran dan sangat demokratis dalam bernegara.


Buya mengalami dekonstruksi sekaligus rekonstruksi intelektual seratus delapan puluh derajat, dari seorang pejuang Negara Islam menjadi pejuang kemanusiaan. Buya tidak segan-segan berani membela kemanusiaan dari “tirani penafsiran Islam” yang eksklusif dan sewenang-wenang. Buya tidak pernah gentar apalagi gemetar mendapatkan cacian, hinaan bahkan ancaman dari orang lain. Sikapnya yang bijaksana dan lembut, justru memberikan ruang bagi seluruh pengkritiknya untuk bisa berdialog secara terbuka dan kritis.


Bagaimanapun, Buya adalah sosok yang pernah berada dalam perahu fundamentalisme yang penuh semangat tetapi sunyi dari pemikiran kritis-kontemplatif yang mendalam. Akan tetapi, setelah di bawah “asuhan” Prof. Fazlur Rahman, Buya mengubah pandangannya secara radikal, yang awalnya utopis-ideologis menjadi realistis-rasional, terutama pemahamannya tentang Negara Islam. Lompatan intelektual ini mempengaruhi cara pandangnya terhadap hubungan relasional antara Islam, Indonesia dan kemanusiaan.


Setelah melewati proses evolusi intelektual yang panjang inilah, sosok Buya mulai aktif mengkampanyekan pentingnya memahami Islam, keindonesiaan dan kemanusiaan dalam satu bingkai dan satu tarikan nafas. Pergulatan intelektual yang cukup panjang telah menjadikan sosok Buya yang lebih humanis, inklusif dan kritis dalam memandang persoalan bangsa.


“Kelahiran kedua” Buya Syafii ini telah banyak mempengaruhi percaturan pemikiran keislaman di Indonesia. Bagaimana tidak, awalnya Buya adalah seorang yang sangat simpatik dan aktif mendukung ide Negara Islam, saat ini ia justru sangat lantang menentang dan mengkritisi gagasan Negara Islam. Maka tidak heran ketika MAARIF Institute membuat satu teater khusus yang menggambarkan perjalanan intelektual Buya, dengan judul “Fundamentalisme Insaf”.


Alih-alih simpatik, Buya justru tidak segan-segan memberikan kritik yang keras kepada kelompok-kelompok Islam yang masih saja memperjuangkan Negara Islam. Euforia bernegara Islam tampaknya adalah bentuk kesalahan cara pandang terhadap fenomena sejarah kekhilafahan dalam Islam.


Bagi Buya, pemerintahan sistem kekhilafahan hanya akan menciptakan otoritarianisme sebagaimana tergambarkan dalam sejarah panjang dinasti-dinasti Islam. Otoritarianisme akan sangat mengganggu tegaknya nilai-nilai kemanusiaan dan meniadakan tempat bagi keragaman.


Untuk itulah Buya Syafii juga selalu getol mengkampanyekan pentingnya budaya toleransi. Hal yang menarik dan jarang ditemui dari tokoh kebanyakan di Indonesia adalah sikap intelektualitas dan spiritualitasnya ini tidak hanya dapat ditemukan melalui berbagai tulisan-tulisannya, namun juga dapat langsung dilihat pada sikap dan laku kehidupan Buya dalam sehari-hari. Sikap toleransi Buya terhadap pemeluk agama dan keyakinan lain sangat mengakar, bukan saja terhadap pemeluk agama, tetapi bahkan terhadap seseorang yang mengaku sebagai ateis sekalipun.


Bagi Buya Syafii, atmosfer tersebut akan senantiasa tersemai dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat manakala masing-masing pihak dapat saling menghormati secara jujur dan tulus serta siap untuk hidup berdampingan secara damai di muka bumi di atas prinsip-prinsip kemanusiaan universal. Emosi saling mengalahkan, anggapan paling benar, klaim keselamatan dan hujatan kesesatan, harus dihilangkan dalam pribadi kehidupan masyarakat.


Oleh karena itu, Buya juga selalu mengajak kepada umat Islam untuk selalu melakukan self correction, mengarahkan telunjuk kepada dirinya sendiri secara sungguh-sungguh dan cerdas. Dengan penuh keberanian, umat Islam harus mau dan mampu memberikan kritik dan evaluasi terhadap ketertinggalannya.


Caranya adalah menempatkan al-Qur’an sebagai lensa humanisme-transendental serta sumber moral utama dan pertama dalam setiap sendi sejarah kehidupan umat manusia. Buya melihat bahwa sebagai kitab suci, al-Qur’an memiliki sebuah benang merah pandangan dunia yang sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal, sebagai pedoman dan acuan tertinggi dalam semua hal yang dapat dijadikan sebagai basis kritik dan evaluasi pengembangan masyarakat Muslim.


Watak kontemplatif dan reflektif-kritis inilah yang sekiranya dapat menjadi representasi penggambaran pemikiran Buya dalam konteks keislaman dan keindonesiaan.


MK Ridwan

SKK-ASM Angkatan 3, Maarif Fellowship (MAF) MAARIF Institute for Culture and Humanity, Alumni Qur’anic Studies IAIN Salatiga

Profil & Rekam Jejak Buya Syafii Maarif: Wafatnya Sang Tokoh Bangsa


 tirto.id - Cendekiawan muslim KH Buya Ahmad Syafii Maarif telah meninggal dunia pada hari ini, Jumat, 27 Mei 2022. Buya Syafii mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Yogyakarta sekitar pukul 10 pagi. 


Kabar duka itu turut disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir. Dalam keterangannya, Haedar menyampaikan Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka atas meninggalnya Buya Syafii. 


"Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat tangal 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping," kata Haedar.


Sementara itu, Ketua (Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Budi Setiawan mengatakan, jenazah Buya Syafii akan dibawa ke Masjid Besar Kauman untuk disemayamkan. 


Menurut Budi, jenazah Buya pun akan dimakamkan pada sore ini. "Ba’da ashar akan dimakamkan di Pemakaman Husnul Khotimah. Pemakaman Muhammadiyah Tepatnya di Dusun Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo," kata Budi. 


Profil Buya Syafii Maarif 

Buya Syafii Maarif adalah cendekiawan muslim sekaligus tokoh besar Muhammadiyah. Ia berasal dari Sumpur Kudus, Sawahlunto, Sumatera Barat. Di organisasi Islam itu, dia pernah menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah ke-13, tepatnya tahun 1998 sampai 2005. Dia bahkan pernah meraih penghargaan Ramon Magsaysay pada 2008. 


