Di sela-sela sesi ke-77 Majelis Umum PBB di New York, Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi mengadakan pembicaraan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Selasa (20/9). Pembicaraan yang awalnya hanya diagendakan 45 menit berlanjut sampai 90 menit, sebab setelah Raisi mengkritik pendekatan Eropa (Prancis-Jerman-Inggris) terhadap Iran yang disebutnya tidak konstruktif dalam kesepakatan IAEA, Macron melakukan kritikan balik yang tidak nyambung.
Macron mengkritik Iran dalam kasus terbaru Mahsa Amini dan meminta Iran lebih menghormati hak-hak perempuan.
Raisi menanggapi kritikan tersebut dengan mengatakan:
Pertama, kemajuan yang dicapai perempuan Iran setelah revolusi Islam Iran sangat luar biasa. Jika anda ingin mengetahui fakta-fakta itu, jalan-jalanlah ke Iran…
Kedua, masalah Iran terkait dengan orang Iran. Kalau Prancis mau ikut campur, sekalian saja anda membuat pernyataan tentang kekerasan polisi terhadap perempuan di AS dan negara-negara Barat yang jauh lebih banyak kasusnya dari Iran…
Ketiga, sanksi adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan korbannya tidak mengenal laki-laki dan perempuan, dan Barat harus bertanggung jawab atas kejahatannya terhadap bangsa Iran… Jika memang anda peduli pada nasib seorang Mahsa Amini, seharusnya anda lebih peduli pada nasib jutaan rakyat Iran yang menderita akibat sanksi anda pada Iran…
Keempat, setiap negara memiliki hukumnya sendiri. Kami tidak mentolerir kekerasan dalam penegakan hukum, dan jika itu memang benar terjadi, penindaknya kami hukum. Di Prancis, jika wanita berjilbab, dia tidak dapat menerima layanan sosial….
Macron: engg, anu….
Pembicaraan ini dibocorkan oleh Deputi Bidang Politik Kantor Kepresiden Iran Mohammed Jamshidi, yang juga turut hadir mendampingi Presiden Raisi dalam pertemuan tersebut sebagaimana diberitakan Farsnews.
Penulis :
Ismail Amin Pasannai
0 comments:
Posting Komentar