Jumat, 21 April 2023

Doa sebagai Sarana Kedekatan dengan Allah SWT


Nabi saw bersabda: 

Allah swt berkata kepada Malaikat: 

Wahai para malaikat-Ku! 

Sesungguhnya hamba-Ku ini 

sudah hampir pada hajat duniawinya. 

Jika Aku biarkan 

maka Aku telah membuka pintu ke neraka buatnya. 

Oleh itu, tutuplah jalan untuk sampai kepada hajatnya. 

Kemudian hamba itu mengeluh 

dan dia tidak sadar akan kasih sayang Tuhan kepadanya. 

Jika dia mencapai hajatnya, urusannya akan lebih rusak. 


Mengapa banyak doa yang tak terkabul? Itu adalah salah satu di antara pertanyaan yang sangat sering mengemuka. Saya juga termasuk yang sering ditanya soal ini. Sisi teologis pertanyaan in sangat kuat. Bukankah di dalam Al-Quran sendiri dikatakan bahwa Allah pasti akan menjawab doa hamba-Nya yang berdoa? Lalu, kenapa ada (banyak) doa yang tak terjawab?


Di sela-sela ibadah haji ini, pertanyaan tentang makna jaminan pengabulan dosa manusia oleh Tuhan makin mengental. Berdasarkan kepada keterangan pada teks-teks agama, ibadah haji adalah puncak dari segala kondisi keterkabulan doa. Ini adalah negeri yang mulia dan suci, pusat dari segala spiritualitas. Ada banyak titik yang disebut tempat berkumpulnya para malaikat pembawa doa. Ada Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, Hajarul Aswad, Rukun Yamani, Multazam, Bukit Safa, Bukti Marwah, dan beberapa tempat lainnya di Mekah. Ada juga Raudhah dan sejumlah tempat lainnya di Madinah.


Kemudian, dari sisi waktu, setiap momen dalam rangkaian badah haji, umrah, i’tikaf, dan lain sebagainya, adalah momen-momen emas, yang lagi-lagi menjanjikan keterkabulan doa. Akan tetapi, pertanyaannya: kenapa tetap banyak doa yang tak terpenuhi?


Biasanya, kalau ditanya soal ini, saya memberikan jawaban standar sebagai berikut.


Pertama, bisa jadi karena doa kita bertentangan dengan sunnatullah. Misalnya, ada orang berdoa agar lulus ujian tapi ikhtiar yang dilakukan seadanya. Ini bertentangan dengan hukum kehidupan tentang korelasi antara kesuksesan dengan kerja keras.


Kedua, bisa jadi doa kita tak terkabul karena objek doanya diperebutkan oleh banyak pihak, sehingga pengabulan satu doa dari hamba Allah, dipastikan bermakna penolakan atas doa dari hamba Allah yang lain. Misalnya, ada sebuah even sayembara berhadiah. Semua peserta sayembara pastilah berdoa semoga mendapatkan hadiah tertinggi. Tapi, bagaimanapun juga, hadiah tertinggi hanya akan dimenangi oleh satu orang.


Atau, contoh lain dari model ketidakterkabulan di atas adalah doa perjodohan. Setiap orang tentu ingin mendapatkan jodoh yang rupawan (cantik atau ganteng). Seorang pemuda dengan wajah ‘biasa-biasa saja’ sangat wajar jika ingin menikah dengan perempuan berwajah cantik seperti artis. Di sisi lain, si perempuan yang cantik juga berdoa agar mendapatkan pasangan dengan wajah tampan. Maka, pengabulan doa si perempuan cantik bermakna tertolaknya doa si laki-laki berwajah biasa.


Ketiga, Tuhan memang sengaja tidak mengabulkan doa seorang hamba justru karena Dia sayang kepada sanga hamba. Dalam kehidupan ini, ada sebagian dari keinginan dan harapan kita yang sebenarnya tak baik untuk kita. Sebaliknya juga, ada sebagian yang kita benci yang sebenarnya justru malah bagus buat kita. Situasi seperti ini terjadi karena keterbatasan pemahaman kita atas apa yang baik dan apa yang buruk buat hidup kita.


Allah tentu telah memberikan kepada kita akal agar kita bisa mengetahui apa yang baik buat kita, dan dengan pengetahuan itu, kita bergerak untuk mewujudkannya; dan kita dorong upaya itu denga doa. Hanya saja, terkadang pengetahuan kita akan hal tersebut bisa saja keliru.


“Boleh jadi, engkau membenci sesuatu padahal hal itu baik bagimu. Juga, bisa saja engkau menyukai sesuatu yang buruk buatmu.” (Al-Baqarah: 216)


Ketika situasinya seperti ini, Allah sebagai Zat yang Mahatahu dan juga Maha Penyayang, tentulah akan memberikan yang terbaik buat kita, dan itu bisa jadi berupa tertolaknya doa-doa kita.


Hari ini, saya melakukan video call dengan ibu saya, dan saya menemukan satu jawaban lain atas pertanyaan tentang doa di atas. Saat saya tanya mau oleh-oleh apa, Umi mengatakan hanya pesan air Zamzam yang agak banyak. Selebihnya, Umi hanya mengharapkan kami pulang ke Indonesia dengan selamat, agar bisa berkumpul lagi bersama keluarga.


Dekat dan merasakan kehangatan keluarga atau sahabat adalah sebuah kenikmatan tersendiri yang terkadang melebihi kenikmatan yang lain. Anda mungkin pernah merasakan bahwa pertemuan dengan seorang sahabat lama lebih memberikan kesenangan bagi Anda, bahkan seandainya sahabat Anda itu tidak membawa cindera mata. Tentu saja, kalau dia sampai membawa oleh-oleh, kebahagiaan Anda menjadi bertambah dan Anda akan menilainya sebagai ‘bonus’


Dalam dunia tasawuf, ada orang-orang tertentu yang melihat doa dari sisi ini. Berdoa hanyalah alasan agar ia bisa dekat dengan Tuhan. Ia merasakan kenikmatan, bukan dari terkabulkannya doa-doa, melainkan dari munculnya perasaan yang kuat bahwa saat itu, ia sedang sangat dekat dengan Tuhan yang Mahaindah dan Maha Penyayang.


Tak ada yang lebih memberikan kenikmatan baginya kecuali ber-taqarrub (berada dalam situasi dekat) dengan Allah. Ia mengadukan dosa-dosanya, dan ia mohon ampunan. Ia menyampaikan harapan dengan menangis tersedu-sedu, dengan harapan Sang Khalik akan memperhatikannya.


Itulah dimensi lain dalam berdoa. Ada orang yang berdoa, tapi yang ia sasar sebenarnya kedekatan dengan Allah. Baginya, pengabulan doa adalah bonus. Seandainyapun belum dikabulkan, ia tetap merasakan kenikmatan bercengkerama dengan Allah.


Kembali ke pertanyaan di atas: mengapa ada doa yang tak dikabukan? Jawabannya adalah: karena si pendoa memang tidak begitu peduli dengan terkabulkan atau tidaknya doa. Ia berdoa karena ada hal lain yang ia tuju: kedekatan dengan Allah.


Anehnya, berdoa dengan suasana mental seperti inilah yang dianggap lebih tulus dan ikhlas. Dan karenanya, lebih punya peluang untuk dikabulkan oleh Allah.


 Oleh: Otong Sulaeman


0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More