Waktu itu, Buya Syafii menggantikan posisi Amien Rais, eks tokoh PAN yang kini mendirikan Partai Ummat. Setelah itu, posisi Buya Syafii sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pun digantikan oleh Din Syamsuddin, yang kini mendirikan Partai Pelita. Setelah tak lagi menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, ia mendirikan Maarif Institute. Jauh sebelum itu, Buya Syafii pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sebagai akademisi, Buya Syafii menekuni jurusan Ilmu Sejarah dan memperoleh gelar doktor di Universitas Chicago, Amerika Serikat.

Disertasinya waktu itu berjudul "Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia" (1983). Buya Syafii juga aktif mengajar di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). 


Sebagai akademisi dan intelektual, Syafi'i sering menulis buku terkait Islam, beberapa di antaranya seperti Dinamika Islam (1984), Islam, Mengapa Tidak? (1984), Islam dan Masalah Kenegaraan (1985), serta Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah (2009). 


Tepat pada bulan Maret 2022, Buya Syafii yang dikenal sebagai tokoh lintas agama ini sempat dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Yogyakarta karena penyakit jantung, tetapi saat itu kondisinya sudah mulai membaik.


Pada hari Sabtu, 14 Mei 2022, Buya kembali dirawat di rumah sakit karena mengalami sesak napas. Namun, pihak rumah sakit sempat menyebut kondisi Buya Syafii telah membaik. Akhirnya, tepat pada hari ini, Jumat, 27 Mei 2022, Buya Syafii pun mengembuskan napas terakhirnya.


Riwayat Pendidikan Buya 
  • Syafii Sarjana Muda FKIP Cokroaminoto, Surakarta (1964) 
  • Sarjana Penuh FKIS IKIP, Yogyakarta (1968) 
  • Master of Art bidang Sejarah Universitas Ohio (1980) 
  • Doktor bidang Pemikiran Islam Universitas Chicago (1983) 


Karya Buya Syafii 
  • Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia (1983) 
  • Dinamika Islam (1984) 
  • Islam, Mengapa Tidak? (1984) 
  • Islam dan Masalah Kenegaraan (1985) 
  • Islam dan politik: teori belah bambu, masa demokrasi terpimpin 1959-1965 (1996)
  • Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah (2009) 
  • Titik-titik Kisar di Perjalananku: Autobiografi Ahmad Syafii Maarif (2009)

Baca juga artikel terkait SYAFII MAARIF atau tulisan menarik lainnya Alexander Haryanto 
(tirto.id - Sosial Budaya) 

Penulis: Alexander Haryanto 
Editor: Iswara N Raditya



Menjernihkan Kesalahpahaman Terhadap Buya Syafii Maarif

 


https://www.muhammadiyahlamongan.com/

Dibandingkan dengan teman-teman yang lain, saya tidak punya pengalaman yang khusus dengan Buya Syafii. Jangankan pengalaman, foto bersama saja tidak punya.


Tentu saya sempat bertemu dengan beliau secara langsung. Dalam posisi saya sebagai peserta seminar dan beliau sebagai pengisi seminar.


Yang pertama adalah saat beliau mengisi Seminar di STKIP Muhammadiyah Bogor. Saya dibonceng senior saya dengan motor dari Darmaga ke Leuwiliang. Di sanalah saya bertemu dengan Buya secara langsung.


Kedua saat acara Maarif Award yang pertama di studio Metro TV Kebon Jeruk. Saya bersama kawan pergi ke sana untuk menyaksikan secara langsung.


Yang mendapatkan award waktu itu adalah Romo Carolus, seorang pastor katolik yang dihormati oleh FPI di Cilacap karena amal sosialnya dan Ahmad Bahruddin Pendiri Komunitas Belajar Qoryah Thoyyibah.


Selain itu saya relatif tidak pernah berjumpa beliau, hanya membaca tulisannya atau menontonnya lewat layar kaca. Untungnya saya cukup mengenal baik orang-orang yang kenal dekat dengan beliau. Sehingga terkadang mendapat informasi yang tidak terekspose di media tentang beliau.


Sudah banyak sekali yang menulis mengenai kebersahajaan, kesalehan dan integritas beliau. Rasanya saya tak perlu lagi membahas perihal tersebut, tentu juga karena saya tak punya bahan yang cukup jika harus menulis soal itu.


Namun ada satu hal yang saya pikir harus saya tulis berkaitan dengan beliau. Yakni terkait dengan masih banyaknya kesalahpahaman masyarakat terhadap beliau, khususnya di internal warga Muhammadiyah sendiri.


Tentu saya berbaik sangka bahwa kesalahpahaman tersebut lahir murni dari kekuranglengkapan informasi yang diterima terkait Buya. Bukan berasal dari sentiment pribadi apalagi kebencian tanpa alasan.


Seperti diketahui, warga Muhammadiyah sibuk beramal saleh dalam kehidupannya. Karena kesibukannya, barangkali tidak sempat untuk melakukan riset terkait informasi yang diterima. Oleh karena itu saya akan berbaik hati untuk menyampaikan hasil penelaahan saya terkait disinformasi soal Buya Syafii.


1. Buya Syafii dan Pluralisme

Pluralisme menjadi sebuah kata yang haram setelah difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) satu paket dengan sekularisme dan liberalisme. MUI membedakan pluralisme dengan pluralitas, dimana pluralisme berdimensi teologis dan pluralitas berdimensi sosiologis.


Pluralisme teologis ditolak karena menganggap bahwa klaim keselamatan ada dalam semua agama. Sementara pluralisme sosiologis diterima karena merupakan fakta sejarah dan juga punya landasan teologis dalam Al Qur’an.


Buya Syafii tidak sepakat dengan pembagian pluralisme dan pluralitas. Bagi Buya dan beberapa cendekiawan muslim lainnya, pluralisme juga berdimensi sosiologis juga. Tidak hanya teologis. Di sini terjadi khilaf lafzhi antara Buya dan MUI.


Pada Juni 2006, Buya menulis Resonansi di Republika membahas Al Baqarah: 62 dan Al Maidah: 69. Latar belakang tulisan itu adalah seorang polisi yang bertanya ayat tersebut kaitan dengan konflik Poso. Buya kemudian mengutip Tafsir Al Azhar yang menurutnya mendorong kepada pemahaman pluralisme.


