Senin, 24 April 2023

Syukur Membuat Kita Selalu Berbahagia

40 Kata-kata Bijak Bersyukur dalam Segala Hal, Bikin Lebih Bahagia - Ragam  Bola.com

 Jika engkau memandang hidup dengan rasa 'Syukur', semuanya akan menjadi indah dan luar biasa..!
Setiap hari adalah hari yang baik,
Setiap saat adalah saat yang indah.
Berjalan, duduk atau berbaring adalah kebahagian hidup.
Bekerja, berkeringat dan berjerih payah adalah kepuasan dan kemuliaan hidup.
Jika engkau tidak mampu ber-Syukur, semua yang baik dan indah akan menjadi jelek dan menyakitkan.
Kemana pun engkau pergi, apa pun yang engkau kerjakan adalah penderitaan.
Tiada hari tanpa kegelisahan..!
Tiada saat tanpa kejenuhan..!
Bukan hidup yang membuat engkau jenuh tapi ketiadaan rasa 'Syukur' yang membuat semuanya menjadi jelek dan menjenuhkan.
KESULITAN SEBESAR APA PUN AKAN TERASA WAJAR, bagi jiwa yang tetap melebihkan 'Syukur' daripada mengeluh...
Karena, bukan kebahagiaan yang menjadikan kita ber-'Syukur', tetapi ber-'Syukur'-lah yang menjadikan kita berbahagia...!!
"SALAAM DAN MARILAH SELALU MEN-SYUKURI NIKMAT YANG ALLAH SWT. BERIKAN PADA KITA"..

Cinta adalah Pemberian Allah SWT

Cinta Kepada Allah Paling Utama - Jaringan Santri

   Cinta adalah misteri yang tak terpecahkan.  Banyak orang salah kaprah, dia menganggap cinta itu bersumber dari dirinya, sebab-sebab munculnya rasa cinta itu ada padanya. Padahal cinta itu adalah pemberian Sang Maha Kuasa.
Sebesar apapun usaha kita untuk menumbuhkan kecintaan orang lain kepada kita, tidak akan berhasil selama Allah masih belum membuka hatinya.
Ingatkah kita dengan kisah bayi Musa as. Setelah Fir’aun membunuh 20.000 bayi laki-laki, tiba-tiba ada seorang bayi lelaki yang hanyut disungai dan melewati istana megahnya. Saat itu pula tumbuh rasa cinta dalam hati Fir’aun beserta istrinya  kepada bayi ini.
وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّي
“Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku.” (QS.Thaha:39)
Jika Allah berkehendak maka hati yang keras bisa berubah menjadi lembut dan penyayang. Hati yang  penuh benci seketika berubah menjadi penuh cinta.
وَاعْلَمُواْ أَنَّ الله يَحُولُ بَيْنَ المرء وَقَلْبِه
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS.al-Anfal:24)
Begitulah Allah mengalihkan hati Fir’aun dan menanamkan kecintaan pada bayi Musa. Padahal diriwayatkan bahwa bayi itu adalah bayi yang biasa seperti yang lainnya. Tidak ada sesuatu yang membuatnya menarik dibanding yang lainnya. Tapi jika Allah berkehendak, tidak perlu lagi dengan sebab kecantikan, ketampanan, kekayaan atau yang lainnya untuk tumbuhnya rasa cinta.
Karena itu ketika berbicara tentang cinta, Al-Qur’an selalu menisbatkannya kepada Allah.
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah.” (QS.ar-Rum-21)
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَٰنُ وُدًّا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS.Thaha:96)
Kalimat (جَعَلَ) dalam kedua ayat ini menunjukkan bahwa cinta adalah pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 *******************

Tanda2 orang jatuh cinta adalah, selalu membicarakan nama yg ia cintai. Nama yg ia cintai selalu terucap dari bibir sang pencinta.
Nabi Musa as pernah berbicara kpd Tuhan,
"Ya Allah apakah Engkau dekat dariku sehingga jika diriku mempunyai kekhawatiran ttg sesuatu, memanggilmu cukup hanya berbisik?
Ataukah Engkau sedang jauh dariku sehingga diriku harus bertereak meminta padaMu wahai Tuhanku?"
Allah menjawab kpd Musa dgn berkata,
'Aku "Aljalis" (duduk) di sampingmu wahai Musa, (secara metaforis) di saat kau ingat padaKu. Di saat itu wahai Musa, anda bebas meminta padaKu dan dgn terkabulnya doamu akanKu buktikan dgn rasa ketenangan pada dirimu.'
Manusia selalu mengejar hal2 yg sifatnya sementara di dunia sedangkan hanya Tuhan Dzat kebahagiaan yg tak terbatas dalam jiwa setiap manusia.
..Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” .
(Qs. ar-Ra’du: 28)

 

Kebatilan Pasti Musnah

 Bersalah Di Dalam Kebenaran Lebih Saya Sukai Dari Pada Menjadi Pemimpin  Dalam Kebatilan – AT-TABI'IN

وَ اتَّخَذوا مِن دونِ اللهِ ءالِهَةً لِیَکونوا لَهُم عِزًّا * کَلّا سَیَکفُرونَ بِعِبادَتِهِم وَ
یَکونونَ عَلَیهِم ضِدًّا” (QS. Maryam, 81-82).
Orang-orang bodoh berpikir bahwa dengan memberi uang, membantu dan dengan hal-hal ini mereka bisa menarik keakraban musuh-musuh Islam. [Sementara] tidak ada keakraban. Sebagaimana yang mereka sendiri katakan, mereka seperti sapi perah yang susunya diperah, dan menyembelihnya ketika mereka tidak lagi memiliki susu.
Ini adalah situasi di dunia Islam saat ini. Dengan mereka seperti itu, kemudian dengan orang-orang Yaman seperti ini, dengan orang-orang Bahrain seperti ini, perilaku antiagama.
Tentu saja, mereka akan hancur. Lihatlah penampilan lahiriah. Penampilan ini tidak seharusnya menipu siapa pun. Mereka bakal hilang, runtuh dan musnah.
“اِنَّ الباطِلَ کانَ زَهُوقًا”. 
Mereka adalah batil dan pasti akan mengalami kemusnahan, kejatuhan, kesengsaraan, dan jatuh. Tidak ada keraguan tentang itu.
 
Tentu saja, itu mungkin terjadi pada "empat pagi" cepat atau lambat. Itu tergantung pada bagaimana orang-orang Mukmin dan komunitas Mukmin bertindak. Jika mereka bertindak dengan benar, itu akan terjadi lebih cepat. Jika tidak bertindak dengan benar, kejadian "empat pagi" ini lebih lambat. Tapi itu pasti akan terjadi.
Baik orang-orang ini dan mereka yang menjadi harapan, semua akan runtuh.

Kikir dan Dermawan

Kemurahan Hati dan Sikap Dermawan dalam Kajian Tasawuf | NU Online

 Salah satu penyakit hati yang akan merusak jiwa manusia adalah penyakit kikir. Kikir adalah sifat yang akan mencegah manusia untuk membantu dan berkorban untuk orang lain, orang yang kikir pada  hakekatnya telah menjauhkan rahmat Allah dari dirinya dan menjadikan dirinya dibenci oleh-Nya dan masyarakat, dan sebagai balasannya Allah telah menyiapkan azab yang pedih baginya kelak di hari pembalasan.

