Prima Gumilang | CNN Indonesia
Jakarta, CNN Indonesia -- Tengku Munirwan, petani sekaligus Kepala Desa (Keuchik) Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara, kini wajib lapor ke Polda Aceh setiap Kamis.
Dia berurusan dengan polisi setelah inovasinya mengembangkan kemudian menjual benih padi IF8 diperkarakan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh. IF8, benih padi yang sebelumnya dikenal masyarakat setempat dengan nama 'Benih Padi Jokowi'.
Munirwan menjelaskan benih padi itu merupakan pemberian Tim Cakra 19, kelompok relawan Joko Widodo pada Pilpres 2019. Jokowi bahkan sempat berniat mengikuti acara panen raya 2018 di Aceh Utara, meskipun kemudian berhalangan hadir.
Karena itu, petani Aceh lebih mengenal benih tersebut dengan nama benih padi Jokowi, sebelum diketahui nama varietas itu adalah IF8.
"Asal muasal datangnya dari bantuan Tim Cakra 19 di 2018 saat kampanye pilpres, ada 10 ton dibagikan ke petani di Aceh," kata Munirwan kepada CNNIndonesia.com, Jumat (2/8).
"Sehingga masyarakat melakapkan [menamakan] IF8 adalah padi Jokowi," tambahnya.
Ketua Tim Cakra 19 Aceh, Gumarni membenarkan terkait pemberian 10 ton benih padi IF8 untuk petani di seluruh Aceh pada 2018. Tahun sebelumnya, kata Gumarni, pihaknya memberikan 3 ton pada petani di Kecamatan Nisam.
"Ya, kami membagikan secara gratis pada masyarakat Aceh untuk kelompok tani kecil pedesaan," kata Gumarni saat dihubungi melalui pesan singkat.
Dia menjelaskan pemberian benih tersebut merupakan program Cakra 19, bukan program langsung dari Jokowi yang kala itu menjadi calon presiden petahana. Dia menyatakan pemberian benih padi tersebut sebagai salah satu upaya pemenangan Jokowi di Pilpres 2019.
"Dalam rangka memenangkan Bapak Jokowi dan mendukung program ketahanan pangan yang dicanangkan oleh Bapak Jokowi untuk kesejahteraan petani pedesaan," ujarnya.
Gumarni merupakan koordinator Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Aceh, sementara Munirwan adalah ketua AB2TI Aceh Utara.
Sebelum diberikan Tim Cakra 19, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf juga pernah menyerahkan benih padi tersebut kepada petani di Kabupaten Aceh Utara pada 2017.
Munirwan mengembangkan bibit padi IF8 itu hingga akhirnya meraih juara II nasional dalam Bursa Inovasi Desa. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo memberikan hadiah kepada Munirwan.
Dalam perkembangannya, benih padi IF8 diminati para petani di Kabupaten Aceh Utara. Munirwan mengatakan hingga kini pihaknya telah menyalurkan benih tersebut kepada 135 desa.
Dia menyebut salah satu keunggulan benih padi tersebut adalah bisa bertahan di lokasi desa tadah hujan. Selain itu, IF8 juga tahan terhadap hama tikus yang kerap menyerang sawah.
"Saat panen perdana, 11,8 ton itu hasil yang dilaksanakan di Aceh Utara. Itu sesuatu yang baru," kata Munirwan.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Utara, sebanyak 7.945 dari 46.000 hektare sawah di kabupaten tersebut berstatus tadah hujan. Dampaknya, para petani hanya mengandalkan musim hujan untuk turun ke sawah.
"Varietas lain sudah kandas, namun dia [IF8] masih bertahan. Bahkan April 2018 itu musim kemarau," tambahnya.
Munirwan mengklaim banyak petani merasa puas dengan IF8 dan belum mau beralih ke varietas lain.
Di tengah permintaan yang tinggi dari para petani, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Aceh Utara mengeluarkan surat perihal penyaluran benih tanpa label pada 19 Juni 2019. Surat itu menindaklanjuti Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh pada 15 Mei 2019.