Pendapat Buya Syafii ini dibantah oleh Akmal Sjafril yang pada waktu itu mahasiswa Pasca Sarjana UIKA Bogor. Menurut Akmal, Buya telah melakukan framing yang salah terhadap HAMKA. Perdebatan soal pluralisme menjadi meluas menjadi soal pemikiran Buya HAMKA.


Peristiwa ini kiranya yang mulai membuat Buya Syafii terkena black campaign oleh sebagian pihak di luar persyarikatan. Namun kampanye negatif ini masuk juga ke warga persyarikatan dan sebagian mengamininya. Namun masih belum terlalu massif.


Penelitian yang lebih serius soal Buya Syafii dan pluralisme dilakukan oleh Muhammad Qorib dalam disertasinya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dekan Fakultas Agama Islam UMSU tersebut menyimpulkan bahwa secara teologis, pemikiran Buya Syafii mengenai keselamatan agama lain tetap dalam paradigma ekslusivisme. Bahwa keselamatan hanya terdapat dalam Islam.


Namun Buya Syafii tetap menghormati keyakinan agama lainnya. Buya juga menggunakan pendekatan empati dalam berinteraksi dengan penganut agama lain, bukan berarti membenarkan keyakinan mereka. Hal ini membuat Buya akrab dengan kelompok non muslim seolah tak ada sekat.


Bisa disimpulkan bahwa pluralisme yang dipromosikan oleh Buya Syafii bukanlah relativisme, namun pluralisme sosiologis dimana kemajemukan dianggap sebagai sesuatu yang positif, bukan sebagai ancaman. Dengan membaca disertasi Muhammad Qorib yang sudah dibukukan diharapkan kesalahpahaman soal pluralisme Buya Syafii bisa terjawab.


2. Buya Syafii dan Ahok


Momentum Indonesia Lawyer Club dimana Buya Syafii hadir sebagai salah satu pemateri menjadi momentum merebaknya kesalahpahaman terhadap Buya Syafii secara massif. Ada dua poin yang disampaikan oleh Buya pada waktu itu, pertama apa yang dilakukan Ahok bukanlah penistaan agama, kedua Buya menolak politisasi agama untuk kepentingan Pilkada.


Dua pendapat itu kemudian meledak dan membuat banyak pihak menganggap Buya Syafii menyakiti hati umat Islam. Momentum politik pada waktu itu memang sedang panas, sehingga emosi masyarakat gampang tersulut.


Saking panasnya bahkan ada kader muda Muhammadiyah yang nekad berencana mendemo rumah Buya Syafii. Hal ini segera diantisipasi oleh ortom-ortom Muhammadiyah DIY yang terlebih dahulu mendatangi rumah Buya. Di sanalah terjadi percakapan yang lebih intens tentang apa yang sebenarnya Buya pikirkan.


Dalam liputan yang dimuat media online rakyat merdeka, pada dasarnya Buya Syafii menganggap bahwa Ahok tetap salah. Ahok mulutnya tidak bisa dijaga berbicara di luar kapasitasnya. Buya menyayangkan Ahok yang membawa-bawa dalil Al Quran padahal beliau bukan ahli di bidang itu.


Namun menurut Buya, kesalahan Ahok tidak sampai pada level penistaan agama. Di sini perbedaan Buya dengan mayoritas umat Islam. Di sini juga Buya harus melawan arus. Tentu dialektika apakah yang dilakukan Ahok penistaan atau bukan adalah perbedaan penafsiran yang niscaya dalam agama. Bukan bagian dari hal yang mengeluarkan seseorang dari akidah Islam.


Dalam persoalan ini kita tidak harus sepakat dengan Buya, namun setidaknya kita bisa memahami bahwa di sanalah titik tengkar kita dengan Buya.


Pernyataan selanjutnya Buya mengatakan bahwa pernyataan tersebut tidak dalam rangka mendukung Ahok sebagai paslon peserta Pilkada. Buya mengaku tidak ikut campur dengan urusan politik di DKI. Hal ini membantah bahwa Buya adalah pendukung Ahok dalam konteks elektoral. Sayangnya kesalahpahaman ini masih banyak beredar.


3. Sikap Politik Buya Syafii

Banyak yang salah paham mengatakan Buya Syafii cebong. Hal ini karena Buya Syafii terlihat kurang galak dalam mengkritik pemerintah bahkan sempat menjadi Wantimpres. Buya juga sempat tergabung dalam BPIP.


Menjawab ini sebenarnya cukup mudah. Silahkan anda googling dengan kata kunci Kritik Syafii Maarif Jokowi. Niscaya akan mudah ditemukan kritik Buya Syafii terhadap Presiden. Misalnya soal pemecatan 57 pegawai KPK karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Buya meminta Jokowi tegas.


Itu baru kritik yang terbuka, belum lagi kritik yang dilakukan secara tertutup. Pasti lebih banyak lagi. Sikap-sikap kritis Buya juga dapat kita temukan dalam tulisannya di Resonansi. Sayangnya kita lebih banyak menutup mata soal ini.


Mungkin kita berharap kritik yang disampaikan Buya adalah kritik yang disampaikan buzzer. Menuduh Jokowi PKI. Menuduh Jokowi anti Islam. Tapi Buya bukanlah buzzer. Kritik yang disampaikannya adalah kritik yang otentik. Bukan kritik dengan tujuan kepentingan politik.


Ada sebuah kisah menarik, pada masa Presiden SBY menjabat dengan Wapres Jusuf Kalla, Buya pernah mengkritik bahwa The Real President adalah Jusuf Kalla. Karena JK lebih banyak melakukan gebrakan. Setelah berbicara seperti itu, kabarnya SBY belum mau berbicata lagi dengan Buya Syafii sampai hari ini.


Tentu saja tidak ada manusia yang maksum selain Nabi Muhammad. Sebagai manusia biasa, Buya juga pasti mempunyai khilaf, seperti halnya Pak Amien Rais juga punya, Pak Din Syamsuddin juga punya, dan Pak Haedar juga punya.


Sekiranya jika kita adalah warga Muhammadiyah, maka kita harus menghormati seluruh Ketua Umum kita tanpa membedakan mereka satu sama lain. Hal ini bukan bentuk taklid buta, namun bagian dari etika organisasi.