 Sifat kikir akan muncul ketika manusia terlalu cinta kepada dunia dan terlalu takut kepada kefakiran. Allah sudah berjanji bahwa barang siapa yang berinfak dijalan-Nya maka  diri-Nya akan menambahkan rahmat kepadanya, maka dari itu tidak ada alasan bagi manusia untuk bersifat kikir kepada orang lain. Manusia tidak boleh terlalu khawatir terhadap nasibnya ketika ia mengamalkan perintah Allah,sebab Allah pasti akan membantu hamba-Nya yang taat ketika  menghadapi problem kehidupan.

Salah satu faktor munculnya sifat kikir dalam diri manusia adalah pandangan yang keliru tentang Dunia dimana Dunia dijadikan tujuan hidup.Orang yang menjadi hamba Dunia sudah pasti akan merasa berat untuk mengeluarkan hartanya guna membantu orang lain, sebab ia berfikir bahwa mengeluarkan harta untuk orang lain akan membuat nasibnya buruk..Rasulullah dengan jelas menyampaikan dampak negatif dari sifat kikir yaitu jauh dari rahmat Allah dan akan masuk Neraka, dan bukan hanya itu saja orang yang kikir juga akan dijauhi oleh manusia.

 Dermawan adalah satu sifat yang sangat mulia dimana sifat ini merupakan salah satu ciri orang yang beriman, sifat dermawan juga bentuk rasa syukur hamba atas nikmat yang telah ia dapat dari Tuhan dengan cara memperhatikan orang-orang yang fakir. Dan orang yang dermawan adalah orang yang mampu mewujudkan keseimbangan pada dirinya dengan cara membebaskan diri dari keterikatan kepada dunia. 

Dermawan adalah sifat yang menjadikan seorang hamba dicintai dan mulia di sisi Allah dan makhluk. Dermawan adalah sifat yang merubah permusuhan menjadi persahabatan dan merubah kebencian menjadi rasa cinta. Orang yang dermawan maka pada hakekatnya dia telah memanfaatkan karunia Allah tepat pada sasaran.

Menjadi orang dermawan merupakan idaman setiap manusia yang berakal dan berikut ini hal-hal yang akan menjadikan manusia memiliki sifat mulia ini:
1.Pandanglah Dunia sebagi alam pengumpulan bekal untuk alam Akhirat.
2.Orang akan bahagia dalam  hidupnya ketika bisa berbagi dengan orang lain.
3.Dermawan akan mengangkat kedudukan hamba di sisi Allah.
 

Mengapa Manusia Harus Bekerja dan Beribadah

Bekerja Adalah Ibadah Karena Perintah Allah Maha Pemurah

Islam mengajarkan pemeluknya untuk bekerja dan beramal. Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan melakukan amal ibadah untuk menabung kebutuhan hidup di akhirat. Selama kita masih hidup di dunia ini mari kita jadikan dunia sebagai ladang amal dan pahal untuk kehidupan kita di akhirat.
Nabi Isa as pernah berkata, “Kalian bekerja dan beramal untuk dunia meskipun (kadang) tanpa kalian bekerja pun, kalian akan diberi rezeki. Namun kalian tidak beramal untuk akhirat yang mana kalian tidak akan diberikan pahala kalau kalian tidak beramal dan bekerja.”
Sungguh ibarat yang sangat indah dan penuh makna dari Nabi Isa as. Kalam beliau begitu sangat tepat untuk menggambarkan kehidupan manusia dari dahulu sampai sekarang, terlebih khusus di jaman sekarang. Di jaman sekarang begitu banyak cobaan yang membuat manusia mencintai dunia dan berkhayal bahwa dunia adalah tempat terakhir bagi mereka.
Ketika mereka berkhayal bahwa dunia menjadi tempat terakhir bagi mereka maka akan timbul keyakinan bahwasanya kebahagiaan di dunia harus dijadikan nomor satu dalam setiap perencanaan. Sehingga mereka bekerja dan bekerja hanya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia. Ini adalah sebuah  kekeliruan yang sangat besar untuk agama-agama langit, terlebih khusus agama Islam.
Dari kalam Nabi Isa as bisa kita pahami bahwa ada kehidupan selain dunia yaitu kehidupan akhirat. salah satu kekhususan kehidupan akhirat adalah jika kita tidak beramal dan bekerja maka kita tidak akan mendapatkan pahala dan rejeki di sana. berbeda dengan di dunia yang mana kadang walaupun tidak berkeja maka kita masih diberikan rejeki. Misalnya saja rejeki kesehatan, rejeki hidup, dan lain-lain.
Pembaca yang budiman maka dari itu dengan bercermin dari kalam Nabi Isa as mari kita bekerja dan beramal. Selama kita masih hidup di dunia ini mari kita jadikan dunia sebagai ladang amal dan pahal untuk kehidupan kita di akhirat.

Kezaliman terhadap Wanita


Menurut saya, ini adalah pukulan, penghinaan, dan ketidakadilan terbesar yang telah dilakukan dalam masalah perempuan.

Di lingkungan sosial, terbentuk sebuah budaya yang menjadikan perempuan sebagai pihak yang dimanfaatkan oleh pihak yang memanfaatkan. Sayangnya ini ada dalam budaya Barat sekarang. Orang lain kemudian meniru Barat, dan mereka bekerja keras dalam upayanya, sehingga budaya ini berakar kuat di dunia.


Jika seseorang mengatakan sesuatu yang bertolak belakang dengan hal ini, maka Barat akan menyerangnya. Misalnya jika dalam suatu masyarakat, bersolek dan mempertontonkan diri bagi wanita di depan umum, dikecam, maka mereka akan melakukan penentangan.
Akan tetapi jika hal yang berlawanan dengan itu dilakukan, misalnya di sebuah masyarakat muncul ide wanita telanjang, hal itu tidak akan menimbulkan kegaduhan apa pun di dunia. Berbeda jika di tengah masyarakat muncul ide pakaian wanita, tidak menampakan aurat, dan tidak berias, maka agen propaganda terkuat dunia akan terusik, dan menciptakan kegaduhan. Ini menunjukkan bahwa ada sebuah budaya, kebijakan, dan strategi yang selama bertahun-tahun diikuti, dan asasnya adalah supaya kedudukan, martabat, posisi yang salah dan menghina perempuan ini dikukuhkan, dan sayangnya sudah dikukuhkan.


Oleh karena itu, Anda dapat melihat bahwa Barat secara bertahap sedang melawan hijab terang-terangan. Tema yang mereka usung untuk mendukung penentangan ini, bahwa jilbab adalah simbol gerakan keagamaan. Mereka mengatakan, kami tidak ingin simbol-simbol agama dimunculkan di tengah-tengah masyarakat kami yang merupakan masyarakat sekuler.
Menurut pendapat saya, ini merupakan kebohongan. Masalahnya bukan agama atau non-agama. Masalahnya adalah karena kebijakan strategis asasi Barat yang bertumpu pada upaya mempertontonkan dan menjual perempuan, sementara hijab menentangnya. Sekalipun hijab tidak muncul karena motif agama dan keyakinan, mereka akan tetap menentangnya. Inilah masalah utamanya.

