Jumat, 05 Mei 2023

Ali bin Abi Thalib: Demi Tuhan Ka’bah, Sungguh Aku Telah Berjaya


Detik-Detik Terakhir 

Ummu Kaltsum, putri bungsu Fathimah Azzahra ‘alayhas-salam itu, lantas menuturkan apa yang terjadi di detik-detik yg paling mempesona dari kehidupan ksatria langit, kekasih Allah dan Rasulullah ini sebagai berikut.

Ummu Kaltsum berkata :

“Aku melihat ayahku shalat hingga tengah malam. Di serangkaian shalatnya, beliau sebentar-sebentar keluar rumah, menengok sejenak ke langit dan kembali lagi untuk shalat. Tangisannya lebih panjang dari biasanya. Rukuknya lebih lama, sujudnya lebih lama. Lantunan munajatnya pun lebih syahdu dari hari-hari biasanya.”

Imam Ali tenggelam dalam ibadah hingga menjelang subuh. Di sela-selanya, dia beberapa kali seperti berbicara pada dirinya sendiri:

“Sepertinya inilah malam yang dijanjikan kekasihku, Rasulullah.”

“Ya Allah, Engkau tak pernah berbohong dan aku pun tidak akan mengkhianati-Mu. Inilah malam kematian yang Kau janjikan padaku.”

“Lailaha Illallah. Hukum sebab akibat senantiasa terjadi. Sebentar lagi ketetapan Allah akan diputuskan.”

Ummu Kaltsum hanya bisa berurai air mata. Kakeknya Rasulullah saw. Pernah mengatakan bahwa Ali akan Syahid dibunuh :

“Saudara pembunuh onta suci Nabi Shaleh” pada Jumat terakhir bulan Ramadhan. Imam Ali dan semua keluarga dekat Nabi tahu persis siapa orangnya: Abdurrahman Ibnu Muljam.

Nama Ibnu Muljam sebenarnya sudah lama dikenal oleh keluarga Nabi.

Suatu kali Kumayl bin Ziyad, sahabat dekat dan penyimpan rahasia Imam Ali, pernah menemani beliau menelusuri lorong-lorong Kufah di malam hari. Di tengah2 perjalanan, terdengar suara ayat Alquran dari masjid.

Kumayl berkata :

“Ya Amirul Mu’minin, alangkah merdunya suara itu.”

Imam Ali menimpali :

“Ya Kumayl, itulah suara orang (Abdurrahman bin Muljam) yang akan menebas pedangnya ke kepalaku di saat aku sedang shalat subuh.”

Ali sadar tak ada hukum yang bisa dilakukan untuk kejahatan yang belum dikerjakan. Dia juga tahu kematian adalah sesuatu yang menyeramkan tapi perhatian pada Tuhan akan melenyapkan semua ketakutan apapun di alam ini.

Malam itu, dalam perjalanan menuju Masjid Kufah, Imam Ali beberapa kali menengok ke langit.

Di mesjid Kufah, dia mendapati Ibnu Muljam tidur telungkup. Dia pun menasehatinya:

“Innas sholata tanha ‘anil fahsyai wal munkar. Sesungguhnya shalat mencegah perbuatan fasik dan munkar.

Yang disapa dan dinasehati membantu, tak kunjung beranjak. Lalu Imam Ali berkata lirih:

“Kau sepertinya bertekad mengerjakan sesuatu yg sangat berbahaya, sangat mengerikan. Kalau aku mau, akan kuceritakan padamu apa yang ada di balik bajumu itu.”

Imam Ali tahu di balik baju Ibnu Muljam, semoga Allah swt mengutuknya, tersimpan pedang beracun. Tapi dia tak mempedulikannya untuk sebuah alasan yang belum pernah didengar dunia.

Setelah azan subuh tanggal 19 Ramadhan berkumandang, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kembali keluar masjid, dan menengok ke fajar yang menyingsing. Kemudian dengan suara parau, beliau mengucapkan selamat berpisah kepada fajar:

Imam Ali berkata :

”Wahai Fajar.. sepanjang Hayat Ali.. Pernahkah engkau muncul dan mendapatkannya tertidur ??

Di mihrab, Ali memulai shalatnya seorang diri. Dia seperti sengaja memperpanjang rukuk dan sujudnya. Ibnu Muljam, seperti orang-orang di zaman itu, tahu persis betapa Ali tak pernah mempedulikan apapun saat shalat. Dia kemudian datang mendekat. Dan dari depan, dia mulai mengayunkan pukulan ke kepala Ali, tepat saat Ali ingin bangun dari sujud partamanya.

Darah lalu mengucur deras. Dahi Ali koyak. Janggutnya meneteskan darah. Tapi tak ada erangan dari mulut Ali. Justru pujian pada Tuhan.

Imam Ali berkata :

“Bismillah, wa billah wa ‘ala millati Rasulillah…

Dengan suara melengking, Imam Ali kemudian berteriak:

“Fuztu wa Rabbil Ka’bah…Demi Tuhan Ka’bah, sungguh aku telah berjaya.”