Kalau anda bukan warga Muhammadiyah, maka hendaknya anda juga menghormati Ketua Umum PP. Muhammadiyah sebagai sesama muslim. Terakhir, semoga tulisan ini bisa meluruskan sebagian kesalahpahaman yang beredar. Walau mungkin masih banyak kekurangan.


Penulis : Robby Karman

Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin Tergantung pada Umat Islam Itu Sendiri

 


Minggu, 25 September 2022. Direktur Jaringan Islam Moderat, Islah Bahrawi menghadiri acara Musyarawah Besar 2 Alumni Santri dan Simpatisan Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.


Acara tersebut dikemas dengan berbagai macam rangkaian acara, salah satunya adalah Seminar Nasional yang dinarasumberi oleh Islah Bahrawi dengan tema “Islam Rahmatan Lil ‘Alamin untuk Perdamaian Dunia”.


Islah Bahrawi dalam penjelasannya menyampaikan bahwa peran Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin sudah pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW pernah berpendapat bahwa semua manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama, tidak melihat ras, suku, bangsa, dan apapun latar belakangnya.


“Kanjeng Nabi pernah berpendapat bahwa semua manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama apapun latar belakangnya,” sahut Islah.


“Kita sudah tahu kisahnya kanjeng Nabi menyuapi pengemis buta yang sudah mencaci maki kanjeng Nabi?. Kalau Nabi suka mengkafir-kafirkan orang, tidak mungkin Nabi akan menyuapi pengemis buta yang selalu mencaci maki, apalagi dia (pengemis itu) kafir!. Karna apa? Karna Nabi mengutamakan kemanusiaan,” sambungnya.


Disampaikan pula oleh Islah Bahrawi bahwa untuk merealisasikan Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin perlu adanya implementasi akhlak Islam yang berbasis kemanusiaan dan perdamaian sehingga membuat orang-orang menjadi tertarik masuk Islam.


“Kalau semisalkan saya, wahh… bakar!, gantung!, wahh… serbu!. Orang Kristen, orang Buddha, orang Hindu mau tertarik bagaimana ke Islam?, kalau perilaku kita tidak menjaga akhlak-akhlak Islam yang berbasis kemanusiaan dan perdamaian. Ini yang harus dijaga!,” tegasnya.


Menurut Islah, sanad keilmuan Nahdlatul Ulama sudah terbukti mengikuti ajaran Nabi. Salah satu landasannya adalah berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh salah seorang akademisi bernama Filka Roso dari Tillman University.


Filka menyebut bahwa NU memiliki 2 hal penting. Pertama, NU tidak pernah mengkafirkan orang lain. Kedua, NU tidak pernah melakukan pemberontakan terhadap kepemerintahan yang sah.


“Ada 2 hal yang harus dipertahankan oleh NU. Yang pertama, NU tidak pernah punya sejarah menganjurkan permusuhan dan mengkafir-kafirkan jam’iyahnya kepada orang lain. Inilah NU, bukan orang NU yang bilang, bukan orang Islam yang bilang, (tapi) akademisi dari Tillman University, ini hasil riset,”Kata Islah


“Kebaikan dari NU yang kedua tidak pernah Nahdlatul Ulama punya sejarah melakukan perlawanan terhadap negaranya sendiri. Ini nih…, gak pernah NU jadi Bughat (pemberontak) gak pernah…!,” imbuhnya.


Reporter: Imam Syafi’i

Islah Bahrawi Ingatkan Bahaya Politisasi Agama


 Gedung Auditorium, BERITA UIN – Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme, Ekstremisme dan Terorisme Mabes Polri, Islah Bahrawi, menyebut ketika kepentingan politik telah menunggangi agama, maka akan berakhir dengan kejahatan. Sebab, saat politik sudah memengaruhi agama, suatu kejahatan akan terlihat terhormat dan seolah-olah dilakukan atas nama Tuhan.


Islah Bahrawi menyatakan hal itu di depan peserta pembekalan terakhir Kuliah Kerja Nyata (KKN) UIN Jakarta bertajuk “Penguatan Program Pengabdian Masyarakat yang Inovatif menuju Rekognisi Global” di Gedung Auditorium Harun Nasution, Senin, (25/7/2022).


Islah mengatakan, semua perpecahan di dalam agama terjadi karena persoalan-persoalan politik. Pria kelahiran Madura tersebut mewanti-wanti mahasiswa terkait bahaya dari persoalan politisasi agama.


“Ini memang betul-betul menjadi suatu ukuran bagi kita semua yang ada di Indonesia, ketika kepentingan politik itu menunggangi agama ujung-ujungnya adalah kejahatan,” ujar Islah.


Ia mengungkapkan, semua gerakan radikal yang terjadi di seluruh dunia mempunyai cita-cita politik. Ketika politik menunggangi agama, semua kegiatan politiknya seolah-olah mengatasnamakan Tuhan dan ayat-ayat suci.


“Kita yang beragama juga punya hak untuk berpolitik dan diwakili dalam kepentingan-kepentingan politik, tapi jangan sekali-kali menunggangi agama untuk kepentingan politik karena semua sejarah telah memberi contoh kepada kita betapa bahayanya politisasi agama,” tuturnya.


Islah juga menjelaskan bahwa semua ideologi transnasional yang masuk ke negara Indonesia kini mulai menyasar anak muda. Hal tersebut karena generasi muda merupakan harapan agar ideologi transnasional, seperti Khilafah dan Salafi-Wahabi tetap terjaga eksistensinya.


“Makanya mereka tahu khilafah ini tidak bisa hidup di bumi hari ini. Tidak ada satu pun negara yang menggunakan sistem ideologi khilafah hari ini, tapi itu selalu dihidupkan  supaya ideologinya terjaga. Kalian ini (mahasiwa, Red) adalah sasaran mereka,” bebernya.


Islah lebih lanjut mengungkapkan, saat ini telah banyak organisasi di kampus yang menganut ideologi khilafah. Organisasi tersebut melakukan pendekatan kepada para mahasiswa melalui gerakan-gerakan politik sosial dan politik keilmuan.


Islah secara tegas menolak teori yang mengatakan bahwa khilafah merupakan suatu sistem politik yang diciptakan langsung oleh Tuhan. Bahkan ia sendiri berpendapat bahwa Tuhan tidak memerlukan politik dan negara.