Mengenal Sosok Aminah Ibunda Nabi Muhammad Saw

Mengenal Wanita Mulia Aminah binti Wahab Ibunda Nabi Muhammad Saw -  Pecihitam.org

Tak diragukan bahwa kualitas spiritual seorang ibu akan memberikan kualitas yang sepadan juga kepada anaknya. Ilmu Psikologi telah membuktikan pengaruh ini. Keadaan maknawi seorang ibu akan berpengaruh kepada anak-anak mereka. Seorang ibu yang mendidik anak-anaknya dengan pendidikan agama dan berdasarkan nilai-nilai akhlak yang terpuji akan menghasilkan pendidikan yang baik dan pribadi-pribadi yang luhur dan mulia. Begitu juga dengan pribadi-pribadi orang-orang mulia, mereka dibesarkan oleh perempuan-perempuan yang sangat luar biasa. Uraian ini akan menjelaskan tentang kepribadian ibunda Nabi Muhammad Saw.
Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf lahir dari seorang ibu yang bernama Barah. Abdul Mutthalib meminangkan Aminah untuk putranya Abdullah dan pada akhirnya keduanya dinikahkan oleh Abdul Mutthalib. Aminah kemudian mengandung Nabi Muhammad Saw dan berkata bahwa selama mengandung putranya ia sama sekali tidak pernah merasa susah dan menderita hamil. Kita tidak memiliki akses informasi yang lebih jauh tentang biografi ibunda Rasulullah Saw selain berhubungan dengan kelahiran Rasulullah Saw.
 Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf  bin Zahra bin Kilab[1]  lahir dari seorang ibu yang bernama Barah putri Abdul Uza bin Usman bin Abdud-Dar bin Qasha dimana ibu Barah juga adalah putri dari Ummu Habib binti Asad bin Abdul Uza bin Qasha.[2]
Dalam literatur-literatur sejarah, tidak disebutkan secara rinci tentang biografi kehidupan Aminah binti Wahab. Yang disebutkan hanyalah periode-periode khusus seperti pernikahan dengan Abdullah dan masa ketika mengandung Rasulullah Saw.Pernikahan dengan Abdullah dan Masa Mengandung Rasulullah Saw
Setelah peristiwa kurban seratus unta sebagai tebusan tiadanya hewan kurban dari Abdullah, Abdul Mutthalib disertai dengan Abdullah pergi ke rumah Wahab bin Abdu Manaf yang merupakan kepala suku Bani Zahra dan melamar putrinya untuk Abdullah; Aminah yang merupakan salah satu kembang Quraisy untuk Abdullah dan Halah untuk dirinya.[3] Pihak  yang dilamar juga menerima lamaran dan Aminah menikah dengan Abdullah. Pada hari itu juga acara pernikahan berlangsung.[4]
Aminah mengandung Rasulullah Saw dan berdasarkan beberapa nukilan dari Aminah, ia tidak pernah merasakan sakit dan derita selama masa hamil. Katanya, “Tatkala saya mengandungnya saya sama sekali pernah merasa susah sebagaimana lazimnya kaum wanita tatkala mengandung. Suatu waktu saya bermimpi seolah seseorang datang kepadaku dan berkata bahwa engkau tengah mengandung sebaik-baik makhluk; tatkala masa persalinan tiba, kondisinya sangat mudah bagiku.”[5]
Iman Aminah
Salah satu pembahasan penting, iman sebagian kaum Rasulullah Saw dimana banyak tulisan dan kitab yang telah disusun berkaitan dengannya. Akan tetapi secara umum pembahasan ini terkait dengan Abu Thalib. Namun demikian, apakah terdapat pembahasan terkait dengan iman  dan agama yang diikuti oleh Aminah ibunda Rasulullah Saw?
Dalam beberapa literatur Syiah, Aminah diperkenalkan sebagai seorang yang beriman.[6] Akan tetapi menjelaskan tentang seberapa iman dan keyakinannya hal itu perlu dibahas secara terpisah di tempat yang berbeda. Sebagian argumentasi yang menunjukkan pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Tatkala Rasulullah Saw menyelesaikan haji perpisahan dan dalam perjalanan menuju Madinah, ia mampir di sebuah kuburan yang telah rusak. Ia berdiri di hadapan kuburan tersebut untuk beberapa lama kemudian menangis di atas kuburan. Para sahabat berkata, “Siapa gerangan pemilik kuburan ini wahai Rasulullah.”
Rasulullah Saw menjawab, “Kuburan ibundaku Aminah binti Wahab. Saya memohon kepada Allah Swt untuk memberikan izin kepadaku untuk berzirah kemudian turun izin dan saya pun berziarah.”
Riwayat ini dinukil dalam literatur-literatur Syiah[7] dan Sunni.[8] Berangkat dari riwayat di atas, menurut ayat al-Quran, Rasulullah Saw tidak dibolehkan untuk mendatangi kuburan orang-orang kafir dan musyrik:
«وَلا تُصَلِّ عَلى‏ أَحَدٍ مِنْهُمْ ماتَ أَبَداً وَلا تَقُمْ عَلى‏ قَبْرِهِ إِنَّهُمْ کَفَرُوا بِاللهِ
وَ رَسُولِهِ وَ ماتُوا وَ هُمْ فاسِقُونَ»
            “Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) orang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik.“(Qs. Al-Taubah [9]:84)
Dari apa yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa Aminah bukan merupakan seorang yang bermazhab kafir dan syirik, melainkan seorang yang beriman.
2. Imam Shadiq As bersabda, “Jibril datang menghadap kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah Swt memberikan izin kepadamu untuk memberikan syafaata kepada lima orang. (di antaranya) rahim yang mengandungmu yaitu Aminah binti Wahab dan…”[9]  Dari riwayat ini dan riwayat-riwayat yang serupa[10]dapat disimpulkan bahwa Rasulullah Saw adalah pemberi syafaat untuk ibunya yang tentu saja bukan seorang musyrik dan kalau tidak demikian (ibunda Nabi Muhammad Saw itu seorang musyrik) tentu syafaat tidak  berlaku.[11]
Wafat Aminah
Tatkala Rasulullah Saw berusia enam tahun, Aminah beserta Rasulullah Saw melakukan perjalanan ke Madinah. Sebagian dari perjalanan ini dipandang sebagai perjalanan menziarahi kuburan Abdullah suami Aminah yang dilaksanakan bersama Abdul Mutthalib dan Ummu Aiman. Sepulangnya dari Madinah, Aminah wafat.[12]
Sebagian lainnya meyakini bahwa perginya Aminah ke Madinah adalah untuk bersilaturahmi dengan kaumnya dan sepulangnya dari Madinah ia berpulang ke rahmatullah.[13] Boleh jadi kedua nukilan ini ada benarnya dan tujuan Aminah ke Madinah untuk keduanya, berziarah kuburan sekaligus menengok kaumnya. []
[1]. Syaikh Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nu’man, al-Muqni’ah, hal. 456, Qum, Kongre Jahani Hizareh Syaikh Mufid, Cetakan Pertama, 1413 H.
[2]. Thabari, Muhammad bin Jarir, Târikh al-Umâm wa al-Muluk (Târikh Thabari), Riset oleh Muhammad Abu al-Fadhil Ibrahim, jil. 2, hal. 243, Beirut, Dar al-Turats, Cetakan Kedua, 1387 H.
[3]. Ibnu Sa’ad Katib Waqidi, Muhammad bin Sa’ad, al-Thabaqât al-Kubrâ, jil. 1, hal. 76, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Cetakan Kedua, 1418 H.
[4]. Abdul Mulk Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, Riset oleh Mustafa al-Saqa, Ibrahim al-Abyari, Abdul Hafizh Syalbi, jil. 1, hal. 156, Beirut, Dar al-Ma’rifah, Cetakan Pertama, Tanpa Tahun; Ibnu Katsir Dimasyqi, Ismail bin Umar, al-Bidâyah al-Nihâyah, jil. 2, hal. 249, Beirut, Dar al-Fikr, 1407 H.
[5]. Syaikh Shaduq, Kamâl al-Din wa Tamâm al-Ni’mah,Riset oleh Ali Akbar Ghaffari, jil. 1, hal. 196, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Kedua, 1395 H; Ali Ibrahim Qummi, Tafsir al-Qummi, Riset oleh Sayid Thayyib Musawi Jazairi, jil. 1, hal. 373, Qum, Cetakan Ketiga, 1404 H.
[6]. Syaikh Shaduq, I’tiqâdât al-Imâmiyah, hal. 110, Qum, Kongre Syaikh Mufid, Cetakan Kedua, 1414 H.
[7]. Syaikh Mufid, al-Fushul al-Mukhtarah, Riset dan edit oleh Ali Mir Syarifi, jil. 2, hal. 64, Qum, Kongre Syaikh Mufid, Cetakan Pertama, 1413 H; Muhammad bin Ali, Ibnu Syahr Asyub Mazandarani, Mutasyabih al-Qur’an wa Mukhtalafuh, jil. 2, hal. 64, Qum, Intisyarat Bidar, Cetakan Pertama, 1410 H.
[8] . Umar bin Syabah bin Ubaidah bin Raithah Namiri Basri, Târikh al-Madinah, Riset oleh Fahim Muhammad Syaltut, hal. 119, Jeddah, 1399 H; Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal, Riset oleh Syuaib al-Arnuth, Adil Mursyid, jil. 38, hal. 146, Beirut, Muassasah al-Risalah, Cetakan Pertama, 1421 H.
[9]. Syaikh Shaduq, al-Khishâl, Riset oleh Ali Akbar Ghaffari, jil. 1, hal. 294, Qum, Daftar Intisyarat Islami, Cetakan Pertama, 1362 S.
[10]. Muhammad bin Mas’ud Ayyasyi, al-Tafsir, Riset dan edit oleh Hasyim Rasuli Mahallati, jil. 2, hal. 314, Tehran, al-Mathba’ah al-‘Ilmiyah, Cetakan Pertama, 1380 H.
[11]. Silahkan lihat, Syafa’at di Hari Kiamat, Pertanyaan 440.
[12]. Ahmad bin Yahya Beladzuri, , Ansâb al-Asyrâf Riset oleh Suhai Zukar dan Riyadh Zarkili, jil. 1, hal.. 94, Beirut, Dar al-Fikr, Cetakan Pertama, 1417 H.
[13]. Muhammad bin Jarir Thabari Amuli Shagir, Dalâil al-Imâmah, jil. 1, hal. 188, Qum, Bi’tsah, Cetakan Pertama, 1413 H; Taqiyyudin Maqrizi, Imta’ al-Asma bima linnabi min al-Ahwâl wa al-Amwâl wa al-Hafidah wa al-Matâ’, Riset oleh Muhammad bin al-Hammid Namisi, jil. 1, hal. 13, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Cetakan Pertama, 1420 H.


