Senin, 15 Mei 2023

Cinta Adalah Sebuah Energi Positif yang Bisa Menggerakkan, Merobah Bahkan Membalikkan


 Cinta Sejati dan Artifisial

Saya yakin hampir semua kita tahu nama Lukman al-Hakim. Namanya diabadikan dalam al-Quran sebagai surat no 31. Al-Hakim adalah gelar dan julukan baginya yang artinya bijaksana. Lukman al-hakim artinya Lukman yang bijaksana (wise man). Ciri-ciri manusia bijak adalah ia tahu apa, kenapa dan bagaimana seharusnya ia bermuamalah dengan orang lain. Ia juga sangat arif dan bijak dimana ia seharusnya menempatkan dirinya ketika ia hidup dan berada. 

Demikianlah Lukman al-Hakim. Sebagai seorang budak sekalipun beliau sangat bijak meletakkan dirinya. Beliau patuh kepada tuannya dan bekerja keras demi kepuasan sang tuan yang merupakan “pemiliknya”. Sikap bijaknya ini sangat menyentuh hati sang tuan sehingga ia sangat dicintai oleh tuannya. 

Si tuan ini apabila makan enak maka sebagian porsinya pasti ia peruntukkan untuk Lukman. Bahkan ketika Lukman memetikkan untuknya buah-buahan sekalipun maka sebagian darinya pasti ia berikan kepada Lukman. 

Suatu hari di musim panas si tuan memperoleh buah semangka besar. Dia potong dua bagian. Dia ambil satu bagian dan dia panggil Lukman lalu memberikan potongan  kedua kepadanya. Lukman dengan senyum gembira melahap buah semangka itu dengan semangat. Potongan demi potongan dia habiskan sampai si tuan iri dan dengan semangat juga ingin melahap bagiannya juga. Ketika ia gigit, serta merta mukanya berobah masam. Dahinya berkernyit. Potongan semangka yang masuk ke dalam mulutnya ia muntahkan ke luar. Dia teriak, hai Lukman, semangka ini pahit sekali. Bagaimana kau bisa melahapnya. Apakah bagian itu rasanya manis? Lukman berkata, “semangka pahit terasa manis ketika ia datang dari tangan orang yang dicintai.”

Mengutip kisah ini Rumi kemudian berkata, cinta memang memiliki kekuatan yang maha dahsyat. Cinta adalah sebuah energi positif yang bisa menggerakkan, merobah bahkan membalikkan.  Rumi berkata: “Cintalah yang merobah pahit menjadi manis; cintalah yang merobah api menjadi cahaya; cintalah yang merobah raja menjadi hamba; cintalah yang memberi hidup kepada yang mati; cintalah yang merobah tembaga menjadi emas; cintalah yang merobah setan menjadi bidardari”. 

Setelah tiga malam berturut-turut Nabi Ibrahim as bermimpi menyembelih putranya Ismael as, baru ia bertanya kepada sang putra apakah ia siap menerima kenyataan pahit itu. Ismail menjawab, “Lakukan hai ayahku apapun yang kau diperintahkan. Kau akan dapati aku insya Allah tergolong sebagai orang-orang yang sabar.” Dengan kata lain, Bagi Ismail, pisau sang ayah yang dicintainya berobah menjadi bulu angsa yang bisa menina bobokkannya.

Kata Rumi, cinta sejati seperti itu hanyalah cinta yang lebur dalam makrifat Allah. Tanpanya cinta menjadi cinta palsu. Cinta artifisial.

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More