Suatu ketika Aisyah salah seorang istri Nabi ditanya oleh seorang sahabat mengenai aktivitas Rasulullah SAW di dalam rumah.
Beliau tersenyum lantas menjawab, “Melakukan apa yang tidak kalian lakukan. Yaitu menjahit pakaian, menambal sandal, dan memasak di saat para pembantu beliau kecapekan.”
Beberapa pekerjaan domestik di atas seringkali dipahami “hanya” pekerjaan istri. Padahal, dalam kehidupan berumah tangga, Rasulullah SAW telah memberikan teladan apabila segala sesuatu di dalam rumahtangga bisa dikerjakan bersama-sama.
Saling bekerjasama dan saling membantu. Tidak ada egoisme seorang suami yang enggan mengerjakan pekerjaan rumah.
Tidak ada pula rasa gengsi beliau dalam melakukan pekerjaan yang dianggap remeh.
Dalam kisah lain, Rasulullah juga melibatkan para istrinya dalam beberapa keputusan penting.
Beliau menempatkan istrinya sebagai lawan diskusi yang cerdas.
Misalnya, ketika Rasulullah berangkat ke Makkah pada tahun keenam hijriyah untuk melaksanakan umrah.
Pada saat itu, karena terikat dengan Perjanjian Hudaibiyah, maka kaum muslimin tidak boleh melaksanakan umrah di sana dan mereka baru diperbolehkan ke Makkah pada tahun berikutnya.
Karena itu, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat agar menyembelih hewan kurban dan mencukur rambut.
Namun, kaum muslimin tidak bergerak dari tempat duduknya, dan tidak menghalalkan ihram mereka. Mereka sangat sedih karena belum menyempurnakan umrahnya.
Di sinilah, Ummul Mukminin Ummu Salamah r.a.yang terkenal cerdas, pandai, memiliki pandangan tajam, dan pemahaman yang mendalam untuk memberikan saran kepada Rasulullah SAW, sang suami tercinta. “Wahai Rasulullah, Alangkah baik nya..andai engkau keluar dan jangan berbicara dengan salah satu dari mereka sebelum engkau menyembelih untamu dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambutmu.”
Rasulullah keluar lantas melaksanakan apa yang dikatakan oleh Ummu Salamah r.a., sehingga kaum muslimin mengikutinya. Fakta ini menunjukkan apabila manusia parpurna tersebut sangat menghormati istrinya dan bersedia bermusyawarah dengannya.
Dengan perilaku ini, beliau juga menandaskan melalui sabdanya dalam sebuah kesempatan, “Sebaik-baik kaum muslimin adalah yang orang yang paling baik memperlakukan istrinya.”
Perilaku berumahtangga yang demikian ini merupakan implementasi konsep berumahtangga ala Rasulullah.
Beliau melakukan prinsip Mubaadalah. Dalam rumahtangga, mubaadalah berarti relasi suami istri yang saling melengkapi, saling mencintai, saling setia, menerima kekurangan serta bekerjasama demi kehidupan yang lebih baik.
0 comments:
Posting Komentar