Ketenangan Baginda Nabi Muhammad Saw Buat Seorang Yahudi Masuk Islam

Merawat Tradisi dalam Maulid Nabi Saw - HIDAYATUNA

Kali ini kita akan menyaksikan bersama-sama kisah nyata dari Baginda Nabi Muhammad saw. Beliau begitu penuh dengan sifat-sifat mulia dan salah satu sifat mulia belia adalah pemaaf.
Waktu salat telah tiba. Seperti biasa, Rasulullah saw pergi ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah dan para sahabat pun telah menunggu beliau di sana.
Namun di tengah perjalanan Nabi menuju ke masjid, ada seorang Yahudi yang menghalangi beliau dan ia berkata, “Kenapa engkau tak membayar hutangmu! Aku ingin sekarang dan di tempat ini, kau bayar hutangmu padaku!”
“Pertama, aku tak punya hutang kepadamu. Dan kedua, kalau memang dirimu sendiri yang menganggap bahwa aku punya hutang kepadamu, izinkan aku untuk melaksanakan salat terlebih dahulu dan setelah itu kita berbicara kembali, karena sekarang waktu salat dan sekarang aku tidak membawa uang untuk dibayarkan kepadamu.” Jawab Rasul dengan ramah dan tenang.
Namun Yahudi tersebut tidak memberikan jalan kepada beliau. Malah dia berkata dengan kasar, “Selangkah pun aku tak akan beranjak dari sini.”
Walaupun Nabi saw dengan penuh kasih sayang dan santun berkata kepadanya, tapi Yahudi tersebut justru tambah kasar kepada beliau dan ia mengambil serban Nabi lalu ia berputar dan melilitkannya pada leher suci beliau. Sampai-sampai leher beliau memerah karenanya.
Akhirnya beberapa sahabat memutuskan untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan Nabi sehingga beliau sampai sekarang belum tiba di masjid. Tatkala mereka melihat Nabi sedang diganggu oleh seorang Yahudi maka mereka menahan Yahudi tersebut dan hendak menyiksanya.
Namun Nabi saw bersabda, “Jangan lakukan hal itu. Aku sendiri mengetahui apa yang harus aku lakukan pada temanku. Kalian tidak mempunyai hak untuk memukulnya.”
Begitu santunnya Nabi berkata kepada Yahudi, sehingga ia (Yahudi) sendiri berkata dalam hatinya, “Sudah jelas, seorang pria dengan semua kekuatan yang ia punya, begitu tawadhu, pemaaf, dan pengampun, kalau bukan ia adalah seorang Utusan Allah, lalu siapa lagi.” Maka dari itu, Yahudi tersebut menundukan kepada dan mengucapkan dua kalimah syahadat.

Kenapa di Sebut Ayat Kursi?