Dalam surat itu disampaikan bahwa penyaluran benih padi IF8 yang belum dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai varietas unggul merupakan pelanggaran terhadap ketentuan UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Surat itu kemudian menjadi dasar polisi untuk menindaklanjuti pelanggaran yang diduga dilakukan Munirwan. Dinas Pertanian Provinsi Aceh bersama tim Polda Aceh mendatangi gudang penyimpanan benih dan rumah Munirwan pada 30 Juni lalu. Polisi menyita benih padi IF8 dan peralatan produksi.
Polda Aceh lalu menetapkan Munirwan sebagai tersangka pada 22 Juli 2019. Dia disangka menyebarkan benih padi tanpa pelepasan atau sertifikasi dari Kementerian Pertanian. Sehari kemudian Munirwan ditahan.
Mendes Turun Tangan
Dukungan publik dan sejumlah kalangan muncul untuk menuntut pembebasan Munirwan. Bahkan Menteri Desa Eko Sandjojo ikut berkomentar di akun Twitter pribadinya. Dia meminta aparat setempat membantu pembebasan Munirwan yang ditahan Polda Aceh.
"Pak Gubernur Aceh, Pak Kapolda Aceh tolong bantu Kades Aceh yang inovatif ini agar bisa terus berinovasi dan merangsang warga Aceh lainnya untuk tidak takut berinovasi. Kalau dia melakukan kesalahan admin, tolong dibina dan jangan ditangkap #SafeKadesInovatif," tulis akun @EkoSandjojo pada 26 Juli 2019.
Polisi akhirnya memberikan penangguhan penahanan Munirwan pada 26 Juli lalu.
Dalam perkara ini, Munirwan diduga melanggar Pasal 12 ayat 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, juncto Pasal 60 ayat 1 huruf b. Ayat itu berbunyi, benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kuasa hukum Munirwan, Zulfikar Muhammad menyebut ada kejanggalan dalam penetapan status tersangka terhadap kliennya. Menurutnya, undang-undang yang dipakai untuk menjerat Munirwan sifatnya sentralistik, tidak memperhatikan Undang-undang Pemerintahan Aceh.
Dia berpendapat, seharusnya ada harmonisasi dan upaya diskresi jika terjadi pelanggaran semacam ini.
Kejanggalan lain, kata Zulfikar, terkait syarat pelepasan benih padi dari Kementan sebelum mengedarkan ke pasar. Dia menganggap syarat itu menyulitkan upaya negara dalam mencapai kedaulatan pangan.
"Kita masih menggunakan rezim perundang-undangan sentralistik, sementara semangatnya sudah reformasi. Antara cita-cita negara dengan apa yang diberlakukan jadi enggak nyambung," kata Zulfikar.
Dia menyesalkan penangkapan Munirwan. Menurutnya, benih padi yang selama ini disediakan negara belum mampu mewujudkan swasembada pangan. Bahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada awal 2019, Aceh masih bertahan sebagai provinsi nomor satu termiskin di Sumatra.
"Ini harusnya jadi cambuk bagi pemerintah agar berpikir lebih luas, lebih terbuka pada inovasi masyarakat, lebih didorong, difasilitasi, bukan justru dikriminalisasi, dipidana," kata Zulfikar.
Kementan Klaim Lindungi Petani
Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian, Erizal Jamil menyatakan peraturan terkait sertifikasi atau pelepasan bibit padi ditujukan untuk melindungi petani. Pihaknya memiliki standar produktivitas tertentu agar benih padi tahan hama dan penyakit.
Terkait kasus yang menjerat Munirwan, kata Erizal, benih padi IF8 belum dilepas secara resmi oleh Kementan. Pihaknya pun mengkhawatirkan stabilitas benih yang ditanam.
"Jadi pelepasan itu lebih kepada upaya kami untuk melindungi petani sebetulnya," kata Erizal melalui sambungan telepon.
Dia menjelaskan proses pelepasan itu dilakukan melalui pengujian benih. Pihaknya membutuhkan waktu dua musim atau sekitar satu tahun selama proses pengujian.
Kementan Cari Petani Pemulia Benih Padi IF8
Erizal mengatakan hingga kini Kementan masih mencari petani pemulia benih padi IF8. Sebab menurutnya, pihak yang seharusnya mendaftarkan benih padi IF8 untuk diuji Kementan adalah petani pemulia benih tersebut, bukan Munirwan.