“Saya selalu menolak tesis yang mengatakan khilafah ini sitem dari Tuhan. Tuhan tidak perlu politik, Tuhan tidak perlu negara. Tuhan sudah menciptakan alam semesta ini dan memilikinya,” tutupnya. (ns/aldy rahman)


Foto: Aldy Rahman

Perjuangan Maryam Khatum : Transgender


 Pada tahun 1975, Molkara ke London, di situ dia belajar lebih banyak tentang identitasnya. Dia mengidentifikasi dirinya sebagai transgender bukan gay. Untuk mendapat kepastian bagaimana dia mengamalkan ajaran agamanya, Molkara mulai menulis surat kepada Ayatullah Ruhullah Khomeini, yang saat itu menjalani pengasingan di Irak. Dia meminta nasihat agama tentang pengidentifikasian jenis kelamin yang menurutnya salah saat lahir dan harus keluar dari itu. Imam Khomeini memberi jawaban, bahwa dia biseksual dan harus menjalani hidup sebagaimana perempuan.


Molkara tidak puas dengan jawaban itu. Dia ingin mendapat fatwa bahwa dia dibolehkan melakukan operasi pergantian kelamin, untuk dia bisa menjalani hidup sepenuhnya sebagai perempuan. Tahun 1978, dia pergi ke Paris, tempat pengasingan Imam Khomeini selanjutnya, setelah juga diusir dari Irak. Sayang, situasi yang genting membuatnya tidak bisa menemui ulama yang sedang menggerakkan revolusi rakyat dari Paris itu.


Setelah kemenangan revolusi Islam Iran dan Iran berubah menjadi Republik Islam, tantangannya menjadi lebih berat. Jalan lebih terjal harus dilaluinya. Molkara mendapat reaksi keras dari pemerintah karena identitasnya. Dia yang sebelumnya bekerja di radio dan televisi nasional Iran akhirnya dipecat karena menolak dipaksa memakai pakaian maskulin. Pada awal perang Irak-Iran dia mendaftarkan diri sebagai perawat di garis depan. Keraguan atas jenis kelaminnya membuat dia harus melalui rangkaian interogasi. Dia bahkan disuntik dengan hormon pria di luar keinginannya, dan ditahan di institusi psikiatri. Akbar Hashemi Rafsanjani yang mengetahui kondisinya meminta dia dibebaskan.


Molkara tidak menyerah dan berusaha bertemu dengan ulama berpengaruh saat itu. Pada tahun 1984, melalui kantor Ayatullah Jannati, ia kembali menulis surat kepada Ayatullah Ruhollah Khomeini, tapi lagi-lagi jawabannya serupa dengan fatwa pertama. Tidak ada jalan lain menurutnya, harus bertemu Imam Khomeini langsung dan menjelaskan situasinya sedetailnya.


Dia mencoba bertemu dengan Ayatullah Khomeini di Jamaran, Teheran Utara. Tapi itu bukan pekerjaan yang mudah karena Jamaran dijaga ketat. Molkara mengenakan jas, berpenampilan sebagaimana laki-laki, membungkus Al-Qur’an dengan bendera Iran, dan menuju Jamaran. Agen keamanan menghentikan dan menginterogasinya. Terjadi keributan. Ayatullah Hassan Pasandideh (kakak Imam Khomeini) yang melihat insiden itu, mengizinkan Molkara masuk dan membawanya ke dalam rumah.


Setibanya di dalam, karena masih harus melalui penjagaan yang berlapis, petugas keamanan mencurigai bentuk dadanya dan mengira dia membawa bahan peledak. Dia menolak diperiksa dan berteriak, “Saya perempuan…saya perempuan.” Molkara dengan kecenderungan mengenakan pakaian feminim, sebelumnya pernah melakukan suntik hormon pada dadanya. Sayid Ahmad Khomeini (putra Imam Khomeini) memerintahkan agar dia dibius untuk ditenangkan.


Saat menceritakan situasi yang dihadapinya saat itu, Molkara berkata, “Dalam keadaan pingsan saya disimpan di sebuah ruangan. Tidak lama dalam kondisi setengah sadar, saya mendengar Imam Khomeini marah kepada orang-orang di sekitarnya dan berteriak mengapa kalian memperlakukan seseorang yang berlindung pada kami seperti ini dan melecehkan orang ini.”


“Imam Khomeini berulang kali berkata tentang saya, dia adalah hamba Allah.” Jelasnya. Atas perintah Imam, dia diberikan kain cadur untuk menutupi tubuh dan rambutnya.


Setelah Molkara sadar sepenuhnya, dia pun menceritakan sepenuhnya kepada Imam Khomeini. Imam kemudian berkonsultasi dengan 3 dokter kepercayaannya dan menanyakan perbedaan antara transgender dan biseksual. Kemudian terjadilah peristiwa bersejarah, pemimpin spritual rakyat Iran itu menulis disebuah kertas dengan bubuhan tanda tangannya.


Molkara dengan tersenyum bahagia meninggalkan rumah Imam Khomeini dengan membawa surat di tangannya. Surat itu berisi fatwa Imam yang mengizinkan Molkara dan semua transgender di Iran untuk melakukan operasi mengubah jenis kelamin mereka. Imam Khomeini memutuskan bahwa operasi penggantian kelamin diperlukan untuk memungkinkan Molkara dan mereka yang memiliki gangguan yang sama menjalankan kewajiban agamanya.


Karena saat itu Iran belum memiliki tekhnologi medis yang memadai untuk melakukan operasi pergantian jenis kelamin, operasi Molkara dilakukan di Thailand dengan biaya sepenuhnya dari pemerintah Iran. Pemerintah Iran pun memberikan identitas baru dengan nama lengkap, Maryam Khatoonpour Molkara.


Maryam Khatoon kemudian menjadi aktivis dengan menjalankan kampanye masyarakat Iran mendukung Individu dengan Gangguan Identitas Gender. Untuk memudahkan kampanyenya itu, dia mendirikan organisasi “The Iranian Society to Support Individuals with Gender Identity Disorder (ISIGID). LSM ini resmi di bawah pengawasan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri untuk pemenuhan hak-hak transgender di Iran. LSM ini aktif memberikan penyuluhan, bimbingan dan bantuan pengobatan kepada mereka yang mengalami gangguan identitas gender.