Ayat Kursi Turun, Iblis Lari Kocar Kacir

Siapa yang tidak hafal ayatul Kursi?! Sebagian besar dari kaum muslim pasti telah hafal di luar kepala. Ada yang hafal dari keseringan mendengar dan ada yang hafal karena sengaja berniat menghafal. Tapi apakah Anda tahu apa saja manfaat dari ayatul kursi?
Dijamin jika Anda mengetahui fadhilah ayatul kursi maka Anda akan sering melafalkannya di berbagai kesempatan. Namun sebelum kita melangkah lebih lanjut untuk menjabarkan manfaat ayatul kursi mari kita perhatikan ayatul kursi di bawah ini.
“اللَّهُ لا إِلهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَهٌ وَ لا نَوْمٌ لَهُ ما فِي السَّماواتِ وَ ما فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ ما بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَ ما خَلْفَهُمْ وَ لا يُحِيطُونَ بِشَيْ‏ءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِما شاءَ وَسِعَ کُرْسِيُّهُ السَّماواتِ وَ الْأَرْضَ وَ لا يَؤُدُهُ حِفْظُهُما وَ هُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ”.
Terjemah Arti: Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Salah satu mufasir mengatakan falasafah kenapa ayat ini dinamakan dengan ayatul kursi, karena berhubungan dengan kata kursi dalam ayat ini.
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa di dalam ayatul kursi terdapat lima puluh kata dan dalam lima puluh kata tersebut terdapat lima puluh berkah. (Majmul Bayan, jild 1, hal 361)
Baginda Nabi Muhammad saw bersabda, “Ayatul kursi turun dari pembendaharaan Arsy Allah dan ketika ia diturunkan ke bumi, setiap berhala yang ada di dunia runtuh.”
Selain itu diceritakan bahwa ketika ayatul kursi turun, iblis ketakutan dan lari terbirit-birit.
Inilah fadhilah dari ayatul kursi yang harus kita ketahui.

Tahapan Bersyukur Dalam Islam

Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Al Hikmah Surabaya

Syukur bermakna berterima kasih dan menghargai atas nikmat-nikmat yang telah Allah swt anugerahkan dan berikan kepada hamba-hamba-Nya. Bersyukur adalah manifestasi dari kehambaan kita. Seperti yang telah dikatakan oleh Al-Quran di atas. Jika kita hanya menyembah-Nya, maka kita harus bersyukur.
وَ اشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُون
“Bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya”[1]
Mungkin ayat ini ingin menyatakan bahwasanya salah satu kewajiban dari seorang hamba adalah bersyukur atas segala nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan Allah swt kepada makhluk-Nya.
Selain itu bahwasanya Allah memberikan kita penglihatan, pendengaran, dan perasaan adalah nikmat-nikmat-Nya yang harus kita syukuri setiap detiknya.
وَ جَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَ الْأَبْصارَ وَ الْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون
“Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” [2]
Ketauhilah bahwasanya Allah swt menjanjikan kepada kita, ketika kita bersyukur maka Dia akan menambah nikmat-Nya. Namun apabila kita kufur atas nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan maka nantikanlah azab Allah yang pedih.
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزيدَنَّكُمْ وَ لَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذابي‏ لَشَديدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.[3]
Selain itu bagi mereka yang bersyukur Allah swt tidak akan menyiksanya dan Allah swt Maha Menyukuri yaitu Dia memberi pahala terhadap amal setiap hamba-Nya, memaafkan kesalahannya, dan menambah nikmat-Nya.
ما يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَ آمَنْتُمْ وَ كانَ اللَّهُ شاكِراً عَليما
“Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri juga Maha Mengetahui.”[4]
Adapun bagaimana caranya kita bersyukur kepada Allah swt? apakah hanya dengan mengucapkan Alhamdulillah saja seperti yang sering kita amalkan?
Dalam salah satu kitab mengatakan bahwasanya syukur itu adalah munculnya dampak atas nikmat Allah swt dari lisan seorang hamba pujian dan pengakuan akan nikmat, munculnya rasa cinta dan penyaksian dari hati kepada Allah swt (dikarenakan nikmat-nikmat), dan ketaatan kepada Allah swt dari anggota badannya.[5]
Yakni tanda hamba-Nya yang bersyukur adalah ia mengucapkannya secara lisan, mengakuinya dalam hati, dan mereflesikannya dalam amal. Seperti mengucapkan Alhamdulillah, lalu mengakui bahwa ini adalah nikmat-nikmat dari Allah swt, dan setelah itu taat dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang-Nya.
Tahap pertama, bersyukur dalam hati.
مَنْ‏ أَنْعَمَ‏ اللَّهُ‏ عَلَيْهِ‏ بِنِعْمَةٍ فَعَرَفَهَا بِقَلْبِهِ فَقَدْ أَدَّى شُكْرَهَا
Imam Shadiq as berkata, “Siapa saja yang Allah swt berikan nikmat padanya dan ia mengenali nikmat tersebut dengan hati, maka ia telah bersyukur atas nikmat itu.”[6]
Tahap kedua, bersyukur secara lisan.
Dan Allah swt berfirman dalam surah Ad-Duha, ayat 11, “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka katakanlah (bersyukur secara lisan)”
Tahap ketiga, bersyukur secara amali.
شُكْرُ الْمُؤْمِنِ‏ يَظْهَرُ فِي عَمَله[7]
Imam Ali as berkata, “Syukurnya seorang mukmin Nampak pada amalnya.
Point yang kita bisa dapatkan dari pembahasan kali ini adalah bahwsanya rasa syukur adalah satu amal yang seharusnya ada dalam gaya hidup kita. Dan ketika kita ingin bersyukur akan nikmat-nikmat Allah swt yang telah diberikan, maka kita harus bersyukur dalam hati, diutarakan dalam lisan, dan direflesikan dalam amal sehari-hari kita yaitu dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
[1] Surah Al-Baqarah, ayat 172.
[2] Surah An-Nahl, ayat 78.
[3]  Surah Ibrahim, ayat 7.
[4] Al-Quran, Surah An-Nisa, ayat 147.
[5] Dars Nomeh-ye Akhlaq, hal 150.
[6] Al-Kafi, jild 2, hal 96, hadits no 15.
[7] Ghurarul Hikam, hal 291.

Pendapat Wahabi : Ziarah Kubur, Tawassul Serta Minta Syafaat adalah Perbuatan Syirik dan Sebabkan Kekafiran

