Ironis ...
ketika seorang menteri keuangan
tidak mampu membeli popok
Untuk anaknya yang baru lahir.
Bahkan....,
istrinya turut membantu perekonomian
keluarga dengan berjualan sukun.
Adalah Menteri Keuangan kelima
Sjafruddin Prawiranegara, yg hidup miskin.
Ketika anak ketiganya lahir, Khalid,
Syarifuddin tidak mampu
membelikan popok untuknya.
Istrinya, Teuku Halimah,
terpaksa menyobek kain kasur
demi membungkus tubuh Khalid.
Dalam keadaan seperti itu,
bisa saja Sjarifuddin dengan
mudah memakai uang negara.
Namun, ia tidak melakukannya.
”Ayahmu menteri keuangan, Icah...
Mengurusi uang negara,
tetapi tidak punya uang untuk
membeli gurita bagi adikmu,
Khalid yang baru lahir.....
"Ayahmu sama sekali tidak
tergoda memakai uang negara...
meski hanya untuk membeli
sepotong kain gurita....”
ujar Lily, istri Sjarifuddin
menjawab pertanyaan Aisyah,
putri pertama, seperti tertulis dlm
buku Presiden Prawiranegara,
karangan Akmal Nasery Basral.
Aisyah bertanya kepada ibunya
mengapa ayahnya tidak meminta
bantuan saja kepada pemerintah.
Sang ibu menjelaskan kalau
ayah nya tetap menolak menggunakan
kedekatan itu utk kepentingan pribadinya.
Dia justru mengajarkan kepada
anak-anaknya untuk tidak bergantung
kepada orang lain dan menjadi peminta-minta.
Padahal....
andai saja sang menteri meminta
bantuan kepada pemerintah,
kemungkinan besar akn diberikan.
Sebab....
Sjafruddin merupakan orang
kepercayaan Presiden Soekarno.
Bahkan...,
oleh Soekarno dan Hatta,
Sjafruddin diperintahkan utk memimpin pemerintahan darurat pada 1948.
Pada saat menjalankan
pemerintahan sementara di Sumatera,
Lily turut membantu perekonomian
keluarga dengan berjualan sukun
untuk memberi makan anak-anaknya.
Begitu pun saat pemerintahan
pindah ke Yogyakarta.
Mereka hidup berpindah-pindah
hingga Soekiman, Ketua Masyumi saat itu,
memberikan tumpangan di Pakualaman.
Sblm menepati rmh dinas
Di Jakarta Sjarifuddin dan keluarga hidup
berpindah-pindah mengontrak rumah.
Demi menyambung hidup,
dirinya kerap berjualan, yakni
koper berisi pakaian ala kadarnya.
Usai pemerintahan berganti dibawah
Presiden Soeharto, Syarifuddin lebih
banyak mengisi waktunya dgn berdakwah.
Saat tidak lagi menjadi pejabat negara,
ia mengembalikan rumah dinasnya
di kawasan Menteng kepada negara.
Menurutnya,
rumah dinas itu dibeli dari pajak rakyat,
segala fasilitas negara dibayar dari
pajak rakyat, padahal rakyat masih
banyak yang hidup melarat.
0 comments:
Posting Komentar