Kamis, 20 April 2023

Ada George Soros di Balik 1998?



George Soros adalah sosok penting yang namanya terdengar di berbagai belahan dunia. Ia disebut berada di balik berbagai fenomena ekonomi dan politik. Benarkah miliarder ini berperan di balik tragedi 1998?


George Soros. Nama aslinya György Schwartz. Sosok yang satu ini mungkin sudah tak asing bagi kebanyakan orang. Dianggap sebagai salah satu sosok miliarder dan investor paling powerful di dunia, George Soros punya kiprah panjang dalam mempengaruhi kondisi ekonomi di banyak negara berbekal statusnya di bidang hedge fund.


Hedge fund itu sendiri secara umum adalah pengelolaan investasi kolektif global bagi nasabah kelas atas. Pengelola investasi itu akan mendapatkan biaya imbal jasa atas investasi yang dikelolanya berbasiskan kinerja. 


Nah, Soros dituduh terlibat dalam banyak krisis, termasuk yang terjadi di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lain pada tahun 1998 lalu. Bahkan di Thailand ia dicap sebagai “economic war criminal”. 


Terlepas dari hal-hal tersebut, isu-isu dan konspirasi di seputaran Soros memang cukup banyak. Sekalipun ia disebut menggunakan kekayaannya untuk kepentingan sosial-politik, pendidikan dan sains, serta filantropi, namun tidak sedikit yang menganggap sosoknya menjadi “pengontrol” banyak negara dan pemerintah, serta terlibat dalam mendukung aksi-aksi kelompok kiri ekstrem seperti Antifa yang kerap dituduhkan oleh para politisi kanan konservatif di Amerika Serikat (AS).


Tentu pertanyaannya adalah benarkah demikian? Bagaimana sebetulnya peran Soros dalam krisis yang terjadi di Indonesia pada 1998 lalu?


Spekulan Berbuah Krisis

Siapa tak kenal George Soros? Dia adalah tokoh ternama di bidang keuangan, pasar modal, hingga aktivis di bidang politik berkebangsaan Amerika Serikat. Soros lahir dari keluarga keturunan Yahudi di Budapest, Hongaria pada tahun 1930.


Pada bulan Maret 1944, Nazi Jerman menduduki Hongaria. Soros berusia 13 tahun ketika pasukan Nazi masuk. Pada tahun 1945, Pertempuran di Budapest berkecamuk. Soros selamat dari pengepungan dan pertempuran, yang merenggut nyawa 38.000 warga sipil selama tiga bulan.


Seiring berakhirnya perang, Soros pergi ke Inggris tanpa uang sepeser pun. Dia kemudian mendaftar di London School of Economics (LSE) pada tahun 1947. Meskipun miskin, dia masih bisa bertahan hidup dengan menjadi pelayan dan portir kereta api.


Singkatnya, Soros lulus dari LSE dengan gelar sarjana di bidang filsafat. Setelah kesulitan mendapatkan pekerjaan, ia akhirnya mendapatkan posisi entry-level di bank investasi Singer & Friedlander. Kariernya kemudian menanjak dan menanjak hingga akhirnya pindah ke New York, serta mendirikan perusahaannya sendiri, Quantum Fund.


Kepiawaian Soros kemudian makin tinggi dan berujung pada titel spekulan ulung. Pada tahun 1992, Soros menekuk lutut Inggris melalui peristiwa Black Wednesday. Kisah ini digambarkan dalam buku Soros: The Life, Times, and Trading Secrets of the World’s Greatest Investor tulisan Robert Slater.


Soros disebut mengendus kemungkinan untuk mencari cuan dengan melakukan hedge fund atas Inggris. Apalagi, kala itu Inggris tengah mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi dan punya tingkat suku bunga acuan yang sangat tinggi. Soros berkeyakinan Inggris akan menurunkan tingkat suku bunga yang bisa melemahkan mata uangnya agar ekonomi kembali pulih. Prediksinya terbukti benar, dan pada akhirnya ia mendapatkan keuntungan mencapai US$2 miliar lebih alias Rp 28 triliun (nilai rupiah saat ini).


Hal serupa juga terjadi saat krisis moneter yang melanda Asia, tak terkecuali Indonesia,  di tahun 1998. Nama Soros pertama kali didengungkan oleh Mahathir Muhammad. Mantan Perdana Menteri Malaysia itu menyebut perusahaan hedge fund Soros telah membuat nilai tukar sejumlah mata uang di Asia terombang-ambing.


Kala itu, salah satu perusahaan hedge fund yang baru melakukan operasi dalam jumlah besar di Asia adalah Quantum Fund, yang notabene dikelola oleh Soros. Perusahaan tersebut melakukan spekulasi dengan meminjam mata uang Thailand baht dalam jumlah besar.


Singkat cerita, dengan modal kurang dari US$1 miliar, ia pun berspekulasi atas baht. Dan, benar saja, tak berselang lama, kebijakan nilai tukar mata uang Thailand berubah dari skema mengambang tetap menjadi mengambang bebas.


Nilai baht terjun bebas 60 persen melawan dolar AS. Quantum Fund menorehkan cuan yang fantastis. Tak berselang lama, kondisi serupa menular ke beberapa negara Asia lainnya.


Kecintaan terhadap Filsafat

Dalam pengakuannya, Soros mengaku senang menyelami kondisi yang ada di dunia ini dengan basis ilmu filsafat. Salah satu filosofi yang dipegang teguh olehnya adalah buah pikiran dari Karl Popper yang tercantum dalam buku The Open Society and its Enemies.


Soros kagum dengan buah pemikiran Popper yang mengatakan bahwa gerakan Nazi Jerman dan Komunis memiliki kecenderungan yang sama, di mana dua gerakan ini masing-masing mengklaim sebagai pembawa kebenaran. Padahal sebenarnya, dua paham ini adalah sebuah perilaku yang bias dan terdistorsi dari kenyataan.


Pandangan Popper itu kemudian menginspirasi Soros. Ia menganggap, teori-teori ilmiah tidak selamanya valid. Dari kecintaannya akan filsafat, ia kemudian mempopulerkan istilah teori refleksitas, yakni anggapan di mana pelaku pasar tidak bergerak berdasarkan realita, namun persepsi mereka tentang realita itu sendiri.


Nah, terlepas dari hal-hal tersebut, di AS sendiri memang banyak teori konspirasi yang mendera George Soros. Ia dituduh membiayai gerakan sayap kiri ekstrem seperti Antifa yang dalam beberapa waktu terakhir dituduh bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi di AS. Ia juga dituduh tak benar-benar Yahudi dan justru menggerakkan kampanye anti Yahudi.


Soros bahkan dituduh ingin menciptakan revolusi di Amerika dan membiayai aksi-aksi protes. Namun, teori-teori tersebut minim pembuktian dan dengan mudahnya dipatahkan. Tokoh-tokoh seperti Donald Trump dan Rudy Giuliani adalah beberapa di antara tokoh-tokoh yang larut dalam tuduhan terhadap Soros ini.


Terlepas dari apapun itu, Soros tetap akan dikenang bagaimana saktinya spekulan berdampak pada ekonomi global. Sebagai pendana Partai Demokrat di AS, jelas ia juga akan mendapatkan serangan isu-isu yang demikian. Pada akhirnya, wajah Soros akan dilihat sebagai dua sisi: seorang filantropi namun punya aksi yang menyebabkan krisis juga. 

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More