Tafsir Al-Isra 42-43: Tawassul dan Syirik Pada Ziarah Kubur |  BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Pada beberapa seri pembahasan sebelumnya, banyak tulisan memuat seputar perampasan serta invasi yang dilakukan oleh Kerajaan Saudi. Tentunya, dalam kasus tersebut Kerajaan Saudi mendapat amunisi dari fatwa yang dikeluarkan oleh kalangan ulama Wahabi.
Berbagai fatwa serta pernyataan inilah yang kemudian menjadi legitimasi bagi pengikut Wahabi sehingga mereka melakukan invasi serta perusakan ke berbagai tempat yang diyakini agung serta mulia oleh kalangan umat Islam.
Fatwa yang dimaksud adalah pelabelan syirik terhadap sebagian amalan yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam. Kemudian melaui pelabelan ini dikeluarkanlah fatwa atau pernyataan kekafiran untuk para pengamalnya.
Amalan yang kemudian dianggap sebagai representasi kesyirikan tersebut adalah ziarah kubur, tawassul kepada para nabi, aulia dan orang salih.
Sulaiman bin Sahman al-Najdi di dalam kitabnya al-Hadiyah al-Saniyah mendokumentasikan pemaparan Muhammad bin Abdul Wahab yang ia sebut dengan “rahimahullah” seputar kekafiran kaum muslimin yang melakukan ziarah kubur, bertawassul, meminta syafaat kepada para nabi As, auliya dan orang-orang saleh. Demikian catatannya:  
Rahimahullah (Muhammad bin Abdul Wahab) berkata: dan  syirik yang dimaksud di dalam ayat-ayat ini dan ayat sejenisnya masuk di dalamnya syirik para penyembah kubur serta para penyembah nabi, malaikat dan orang saleh. Sesungguhnya inilah syirik Arab jahiliyah yang oleh karenanya rasul-Nya Muhammad Saw diutus. Karena sesungguhnya mereka berdoa dan meminta tolong kepada mereka. Mereka meminta kepada sosok-sosok tersebut dengan cara bertawassul dengan kedudukan dan syafaat mereka berdasarkan kedekatan yang mereka miliki di sisi Allah Swt. Hal ini sebagaimana Allah Swt beritakan di banyak tempat dalam kitab-Nya. Seperti: (Dan mereka menyembah selain dari Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah[1]) (Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka? Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka. Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan[2])[3]
Dengan tegas Muhammad bin Abdul Wahab dalam catatan ini menyamakan amalan-amalan yang dilakukan oleh kaum muslimin dengan kesyirikan yang diperbuat oleh kaum musyrikin di zaman Nabi Saw.
Padahal, jika dilihat dengan kacamata yang lebih objektif, kedua perbutan ini sangat berbeda. Kaum muslimin tidak pernah melakukan penyembahan terhadap sosok-sosok tersebut, sementara kaum musyrikin melakukan penyembahan terhadap patung- patung yang mereka agungkan tersebut.
Lagi, kembali Sulaiman bin Sahman al-Najdi memuat pernyataan Muhammad bin Abdul Wahab seputar kesyirikan kaum muslimin yang dia anggap sebagai legitimasi untuk memasukkan mereka dalam golongan orang kafir:
“Berkata “semoga Allah Swt merahmatinya” (Muhammad bin Abdul Wahab): jenis orang musyrik seperti ini dan yang menyerupai mereka dari golongan penyembah para auliya dan orang-orang saleh kami hukumi sebagai orang kafir. Dan kami memandangnya sebagai orang kafir jika hujjah dan argumentasi telah tersampaikan. Adapun dosa-dosa yang lebih ringan dari itu dari sisi tingkatan serta kerusakan, maka tidak kami anggap kafir. Dan hanya dengan dosa yang mereka lakukan, kami tidak menghukumi kafir seorangpun dari ahlul qiblah (orang Islam) yang berbeda dengan para penyembah berhala, patung dan kuburan.[4]”.
Jadi dengan jelas terlihat dalam literatur di atas bahwa Muhammad bin Abdul Wahab meyakini kekafiran orang-orang yang memuliakan serta mengagungkan sosok auliya Allah atau orang-orang saleh yang kemudian ia labeli dengan  “penyembah auliya, dan orang saleh”.
Padahal kaum muslimin yang ia adili tersebut tidak pernah menyembah nabi, auliya maupun orang saleh. Yang mereka lakukan baik dalam ziarah kubur maupun dalam twassul adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui kedudukan yang dimiliki oleh manusia-manusia agung tersebut di sisi Allah.  
[1] Yunus/ 18
[2] Al-Ahqaf/ 28
[3] Al-Najdi, Sulaiman bin Sahman, al-Hadiyah al-Saniyah wa al-Tuhfah al-Wahhabiayah al-Najdiyah, hal: 30, cet: Mthbaah al-Manar, Mesir, pertama, 1342 H.
[4] Al-Najdi, Sulaiman bin Sahman, al-Hadiyah al-Saniyah wa al-Tuhfah al-Wahhabiayah al-Najdiyah, hal: 32, cet: Mthbaah al-Manar, Mesir, pertama, 1342 H.

Cara Melepaskan Sifat Kikir?

 Sifat kikir adalah penyakit yang akan mengotori hati manusia dan menjadikannya jauh dari rahmat Allah, maka dari itu sifat ini harus cepat diobati dan berikut ini metode untuk melepas sifat kikir dari jiwa manusia:
1.Memperbaiki pandangan tentang dunia: Dunia adalah wasilah untuk mandapat kehidupan yang bahagia di Akhirat.
2.Merenungi dampak buruk yang akan dihasilkan oleh sifat kikir.
3. Berusahalah menampakkan kedermawanan meskipun hati masih berat unutuk melaksanakannya.

Tabiat Keras Kepala Bani Israil Yang Sulitkan Kehidupan Mereka Sendiri


Salah satu sifat tercela yang ada dalam agama Islam adalah keras kepala. Setiap orang pastinya tidak menyukai dengan seseorang yang bertabiat keras kepala.


Keras kepala membawa seseorang pada kesulitan bersosialisasi. Pasalnya dalam bersosialisasi, seseorang kadang dihadapkan untuk menerima nasihat ketika salah dan menerima saran juga kritik ketika keliru. Namun orang yang keras kepala akan kesulitan untuk menerima nasihat dan juga kritik walaupun faktanya dia sedang berada dalam situasi yang salah dan keliru.


Jika kita melihat dalam sejarah yang dinukil oleh al-Quran untuk kasus keras kepala maka kita akan menemukan cerita nyata mengenai Bani Isra’il dan Nabi Musa as yang mana pada waktu itu mereka mempunyai masalah pembunuhan yang terjadi pada seorang hartawan. Bani Isra’il meminta Nabi Musa untuk menyelesaikan masalahnya tersebut dengan seekor sapi. Mari kita simak kisah lengkapnya.


Pada zaman dahulu kala di zaman Bani Israil hidup sorang hartawan yang kekayaannya luar biasa berlimpah. Namun, ia tak satu pun memiliki anak yang akan mewarisi harta tersebut. Alhasil, banyak kerabat yang menginginkan dan menanti warisan.


Hal yang ditunggu mereka pun terjadi, sang hartawan ditemukan tewas di depan sebuah rumah penduduk. Kerabat sang hartawanlah yang kali pertama menemukan mayatnya pada pagi hari. Maka, gemparlah seluruh desa atas kematian sang hartawan. Masing-masing dari mereka bertanya-tanya, siapa gerangan yang membunuhnya?


Asumsi-asumsi pun bermunculan. Ada yang bilang, sang kerabat yang menemukanlah yang membunuhnya. Yang lain mengatakan, si pemilik rumah yang didepannya ditemukan jasad si hartawanlah pelakunya.


Di tengah keributan tersebut, datang seorang salih yang cerdas. Ia pun menengahi warga. “Mengapa kalian berkelahi? Bukankah di antara kita ada Musa, sang rasul Allah? Mari kita tanyakan perihal ini kepada beliau,” ujarnya. Maka, mereka pun segera berbondong-bondong menemui Musa.