Berdasarkan penelusuran timnya, benih padi IF8 adalah hasil pemuliaan petani di Karanganyar, Jawa Tengah. Kemudian dibawa oleh AB2TI ke Aceh.
"Pak Munirwan itu seorang petani biasa, kemudian dia mendirikan usaha untuk perbanyakan benih, sayangnya benih yang dia jual belum dilepas," kata Erizal.
Dia menyatakan benih padi IF8 baru bisa dikatakan legal di pasar jika sudah dilepas oleh Kementan. Menurutnya, saat ini status IF8 itu masih ilegal. "Iya, karena dia belum dilepas," ujarnya.
Lihat juga:Reforma Agraria Jokowi Disebut Akan Terhambat Aksi Korporasi
Namun, Erizal mengatakan benih tersebut tetap legal jika hanya diedarkan di antara anggota komunitas, dalam hal ini AB2TI, bukan dijual secara komersial. Menurutnya, hal ini sesuai amanat Mahkamah Konstitusi.
"Begitu dijual bebas di masyarakat, tidak berlaku lagi asas itu, ilegal jadinya," kata Erizal.
Dia menyampaikan selama ini pihaknya tidak mempermasalahkan peredaran benih padi IF8 karena hanya untuk komunitas petani.
Erizal pun menyesalkan ketika benih padi itu diserahkan pertama kali kepada petani, seharusnya segera ada pengujian.
"Seharusnya setelah itu ditindaklanjuti dengan kita mencari tahu asal usul benih dan seterusnya, sehingga legal formalnya jelas," ujar Erizal.
"Dari sisi produksi dan lainnya tidak ada masalah dengan benih padi itu. Nyatanya, disukai masyarakat. Dari sisi itu tidak ada masalah," tambahnya.
Dia mengklaim Kementan selama ini selalu menjalin kerja sama dengan petani pemulia untuk proses pelepasan. Namun menurut Erizal, ada kelompok petani yang tidak mau dilepas Kementan karena merasa rumit.
"Secara proaktif kami sudah bekerja sama dengan petani. Tapi ada juga yang mereka tidak mau, termasuk kasus yang ini [Munirwan] sepertinya mereka tidak mau. Itu yang jadi persoalan kami," ujarnya.
Di sisi lain, Koalisi Kedaulatan Benih Petani mengecam kriminalisasi terhadap Munirwan. Ketua Departemen Penataan Produksi, Koperasi dan Pemasaran Aliansi Petani Indonesia (API) Muhammad Rifai menilai penangkapan Munirwan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap petani kecil.
"Kami sangat menyayangkan terjadinya penangkapan Bapak Munirwan selaku petani kecil," ujar Rifai dalam konferensi pers di Kedai Tempo, Jakarta, Kamis (1/7).
Sementara Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut penangkapan Munirwan sebagai preseden buruk.
Menurutnya, putusan MK pada 2013 terkait UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menyatakan bahwa petani mempunyai kebebasan untuk menangkarkan dan memuliakan tanamannya sendiri.
"Artinya, kriminalisasi terhadap Munirwan ini adalah preseden yang buruk. Tidak hanya pelanggaran terhadap keadilan yang seharusnya oleh petani, tetapi ini juga merupakan pelanggaran terhadap hukum itu sendiri karena bertentangan dengan putusan MK," ujar Dewi saat ditemui di Utan Kayu, Jakarta Timur, Kamis (1/8).
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Aceh Kombes Teuku Saladin yang menangani kasus ini enggan berkomentar. Dia menyerahkan informasi terkait perkara Munirwan kepada Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Aceh.
"Itu ke Kabid Humas. Kalau saya Kapolresta, bisa. Ada SOP-nya, minimal didampingi Kabid Humas," kata Saladin melalui telepon.
Sementara Kabid Humas Polda Aceh Kombes Ery Apriyono belum merespons panggilan telepon dan tidak menjawab pesan yang dikirim CNNIndonesia.com.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A. Hanan membantah bahwa pihaknya melaporkan kasus ini ke polisi. Dilansir dari Antara, Juru Bicara Pemerintah Aceh Wiratmadinata mengatakan kasus hukum Munirwan ini bukan delik aduan.
"Itu delik murni kepolisian. Tentu ada laporan dan informasi awal yang diterima kepolisian," kata Wiratmadinata.
0 comments:
Posting Komentar