Melalui fatwa Imam Khomeini yang disebut sebagai lisensi pertama di semua agama dan diseluruh dunia yang membolehkan operasi transseksual, di Iran tidak ada identitas individu yang tidak jelas kelompok seksnya. Tidak dikenal waria (wanita-pria). Dengan fatwa ini, mereka yang mengalami gangguan identitas gender bisa menjalankan kewajiban agamanya dengan tenang dan mereka juga mendapat statusnya yang terhormat di tengah-tengah masyarakat.


Visi terbuka Ayatullah Khomeini dan kegigihan Maryam Khatoon membuat tidak hanya kaum trans Iran, tetapi semua kaum trans Muslimin di dunia merasa nyaman. Setidaknya harus ada dua syarat untuk operasi pergantian jenis kelamin menurut Fukaha Syiah; Gangguan transgender adalah nyata dan pasti setelah melalui rangkaian diagnosa secara medis dan psikologis, sehingga orang yang masih tahap dicurigai mengidap gangguan tidak diperbolehkan untuk mengubah jenis kelaminnya. Kedua, “penggantian jenis kelamin harus terjadi sepenuhnya”, artinya setelah operasi, yang sebelumnya berfisik laki-laki menjadi sepenuhnya perempuan atau sebaliknya. Disebutkan, medis Iran telah melakukan operasi pergantian jenis kelamin untuk lebih 6000 warga Iran yang mengalami gangguan identitas.


Maryam Khatunpour Molkara meninggal dunia karena stroke di rumahnya pada 25 Maret 2012, dan dimakamkan sebagai muslimah di tempat kelahirannya di Abkenar, Bandar Anzali. Di Indonesia, Dorce Gamalama memiliki nasib yang berbeda. Karena MUI menetapkan penggantian jenis kelamin adalah haram, maka operasi pergantian kelamin yang dilakukan oleh Dedi Yuliardi Ashadi pada tahun 1984 itu tidak pernah diakui otoritas agama di Indonesia. Meski sepanjang umurnya sejak berganti nama menjadi Dorce menjalankan ajaran agamanya sebagai muslimah, dia dimakamkan sebagai laki-laki.


*Sumber : FB Ismail Amin Pasannai dan purnawarta.com

Laki-laki yang Memegang Bara Api


 Banyak orang yang pintar, tapi hanya sedikit yang berani mengambil resiko. Banyak yang mendengar, tapi hanya sedikit yang terpanggil. Kang Jalal diantara yang sedikit itu. Baginya, keintelektualan harus dipertanggungjawabkan. Dia tidak hanya kagum pada asap dan tarian kobaran api dari jauh. Dia cari sumber baranya. Dan dia pegang, meski dengan resiko tangannya melepuh dan turut terbakar demi dia bisa menerangi sekitarnya.


Amien Rais, diantara tokoh Muhammadiyah yang kagum dengan pemikir-pemikir Syiah. Ia sampai menerjemahkan buku Ali Syariati, intelektual Syiah berkebangsaan Iran dan memberi prolog dalam terjemahan buku Syaikh Muhammad Husain Fadhlullah, ulama Syiah dari Lebanon. Saat ke Iran, ia kembali mengungkapkan kekagumannya di depan pelajar-pelajar Indonesia di Iran, dan menyebut Iran adalah gudangnya intelektual Islam.


Amien Rais, bukan satu-satunya tokoh Muhammadiyah yang mengagumi keluasan horizon ilmu pemikir-pemikir Syiah. Jalaluddin Rakhmat, satu diantaranya. Ia adalah tokoh Muhammadiyah pimpinan wilayah Jawa Barat disaat muda. Bedanya dengan Amien Rais, yang hanya mengagumi di permukaan. Jalaluddin Rakhmat tenggelam terlalu dalam. Bahkan memang sampai melakukan pengembaraan intelektual ke Qom Iran untuk mempelajari filsafat Islam dan irfan. Seandainya, Jalaluddin muda masih tetap aktif sebagai aktivis Muhammadiyah, tidak menutup kemungkinan dia mencapai puncak karir sebagai pimpinan Muhammadiyah. Haedar Nashir, ketua umum PP Muhammadiyah saat ini memberi kesaksian, saat dia mengikuti training centre pemuda Muhammadiyah, Jalaluddin Rakhmat adalah master of training waktu itu. Dia meninggalkan peluang karir yang cemerlang, demi idealisme yang dibangun di atas pondasi keyakinannya yang kuat. Dia seolah berkata, "Adakah yang lebih nikmat dari berpeluh untuk memperjuangkan panggilan hati nurani?".


Bukan sekedar menikmati gagasan-gagasan brilian pemikir Syiah, tapi juga datang langsung ke jantung pendidikan Syiah di Qom dan di Najaf. Ia jujur mengakui, bejibun dan tanpa batasnya lokus keilmuan Syiah bersumber dari khazanah Ahlulbait. Ia menerjunkan diri ke dalamnya dan dalam perjalanan selanjutnya, ia dikenal sebagai lokomotif penyebaran Syiah di Indonesia. Tidak banyak intelektual Islam Indonesia yang berani mengambil resiko sebagaimana Kang Jalal (panggilan akrabnya). Dalam pengajian-pengajiannya, ia perkenalkan khazanah keilmuan Ahlulbait as. Ia eksplorasi pusaka Nabi yang masih tersimpan utuh yang jarang terjamah dan menyesuaikannya dengan kultur Indonesia. Dia padukan keislaman dan kebangsaan. Tidak pernah sekalipun dia mempertentangkan antara ideologi negara dengan Islam yang dianutnya. Dia juga tidak pernah mencari musuh dari kelompok Islam yang lain. Doktrinnya, dahulukan akhlak daripada fikih.


Hakikatnya Kang Jalal tidak mengenal dikotomi Sunni-Syiah. Dia tidak pernah memperkenalkan diri sebagai Syiah. Dan juga tidak pernah menyebut, yang dia ajarkan dan tulis dalam banyak bukunya adalah ajaran Syiah. Dia menyebutnya, itu ajaran Ahlulbait. Yang dia ajarkan Islam. Hanya karena tampak berbeda dengan arus mainstream pemikiran cendekiawan muslim Indonesia lainnya, dia terkesan beda sendiri. Komunitas yang dibentuknya juga dia namakan Ikatan Jamaah Ahlulbait. Kalau ada yang menyebut itu kamuflase, dan menggunakan nama Ahlulbait untuk menyebarkan ajaran Syiah, justru yang kamuflase adalah mereka yang menuduh itu. Dengan klaim Syiah, ajaran Ahlulbait diberangus. Majelis pengajian mengenang syahidnya Imam Husain as, memperingati kelahiran Sayidah Fatimah sa diserang dan dibubarkan. Syiah dicitrakan sedemikian buruk, sekedar jadi pembenaran orang-orang yang disebut Syiah untuk dipersekusi. Syiah dipersepsikan beda dengan Ahlulbait, padahal Syiah dalam terminologi studi perbandingan mazhab, adalah pengikut Ahlulbait.


