Senin, 15 Mei 2023

Krisis Eksistensial Muncul di Tengah Manusia Modern

 


Bila Gejala Krisis Eksistensial Muncul 

Manusia muslim akhir-akhir ini dihadapkan dengan berbagai problem-problem kehidupan, mulai dari problem materi: kemiskinan, kelaparan, pengangguran, penyakit dsb; problemapendidikan: buta huruf, putus sekolah, diskriminasi gender dalam hal pendidikan; problem politik: perang antara sesama muslim (arab), menciptakan proxy war, gontok-gontokan antara partai Islam; problem ekonomi: korupsi, konsumtifisme yang menggila  sampai pada problem eksistensial dimana mereka kehilangan makna hidup menjadi orang muslim.

Semua problem di atas sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan mereka dan butuh waktu yang lama untuk lepas darinya. Dari semua problem-problem itu problem yang sangat berbahaya sesungguhnya, disadari atau tidak disadari, adalah problem krisis eksistensial. 

Apa itu krisis eksistensial? Krisis eksistensial adalah sebuah kegundahan, kegelisahan dan keragu-raguan yang menerpa jiwa seorang manusia tentang makna hidupnya, tujuan hidupnya, akidah dan nilai yang dipegangnya; tentang ajaran-ajaran agama yang dianutnya; tentang standar baik dan buruk yang diyakininya. Intinya, krisis eksistensial ini adalah keraguan yang timbul akan iman, agama dan keyakinan yang dipegangnya selama ini.

Krisis eksistensial ini menerpa banyak kalangan terutama anak-anak muda mulim. Bisa saja faktornya karena derita yang berkepanjangan, bergelimang dalam materi yang tidak berseri atau menyaksikan fakta yang berbeda dengan idealisme dan persepsi / gambaran dia tentang keyakinannya selama ini. 

Tidak bisa kita inkari bahwa akhir-akhir ini banyak orang muslim Indonesia yang sangat “kecewa” dengan agamanya, tokoh-tokoh agamanya dan ajaran-ajaran agamanya. Misalnya selama ini mereka dibesarkan dengan sebuah doktrin bahwa Islam itu damai dan arab itu  identik dengan Islam. Buktinya Ka’bah di Mekah (arab), al-Quran berbahasa arab dan semua ritual Islam berbahasa arab. 

Namun dalam kenyataannya mereka menyaksikan bahwa Islam itu tidak damai, perang dan isinya hanya ribut. Demikian juga dengan orang-orang arab di timur tengah. Saudi menginvasi Yaman dan hampir setiap hari membombardir negara arab yang miskin ini tanpa ampun dan tanpa jelas tujuannya apa. Syria perang saudara dan menjadi medan perang proxi antar sesama arab. Mereka saling membunuh sesama mereka, menghancurkan sesama mereka sambil mereka meneriakkan suara takbir sama-sama. Bahkan secara lahiriah mereka konon “nyunnah” dengan berparas meniru Nabi, berjanggut lebat tanpa kumis, berambut panjang sampai sebahu, membawa bendera dengan kalimat tauhid dsb. 

Kekecewaan itu bertambah setelah menyaksikan pemandangan ISIS di Syria, Iraq, Yaman, Libia, Mesir, Afghanistan, Philifina bahkan Indonesia  dan tempat-tempat lainnya yang memperlihatkan kebrutalan, kesadisan dan kebiadaban yang tak ada tandingannya dalam sejarah manusia. Belum lagi apa yang dilakukan oleh ISIS dan “sepupu-sepupunya” yang lain di Indonesia yang intoleran, mulut busuk, fitnah yang tak henti, provokasi yang tak ada ujungnya dan teriakan-teriakan kafir yang membahana. 

Kegundahan, kebingungan dan stress menyaksikan fenomena “gila” seperti ini bukan hanya dialami oleh sebagian orang muslim saja. Bahkan Kanselor Jerman, Angela Merkel mengungkapkan dengan kata-katanya, “orang India dan China punya 800 tuhan tapi mereka bisa hidup damai dan penuh toleransi. Tapi orang muslim punya satu Tuhan, satu Nabi dan satu Kitab, tetapi darah tumpah di negeri mereka tanpa henti.” 

Fakta-fakta ini “wajar” saja melahirkan stress lalu kemudian kegundahan dan goncangan secara mental bahkan spiritual lalu melahirkan krisis keyakinan sampai akhirnya mempertanyakan semua rukun-rukun agama, janji-janji Tuhan dan keabsahan agama Islam.

Bila gejala itu muncul dalam diri kita, atau dalam diri orang-orang dekat kita, apa yang harus kita lakukan?

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More