Mendengar kisah dari penduduk desa, Nabi Musa segera memanjatkan doa. Ia memohon wahyu dari Allah agar menunjukkan rahasia di balik kematian sang hartawan. Maka, Allah pun memerintahkan Musa agar menyuruh umatnya menyembelih seekor sapi.


“Hai Musa, apakah kau ingin menjadikan kami bahan ejekan?” ujar mereka, Nabi Musa pun dengan sabar menjawab, “Aku berlindung dari Allah agar aku tak termasuk orang-orang yang bodoh. Aku berlindung kepada Allah untuk tidak mengatakan sesuatu yang bukan firman-Nya,” ujar Musa. Namun, tetap saja Bani Israil enggan menaati perintah Musa. Mereka bermalas-malasan menyembelih seekor sapi. Pasalnya, sapi merupakan binatang yang dihormati oleh mereka.


Saat Musa menanyakan perihal sapi tersebut, mereka pun terlihat amat malas. Mereka justru mencari-cari pertanyaan yang dapat menunda mereka menyembelih sapi. “Beri kami spesifikasi, berapa usia sapi itu?” ujar mereka. Nabi Musa pun menjawab, “Tidak muda, tidak pula tua, melainkan pertengahan saja. Kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepada kalian,” perintah Musa.


Lagi-lagi, mereka tak juga menjalankan perintah itu. Setiap kali Musa menanyakannya, mereka menanyakan spesifikasi sapi yang akan disembelih. “Apa warna sapi itu?” tanya mereka. Dengan sabar, Musa pun menjawab, “Warnanya kuning tua, setiap kali orang memandangnya maka akan senang melihatnya,” jawab nabiyullah.


Bukan mencari, keesokan hari justru mereka bertanya kembali. “Beri tahu kami bagaimana kondisi sapi itu sehingga kami dapat mencarinya,” kata mereka. Kesabaran Musa begitu diuji, beliau pun menjawab dengan rincian yang banyak. “Sapi itu tak pernah digunakan untuk membajak sawah atau memberi air bagi tanaman. Sapi itu pun sangat bersih, tidak memiliki cacat,” ujar Musa.


Semakin banyak bertanya, mereka justru semakin sulit mendapatkan sapi itu. Andai mereka menurut saat perintah pertama, mereka bebas memilih sapi manapun.
Namun, sifat membangkang justru membuat mereka semakin sulit. Setelah banyak pertanyaan, mereka justru harus mendapatkan sapi yang sempurna. Rupanya mereka menyadari kebodohan mereka itu. Akhirnya, mereka pun mencukupkan pertanyaan dan mulai mencari jenis sapi yang elok itu. “Sekarang kamu menerangkan sapi itu dengan lengkap,” kata mereka.


Setelah kesulitan yang sangat mencari sapi tersebut, akhirnya mereka pun mendapatkannya. Hampir saja mereka menyerah karena nyaris tak ada sapi yang sesempurna itu. Sapi itu pun didapatkan dengan harga yang sangat mahal. Sapi tersebut merupakan milik seorang yatim yang usianya masih belia. Sapi tersebut merupakan satu-satunya warisan sang ayah. Atas wasiat sang ayah, sapi itu tak diizinkan bekerja dan hanya dirawat sedemikian rupa. Kulitnya juga berwarna kuning tua yang sangat elok. Seluruh kriteria yang Nabi Musa sebutkan ada pada sapi tersebut.


Sapi itu pun didatangkan ke hadapan Nabi Musa. Setelah disembelih, nabiyullah Musa mengambil sebagian anggota tubuh sapi, kemudian memukulkannya pada jenazah tersebut. Dengan izin Allah, mayat si hartawan hidup kembali. Nabi Musa pun segera bertanya kepada si mayat hidup. “Siapakah yang telah membunuhmu?” Sang hartawan pun menunjuk salah serang kerabatnya. “Dia!” ujarnya. Setelah itu, si hartawan kembali menjadi mayat dengan izin Allah.


Ternyata, sang pembunuh merupakan kerabat yang selalu menginginkan warisan sang hartawan. Dia pula yang berpura-pura menemukan mayat sang hartawan yang dia bunuh dan diletakkan di depan salah satu rumah penduduk desa. Namun, meski telah terang fakta, si kerabat tetap saja menyangkal bahwa ia yang membunuhnya. “Demi Allah, bukan aku yang membunuhnya,” ujarnya tanpa takut menyebut asma Allah sebagai penjamin kesaksiannya. Itulah memang watak Bani Israil.


Kisah tentang sapi betina ini dapat dibaca dalam surah al-Baqarah ayat 67-73. Dalam kisah tersebut terdapat banyak hikmah yang dapat dipetik. Satu hal yang terang, yakni menaati perintah Allah sesegera mungkin.


Dari kisah di atas kita menemukan bahwasanya ketika Nabi Musa as ketika hendak memberikan bantuan pada Bani Isra’il hanya memberikan persyaratan yang mudah yaitu dengan mengrobankan seekor sapi tanpa kriteria apapun. Namun karena keras kepala, akhirnya Bani Isra’il pun pada waktu itu mendapatkan kriteria sapi yang sangat susah dan akhirnya menyusahkan mereka.

Muhammad bin Abdul Wahhab Pernah Mengkafirkan Kuam Muslim?

Inilah Biografi Lengkap Muhammad bin Abdul Wahab dari Lahir Hingga Wafat -  Pecihitam.org

Di dalam pembahasan sebelumnya, kami telah mengulas asal-usul kelompok Wahabi berikut dengan keyakinan dan ideologi yang mereka pegang. Kali ini, ada salah satu hal yang mungkin sangat sensitif untuk kita bahas, yaitu tentang pengkafiran pemimpin kelompok tersebut, Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kaum Muslimin.


Sulaiman bin Abdul Wahhab merupakan saudara dari Muhammad bin Abdul Wahhab—pendiri aliran Wahabi. Di dalam kitabnya, ia meluapkan kekesalannya terhadap saudaranya itu, yang di matanya sudah kelewatan batas. Bagaimana tidak, Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan kaum Muslimin yang bersilang pendapat dengannya.


Di dalam kitabnya yang berjudul Sawaiqul Ilahiyah fi Raddin alal Wahabiyah, Sulaiman mengomentari saudaranya tersebut dengan mengatakan begini.
فانکم الأن تکفرون من شهد ان لا اله الا الله وحده وان محمدا عبده ورسله واقام الصلاة وآتى الزکاة وصام رمضان وحج البیت مؤمنا بالله وملائکته وکتبه ورسوله ملتزما لجمیع شعائر الاسلام وتجعلونهم کفار او بلادهم بلاد حرب.
“Anda mengkafirkan orang-orang yang bersyahadat atas keesaan Allah dan kenabian Rasulullah Saw; mereka yang melaksanakan salat; membayar zakat; melaksanakan puasa, haji, di mana mereka beriman kepada Allah, malaikat, kitab Allah dan para nabi. Dan mereka adalah orang yang akrab dengan syiar Islam. Tetapi, Anda mengkafirkan mereka, dan menyebut kota mereka sebagai kota perang.”[1]


Dengan membaca pernyataan dari saudara Muhammad bin Abdul Wahhab, hal ini memberikan fakta lain tentang Muhammad bin Abdul Wahhab. Mungkin, bagi sebagian orang, susah untuk percaya, namun bukan sebuah kemustahilan dia mengkafirkan orang, apalagi hal ini diceritakan oleh saudaranya sendiri, yang tahu betul siapa dia.


