Penulis: Ismail Amin Pasannai (Presiden IPI Iran)
OPINI — Setiap perayaan Iduladha, kita akan selalu diingatkan pada adegan dramatis Nabi Ibrahim as yang nyaris menyembelih putra kesayangannya sendiri, Nabi Ismail as. Khutbah ID yang ada pun, nyaris semuanya berupa pujian pada kesabaran dan kecintaan Nabi Ibrahim as kepada Allah swt di atas segalanya, dan ketaatan dan kebesaran jiwa Nabi Ismail as yang siap disembelih karena itu adalah perintah Allah swt.
Namun ingatkah kita, ada tokoh lain yang tidak kalah krusial keberadaannya? Ia adalah Siti Hajar, ibu Nabi Ismail as. Allah swt tidak mengabaikan pengorbanan sang bunda dalam membesarkan putranya seorang sendiri. Karena itu, Allah swt menyentil kita, untuk juga tidak mengabaikannya, dengan mengabadikan perjuangan Siti Hajar mencari air buat putranya yang kehausan, dengan berlari-lari dari Shofa ke Marwah dan sebaliknya, dengan menjadi salah satu rukun umrah dan haji.
Bayangkan, betapa mencekamnya suasana saat itu. Seorang perempuan, seorang diri di padang pasir, hanya ditemani seorang anak kecil yang tidak berdaya karena kehausan. Kepanikan atas keselamatan nyawa putra kecilnya, membuatnya tidak peduli dengan telapak kakinya yang berdarah karena kerikil cadas, tajam dan panas gurun pasir. Dan kita harus ingat, ia tidak kalah dahaganya kala itu.
alterntif text
Islam bukan hanya sejarah nabi-nabi, yang kesemuanya laki-laki. Tapi juga sejarah perempuan-perempuan yang tangguh, sabar dan sedemikian besar cintanya pada Allah swt. Peran mereka krusial dalam melanjutkan silsilah para Nabi. Jika tidak ada Asiyah yang mempertahankan Musa, jika tidak ada Maryam yang rela dicemooh demi melahirkan Isa, jika tidak ada Hajar yang mau terusir dan berkorban membesarkan Ismail seorang diri, jika tidak ada Khadijah bangsawan kaya raya yang mau membela Muhammad, dan jika tidak ada Fatimah yang menjadi ibu bagi ayahnya, apa kita yakin bisa menikmati indahnya Islam dan sensasinya merayakan Idul Adha?.
Islam menempatkan perempuan bukan obyek, bukan pula subyek sekunder, tapi subyek yang setara dengan laki-laki. Ketika Hajar meninggal. Allah swt memerintahkan untuk jenazahnya di makamkan di Hijir Ismail. Dan disitu pula, Nabi Ismail as dimakamkan. Kakbah adalah rumah Allah. Hijir Ismail memberi pesan, Allah swt tidak hanya ingin bertetangga dengan Ismail, Nabi-Nya, namun juga dengan Hajar, seorang perempuan yang sebelumnya adalah budak Afrika. Di mata Allah swt, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kecuali ketakwaannya.
Idul Adha, bukan hanya perayaan atas pengorbanan Ibrahim dan Ismail, tapi juga perayaan atas pengorbanan Hajar. Perayaan atas menangnya kemanusiaan dari jiwa-jiwa kebinatangan.(*)
0 comments:
Posting Komentar