Meski tombak-tombak fitnah ditancapkan ke tubuhnya, dan keluarganya. Ia tetap tidak bergeming. Sebab memang tidak ada yang salah dari apa yang dia ajarkan dan sebarkan. Dia tidak pernah bermasalah secara hukum. Majelis pengajiannya makin ramai. Jamaah dari organisasi yang didirikannya terus bertambah. Sekolah yang didirkannya selalu diserbu orangtua yang mendaftarkan anak-ananya sampai harus kehabisan quota. Dediknaspun mengakui keunggulan kurikulum pendidikan yang diraciknya, sampai sekolah yang didirikannya menjadi sekolah percontohan dalam pengembangan akhlak. Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan padanya tidak ada yang terbukti. Bukan tidak tahu dan tidak mendengar, tapi dia biarkan fitnah-fitnah, celaan dan makian yang ditujukan kepadanya itu Allah saja yang membalas dan juga menjadi cadangan pahala di mahkamah nanti. Sebenarnya dengan fitnah bertubi-tubi yang ditujukan padanya, dia bisa saja marah. Namun saat ceramah, dia tidak pernah sekalipun merasa perlu meninggikan suara sampai menggelegar. Atau merasa perlu melakukan play victim untuk mengesankan dia dan kelompoknya teraniaya. Padahal berkali-kali pengajiannya dibubarkan dan mendapat ancaman teror bunuh berkali-kali. Dia hanya fokus pada program-program kebaikan yang seolah tidak ada habisnya. Dia meminta murid-muridnya untuk juga diam dan tidak membalas. Dia selalu memesankan. Balas keburukan dengan kebaikan. Balas tuduhan dengan pembuktian.


Diapun sampai merasa perlu untuk menjadi wakil rakyat. Untuk memperluas spektrum perkhidmatannya. Dia terpilih dan duduk sebagai legislator di DPR RI. Menunjukkan, kiprahnya selama ini terakui dan terbukti di lingkungannya.


Banyak orang yang pintar, tapi hanya sedikit yang berani mengambil resiko. Banyak yang mendengar, tapi hanya sedikit yang terpanggil. Kang Jalal diantara yang sedikit itu. Baginya, keintelektualan harus dipertanggungjawabkan. Dia tidak hanya kagum pada asap dan tarian kobaran api dari jauh. Dia cari sumber baranya. Dan dia pegang, meski dengan resiko tangannya melepuh dan turut terbakar demi dia bisa menerangi sekitarnya. Dia jaga nyala itu. Dan sampai kapanpun warisan pemikiran dan karya-karyanya akan terus memberi pencerahan. Scripta manent, verba volant.


"Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." (QS. Ali ‘Imran [3] : 186)


Ayat di atas menunjukkan bahwa di masa Nabi Muhammad saw berdakwah, dia kerap diganggu dengan gangguan yang banyak dan menyakitkan hati dari ahli kitab dan orang-orang musyrik. Dakwah hari ini, gangguan juga datang dari sesama muslim sendiri. Yang tentu, jauh lebih menyakitkan hati. Dan Kang Jalal diantara yang merasakan gangguan itu. Dan dia bersabar.


Selamat jalan kang Jalal…


Titihlah perjalananmu sekarang dengan penuh damai, tanpa ada lagi gangguan. Semoga engkau mendapat sebaik-baiknya penyambutan dari yang Maha Kasih…


-Ismail Amin Pasannai-

Fauzi Baadilla Dan ACT Gerah Dengan Analisa Dina Sulaeman


 Gegara Deddy Corbuzier mengundang Dina Sulaeman di postcastnya, kini para kadrun pengumpul donasi kebakaran jenggot. Analisa Dina Sulaeman seperti membuka kedok mereka. Dan rakyat pun tahu siapa pendukung terorisme selama ini yang berlindung atas nama kemananusiaan yang berlabel islam.


Padahal Dina Sulaeman tidak menyebut nama lembaga dan para pendukungnya itu. Sepertinya mereka menyadari bahwa tidak lama lagi mereka akan segera dikuliti. Dan karena itulah segala daya dikerahkan. Termasuk mengerahkan para buzzer peliharaan mereka.


Lihat saja para komentator di lapak-lapak mereka. Bahkan di kolom komentar channel Deddy Corbuzier mereka aktif melakukan kampanye percobaan pembusukan nama Dina Sulaeman. Tapi sayangnya itu tak akan berguna.


Tak cukup mengerahkan seorang youtuber yang selama ini hanya membahas soal jurus-jurus silat si Harry Pras itu, ACT yang kebakaran jenggot ini pun mengerahkan aktor yang bernama Fauzi Baadilla.


Fauzi ini pada waktu kampanye pilpres adalah pendukung Prabowo-Sandi. Dan termasuk yang menggaungkan tagar “2019 Ganti presiden” namun alhamdulillah tidak berhasil. Coba kalau berhasil? Wow, aksi terorisme dan persekusi besar-besaran bisa lebih cepat terjadi kan? Pengajian-pengajian terorisme bisa merebak kemana-mana, dan dampaknya bisa lebih gawat dari Suriah.


Kalau mereka berhasil berkuasa, tidak menutup kemungkinan "dilegalitaskan" ajaran mereka leluasa masuk ke berbagai lembaga dengan dukungan kekuasaan yang diraihnya. Dan itu berarti akan banyak budaya dan praktek-praktek keagamaan yang sudah menjadi tradisi seperti maulid dan sebagainya bisa dihancurkan. Karena kalau sudah dijadikan undang-undang atau aturan, mereka semakin mudah merobohkan itu semua.


Fauzi, jelas saja aktor yang sudah tidak laku lagi. Jarang terdengar gaungnya di publik, apalagi dukungannya pada pilpres kalah total. Meskipun pada akhirnya Prabowo bergabung di kabinet Jokowi. Tetapi bagai Fauzi, tentu saja butuh donasi agar bisa survive.