[1] Sawaiqul Ilahiyah fi Raddi alal Wahabiyah, Sulaiman bin Abdul Wahhab, hal. 41, penerbit: Dar Dzul Fiqar

Siapa Perempuan Islam?

Dalam logika dan pengetahuan Islam, perempuan memiliki teladan dan pola acuan tertentu. Sebuah kerangka telah ditetapkan untuk perempuan, dan kerangka ini adalah sebuah kerangka yang lengkap.


Artinya, seorang perempuan Islam adalah makhluk yang beriman, memiliki kesucian, bertanggung jawab atas bagian terpenting dari pendidikan manusia, berperan efektif dalam masyarakat, mengalami pertumbuhan di bidang keilmuan dan spiritual, menjadi pengelola keluarga yang merupakan lembaga yang sangat penting, dan sumber kedamaian bagi laki-laki.


Semua ini di samping sifat-sifat khususnya sebagai seorang perempuan, seperti kehalusan, kelembutan hati, dan kesiapan menerima cahaya Ilahi. Ini adalah teladan seorang perempuan Muslim. Sifa-sifat inilah yang telah diungkapkan oleh Nabi Saw dalam berbagai pernyataan untuk memuji Fatimah Zahra dan Khadijah Kubra as, atau secara umum tentang seluruh perempuan. Ini adalah teladan Islam.


Di sisi lain, terdapat sebuah pola acuan menyimpang yang berbeda-beda pada setiap masa. Saat ini, pola acuan menyimpang itu adalah model perempuan barat.

Kisah Salman Farsi dalam Menemukan Agama Islam

Jalan Panjang Salman Al-Farisi Menemukan Cinta Sang Nabi

Kisah Salman diceritakan langsung kepada seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad bernama Abdullah bin Abbas:

Salman dilahirkan dengan nama Persia, Rouzbeh, di kota Kazerun, Fars, Iran. Ayahnya adalah seorang Dihqan (kepala) desa. Dia adalah orang terkaya di sana dan memiliki rumah terbesar.


Ayahnya menyayangi dia, melebihi siapa pun. Seiring waktu berlalu, cintanya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut kehilangan Salman. Ayahnya pun menjaga dia di rumah, seperti penjara.


Ayah Salman memiliki sebuah kebun yang luas, yang menghasilkan pasokan hasil panen berlimpah. Suatu ketika ayahnya meminta dia mengerjakan sejumlah tugas di tanahnya. Tugas dari ayahnya itulah yang menjadi awal pencarian kebenaran.


“Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. 

Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melewati orang-orang itu (di gereja) dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan.”
“Ketika saya melihat mereka, saya menyukai salat mereka dan menjadi tertarik terhadapnya (yakni agama). 

Saya berkata (kepada diriku), ‘Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami'”.
Salman memiliki pemikiran yang terbuka, bebas dari taklid buta. “Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku.”


Dan ketika pulang, ayahnya bertanya. Salman pun menceritakan bertemu dengan orang-orang Nasrani dan mengaku tertarik. Ayahnya terkejut dan berkata: “Anakku, tidak ada kebaikan dalam agama itu. Agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik.”
“Tidak, agama itu lebih baik dari milik kita,” tegas Salman.


Ayah Salman pun bersedih dan takut Salman akan meninggalkan agamanya. Jadi dia mengunci Salman di rumah dan merantai kakinya.


Salman tak kehabisan akan dan mengirimkan sebuah pesan kepada penganut Nasrani, meminta mereka mengabarkan jika ada kafilah pedagang yang pergi ke Suriah. Setelah informasi didapat, Salman pun membuka rantai dan kabur untuk bergabung dengan rombongan kafilah.


Ketika tiba di Suriah, dia meminta dikenalkan dengan seorang pendeta di gereja. Dia berkata: “Saya ingin menjadi seorang Nasrani dan memberikan diri saya untuk melayani, belajar dari anda, dan salat dengan anda.”


Sang pendeta menyetujui dan Salman pun masuk ke dalam gereja. Namun tak lama kemudian, Salman menemukan kenyataan bahwa sang pendeta adalah seorang yang korup. Dia memerintahkan para jemaah untuk bersedekah, namun ternyata hasil sedekah itu ditimbunnya untuk memperkaya diri sendiri.


Ketika pendeta itu meninggal dunia dan umat Nasrani berkumpul untuk menguburkannya, Salman mengatakan bahwa pendeta itu korup dan menunjukkan bukti-bukti timbunan emas dan perak pada tujuh guci yang dikumpulkan dari sedekah para jemaah.


Setelah pendeta itu wafat, Salman pun pergi untuk mencari orang saleh lainnya, di Mosul, Nisibis, dan tempat lainnya.


Pendeta yang terakhir berkata kepadanya bahwa telah datang seorang nabi di tanah Arab, yang memiliki kejujuran, yang tidak memakan sedekah untuk dirinya sendiri.


Salman pun pergi ke Arab mengikuti para pedagang dari Bani Kalb, dengan memberikan uang yang dimilikinya. Para pedagang itu setuju untuk membawa Salman. Namun ketika mereka tiba di Wadi al-Qura (tempat antara Suriah dan Madinah), para pedagang itu mengingkari janji dan menjadikan Salman seorang seorang budak, lalu menjual dia kepada seorang Yahudi.


Singkat cerita, akhirnya Salman sampai ke Yatsrib (Madinah) dan bertemu dengan rombongan yang baru hijrah dari Makkah. Salman dibebaskan dengan uang tebusan yang dikumpulkan oleh Rasulullah SAW dan selanjutnya mendapat bimbingan langsung dari beliau.


Betapa gembira hatinya, kenyataan yang diterimanya jauh melebihi apa yang dicita-citakannya, dari sekadar ingin bertemu dan berguru menjadi anugerah pengakuan sebagai muslimin di tengah-tengah kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang disatukan sebagai saudara.


Kisah kepahlawanan Salman yang terkenal adalah karena idenya membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam Perang Khandaq. Ketika itu Madinah akan diserang pasukan Quraisy yang mendapat dukungan dari suku-suku Arab lainnya yang berjumlah 10.000 personel. Pemimpin pasukan itu adalah Abu Sufyan. Ancaman juga datang dari dalam Madinah, di mana penganut Yahudi dari Bani Quradhzah akan mengacau dari dalam kota.


Rasulullah SAW pun meminta masukan dari sahabat-sahabatnya bagaimana strategi menghadapi mereka. Setelah bermusyawarah akhirnya saran Salman Al Farisi atau yang biasa dipanggil Abu Abdillah diterima. Strategi Salman memang belum pernah dikenal oleh bangsa Arab pada waktu itu. Namun atas ketajaman pertimbangan Rasulullah SAW, saran tersebut diterima.


Atas saran Salman itulah perang dengan jumlah pasukan yang tak seimbang dimenangkan kaum Muslimin.
Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, Salman dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga dia wafat.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More