TRIBUN-TIMUR.COM - Pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Surabaya Dr. KH. Ahmad Gazali, MA dihadapan sejumlah ulama dan cendekiawan muslim Iran memperkenalkan peran Hadratussyekh Hasyim Asy'ari dalam dunia Islam pada persentase makalah "Peran Hadratussyekh Hasyim Asy'ari dalam Kemerdekaan RI" di Al-Mustafa International University, Qom Republik Islam Iran, Sabtu (8/12/2018).
Dalam penyampaiannya, tenaga pengajar di UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut mengatakan Hadratussyekh Hasyim Asy'ari tidak hanya menunjukkan peran besarnya dalam upaya kemerdekaan dan menjaga kemerdekaan RI.
Ismail Amin, Mahasiswa Indonesia di Al-Mustafa International University, Iran
Hadratussyekh Hasyim Asy'ari juga menjaga keutuhan masyarakat dunia Islam khususnya perannya dalam mencegah rezim al-Saudi merusak makam Nabi Muhammad SAW yang dapat memicu kemarahan umat Islam seluruh dunia.
"Surat Hadratussyekh Hasyim Asy'ari kepada raja Abdul Aziz al-Saud meminta agar empat mazhab resmi Islam tetap harus mendapat tempat di Saudi dan makam Rasulullah saw jangan sampai dihancurkan sebagaimana nasib Pemakaman Baqi, sampai sekarang masih ada. Yang menunjukkan, peran dan pemikiran Hadratussyekh tidak hanya mencakup negara Indonesia saja, namun juga melampaui batas teritorial negara, yaitu dunia Islam secara umum," ujarnya.
Lebih lanjut, KH. Ahmad Gazali menyebut Hadratussyekh Hasyim Asy'ari merupakan tokoh Islam pertama yang menyatakan bahwa NKRI sah secara fikih Islam, sehingga membela NKRI sama kedudukannya dengan jihad dalam Islam yang dibuktikannya dengan fatwa jihad yang dikeluarkannya pada 14 September 1945 untuk mendukung proklamasi dan wajib berjihad mempertahankannya.
"Pandangan KH. Hasyim Asy'ari tentang nasionalisme tidak bertentangan dengan Islam sudah diamalkannya jauh sebelum proklamasi dikumandangkan. Ketika penjajahan Jepang, ia mengeluarkan fatwa haram hukumnya melakukan seikeirei (membungkuk ke arah Istana kaisar Jepang), yang mengakibatkan ia dipenjara dan disiksa tentara Jepang." Lanjut ulama NU Jatim tersebut.
Pemikiran-pemikiran Hadratussyekh menurut KH. Ahmad Gazali yang konsisten dan bersikukuh menjaga toleransi antar umat beragama demi terciptanya kedamaian dan keamanan di NKRI terus dilanjutkan oleh anggota-anggota NU sampai sekarang.
"Saat ini, kita berhadapan dengan fakta merebaknya paham-paham radikal dan fundamentalis yang mengatasnamakan Islam, yang berpotensi mengancam keutuhan bangsa, yang karena itu NU berdiri dibarisan terdepan bersama dengan ormas Islam moderat lainnya akan berdiri menghadapinya," tegasnya.
Dibagian lain pemaparannya, sang Kyai menyebut secara kulutural NU tidak jauh berbeda dengan Syiah yang merupakan mazhab terbesar di Iran. Mengutip perkataan Gusdur, NU adalah Syiah minus imamah.
"Tradisi yang berkembang dan dipraktikkan warga NU itu banyak yang sama dengan tradisi masyarakat Syiah, seperti meramaikan peringatan maulid, haul dan senang ziarah kubur," ungkap KH Ahmad Gazali.
Ditambahkan oleh Prof. Dr. Ali Mufradi, MA, "Salah satu teori masuknya Islam ke Nusantara, adalah dibawa oleh pedagang Gujarat Persia yang bermazhab Syiah.
"Fakta yang menunjukkan hal tersebut adalah tradisi pembelajaran Alquran yang berkembang di Nusantara termasuk metode pemberian harakat dan tanda baca pada huruf-huruf Alquran adalah sama dengan yang digunakan oleh masyarakat muslim Persia,” ujarnya.
“Begitu juga dengan tradisi perayaan Tabut di Sumatera, yang dipengaruhi oleh tradisi Syiah dalam memperingati kesyahidan Imam Husain di Karbala." Jelas Guru Besar Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya.
Pada sesi tanya jawab, KH. Ahmad Ghazali menjawab pertanyaan dari seorang dosen Iran yang menanyakan bagaimana pemikiran Hadratussyekh Hasyim Asy'ari terhadap perjuangan Palestina dan berdirinya Israel.
"Hadratussyekh telah wafat sebelum Israel berdiri, namun jika melihat keterlibatan Hadratussyekh di dunia internasional dan gagasan-gagasannya mempersatukan umat Islam, maka tentu Hadratussyekh akan berpihak dan memberi dukungan pada perjuangan rakyat Palestina, dan itu juga yang dipegang oleh NU sampai hari ini," jelas KH Ahmad Ghazali.
"NU sebagaimana bangsa Iran, terus menyatakan dukungan pada bangsa Palestina dan menuntut rezim Zionis untuk mengembalikan hak-hak rakyat Palestina," ungkapnya.
Di bagian akhir penyampaiannya, KH Ahmad Gazali mengkritik perpustakaan-perpustakaan Iran yang menurutnya tidak menyimpan satupun naskah tulisan ulama-ulama Indonesia baik berbahasa Arab maupun berbahasa Indonesia, sementara perpustakaan di Mekah, menyimpan banyak kitab-kitab yang ditulis ulama nusantara.
"Sebelum kemenangan revolusi Islam di Iran saya sudah banyak melahap buku-buku karya Imam Khomeini dan Baqir Sadr. Hal inipun seharusnya diikuti oleh ulama-ulama di Iran agar dengan membaca pemikiran ulama-ulama Indonesia, Iran lebih bisa mengenal masyarakat muslim Indonesia lebih dekat," tegasnya.
Disebutkan, rombongan guru besar dan dosen UIN Sunan Ampel Surabaya yang dikepalai oleh Dr. KH. Ahmad Gazali berada di Iran dari 1-11 Desember 2018 dalam rangka mengikuti short course dan international research di Al-Mustafa International University Qom. Selain berada di Qom, rombongan juga mengunjugi kota besar lain di Iran seperti di Esfahan dan Teheran. (*)
Penulis: CitizenReporter | Editor: Arif Fuddin Usman
0 comments:
Posting Komentar