Tapi entahlah, apakah dirinya yang berada dan mendukung ACT sangat menguntungkan dirinya? Dalam artian, ia didaulat jadi figur di ACT agar donasi banyak masuk sehingga ia pun dapat semacam honor atau royalti gitu?


Jika itu benar, tentu saja jelas alasannya membela ACT dan mau berangkat ke kota Idlib di Suriah untuk membuat semacam testimoni dengan narasi yang lebay agar lebih banyak lagi bantuan yang mengalir masuk ke ACT.


Dari sini sudah bisa ditebak dan cukup beralasan kenapa mereka kebakaran jenggot dengan tayangan postcast Deddy Corbuzier dengan nara sumber Dina Sulaeman? Dan Kenapa Fauzi pun dikerahkan? Tentu saja semua ini agar tak terbongkar apa-apa yang telah dilakukannya.


Reaksi Fauzi Baadilla soal analisa Dina Sulaeman pun dibongkar juga, dan pemirsa bisa ikut menyimak bagaimana mereka dikuliti dengan sangat memalukan. Nah, berikut ada keterangan yang menarik dari Ismail Amin Passanai soal reaksi Fauzi ini. Bisa dilihat langsung di akun facebook Ismail Amin Passanai, seorang pelajar dari luar negeri yang juga mengamati persoalan di Timur Tengah : https://www.facebook.com/ismail.amin.52/posts/10216697440381694


Atau saya copas saja enam point dari tulisan Ismail Amin ini, supaya lebih mudah membacanya langsung disini :


*Mas Fauzi .... belajar geopolitik itu penting... *


Pertama, kapan Idlib dilanda perang? Atau kapan baru diserang oleh tentara nasional Suriah? Ketika Idlib dikuasai pemberontak kan? Yang itu juga pemberontaknya adalah kombatan-kombatan asing yang datang dari luar Suriah... artinya tentara nasional Suriah g ada masalah dengan warga sipil Idlib apalagi kaum perempuan dan anak-anak kecilnya... So, sumber masalahnya ada pada upaya perebutan wilayah dari negara yang berdaulat.. dan menurut anda ketika itu terjadi, apa pemerintah Suriah hanya diam dan membiarkan saja? Dan memang perang akan tragis dengan selalu warga sipil yang menjadi korban.. silakan cek berita, mengapa banyak korban warga sipil yang berjatuhan dari upaya tentara nasional Suriah merebut kembali wilayah-wilayahnya, ya karena kelompok pemberontak menjadikan warga sipil sebagai tameng hidup untuk kepentingan membuat narasi, tentara nasional Suriah membantai warga sipil Suriah... supaya sampai artis seperti anda harus ikut-ikutan menggalang dana buat eksistensi mereka...


Kedua, sebagaimana yang dikatakan bu Dina Sulaeman, foto anda ini sedang berada di Idlib. Idlib adalah di antara kota yang berada dalam kendali teroris dan pemberontak. Anda bisa masuk dengan aman ya karena pemberontak merasa anda bagian dari mereka. Dan menyalurkan bantuan ke warga sipil Idlib yang pro pemberontak. Apa anda tidak mau tahu bagaimana nasib warga sipil asli Idlib yang tidak pro pemberontak? Dibantai mas.


Ketiga, anda bilang bahwa anda masuk ke Idlib melalui Turki dan dikawal pasukan keamanan Turki, sehingga ketika bu Dina mengatakan bahwa donasi buat Suriah tidak jarang malah diperuntukkan buat pemberontak anda bilang berarti Turki yang ngizinin kami masuk Idlib dan mengawasi penyaluran bantuan kami adalah juga pendukung teroris dong??. Nah disini pentingnya anda belajar geopolitik. Turki bukan hanya mendukung pemberontak untuk menjatuhkan Assad, Turki bahkan menginvasi Suriah bagian utara disaat Suriah harus menghadapi masalah internal yang berat... anda jangan polos-polos amat mengagumi Erdogan...


Keempat, untuk wilayah-wilayah yang berhasil direbut kembali pemerintah Suriah, apa ada lagi penggalangan dana buat mereka?. Sebut saja Aleppo. Apa masih ada tagar save Aleppo? Ketika Aleppo dibangun kembali oleh pemerintah Suriah, para pengungsi sudah balik kembali ke kampung halamannya yang dulunya damai, kenapa tidak ada lagi penggalangan dana untuk mereka yang telah hancur rumah dan properti-properti pribadinya? Yang telah hancur rumah sakit, sekolah dan masjid-masjidnya? Dan pertanyaan yang harus dijawab, kok rezim Assad tidak lagi melanjutkan pembantaian di Aleppo?. Jawaban saya, ya karena tidak ada lagi pemberontak yang harus diperangi di Aleppo...!


Kelima, kalau memang bantuan dan aktivitas kemanusiaan anda murni kemanusiaan dan tidak ada motif politik dan tendensi sektarian.. murni untuk membantu anak-anak Suriah korban perang... kenapa anda tidak melakukan aktivitas anda secara legal dan resmi dengan meminta izin dan koordinasi dengan pemerintah Suriah?. KBRI Damaskus tentu akan membantu dan menfasilitasi. Kenapa anda lewat belakang? Kenapa anda tidak memberi penghargaan sedikitpun pada yang punya wilayah dan yang memiliki otoritas di Suriah?


*Keenam, apa warna bendera nasional Suriah mas Fauzi? Jawaban anda akan menunjukkan anda berada di pihak mana.. pemberontak atau Suriah... *


*Ini saja dulu... *


Hormat saya Ismail Amin Pasannai https://www.instagram.com/p/CNE72cpHQmR/


Nah, begitulah pemirsa, kita bisa tahu dengan seksama siapa saja para pendukung terorisme itu. Dan bagaimana ideologi terorisme itu bisa bergerak dengan dukungan dana yang tidak sedikit.


Dan mungkin saja selama ini, anda melihat sebuah spanduk yang gambarnya sangat memiriskan mengundang iba, lalu di bawahnya tertulis "Salurkan infaq terbaik anda" Kemudian anda tergerak menyumbang?


Bisa jadi anda telah menyalurkan dana anda ke kelompok pemberontak di Suriah alias teroris secara tidak langsung melalui lembaga pendukung terorisme, kelompok yang telah mengacaukan negara orang lain yang sudah berdaulat.


Bagitulah kura-kuraya, tabe'

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More