Seiring dengan suara Imam Ali, seluruh penduduk Kufah mendengar gelegar suara keras Jibril yang mengabarkan berita duka itu, hingga semua warga berhamburan keluar rumah untuk menuju masjid jami Kufah.

Ummu Kalsum yang mendengar suara itu dari rumah sontak menjerit lirih:

“Waaah Abataaah, Waaah Aliyaah” (Oooh Ayahku, Ooooh Aliku).

Yang pertama datang menyaksikan Imam Ali bercucuran darah adalah putra sulungnya, Hasan.

Imam Hasan menuturkan bahwa Imam Ali terus berusaha melengkapi rangkaian shalatnya sambil duduk. Badannya menggigil. Setelah salam, dia mengusapkan tanah sujud ke dahinya yang merekah sembari mengucapkan firman Allah dalam surat Thaha ayat 55:

Imam Ali as berkata :

“Dari tanah, kalian Kami ciptakan, dari tanah pula kalian Kami kembalikan dan bangkitkan.”

Semua kejadian disaksikan oleh seluruh putranya, terutama Hasan yang tak kuasa menahan airmata. Imam Ali meminta Hasan untuk mengimami jamaah shalat. Beliau mengikuti dari belakang dengan gerakan isyarat sambil terus membersihkan cucuran darah dari kening sucinya.

Seusia shalat, Hasan langsung kembali menengok ayahnya, didampingi Husein dan seluruh putra Ali yang lain.

Hasan berkata :

"Duhai Ayahku, tak kuasa aku melihatmu begini…sungguh ini sangat menghancurkan hatiku. Berat sekali bagiku melihatmu seperti ini."

Imam Ali membuka matanya lalu berkata:

"Anakku Hasan…jangan bersedih. Sebentar lagi aku tidak akan merasakan kegetiran apapun. Lihatlah itu, Kakekmu Muhammad Al-Musthafa, Nenekmu Khadijah Al-Kubra, Ibumu Fathimah Azzahra, dan para bidadari berjejer-jejer menyambut kedatangan ayahmu. Tegarlah dan riangkan hatimu."

Hasan kemudian meletakkan kepala ayahnya di pangkuannya untuk membersihkan darah yang tak berhenti mengucur. Tak lama berselang, Imam Ali pingsan dalam pelukan Hasan. Jerit tangis membahana ke seluruh arah. Hasan pun langsung menciumi wajah ayahnya demikian pula putra-putra Imam yang lain.

Derasnya airmata Hasan menyadarkan Imam Ali. Imam pun langsung bertanya:

“Anakku Hasan, untuk apa tangisan ini? Jangan bersedih atas keadaan ayahmu. Apakah kau bersedih atas keadaanku padahal esok kau akan dibunuh dengan cara diracun dan adikmu Husein akan dibunuh dengan tebasan pedang. Lantas kalian semua akan menyusulku bersama kakek dan ibu kalian.”

Setelah kekacauan terjadi, salah seorang di antara khalayak belakangan masuk membawa Ibnu Muljam. Orang curiga dia lari menjauh dari mesjid dengan pedang berlumur darah sementara seluruh penduduk justru menuju masjid.

Kematian telah mendekati Ali. Rekahan di dahinya begitu dalam. Tapi musibah itu tak merusak karakter keadilan yang larut dalam darah dan dagingnya. Dia melarang orang membalas pada Ibnu Muljam.

Imam Ali as berkaat :

“Aku tahu engkau akan membunuhku…Pasti…Tapi sesungguhnya aku masih berharap pada Allah adanya perubahan pada diri dan nasibmu.”

Ibnu Muljam tak kuasa mendengar kalimat setinggi itu. Dia menangis.

Ibnu Muljam berkata :

“Ya Amirul Mukminin, afa anta tunqidzhu man finnaar (apakah engkau bisa menolong orang yang sudah masuk neraka) ?”

Ali menjawab dengan memerintahkan anak-anaknya mencari susu. Dia kehausan dan meminta mereka mempersilahkan Ibnu Muljam meminumnya lebih dahulu……………….sedangkan Imam meminum sisanya………. Inilah minuman susu terakhirnya.

Imam Ali berkata :

”Wahai, putra-putra ‘Abdul Muthalib, sesungguhnya aku tidak ingin melihat kalian menumpahkan darah kaum Muslimin sambil berteriak “Amirul Mukmini telah dibunuh!” Ingatlah, jangan membunuh dengan alasan kematianku, kecuali atas pembunuhku. Tunggulah hingga aku mati oleh pukulannya ini. Kemudian pukullah dia dengan satu pukulan dan jangan rusakkan anggota-anggota badannya, karena aku telah mendengar Rasulullah saw berkata, “Jauhkan memotong-motong anggota badan sekalipun terhadap anjing gila.

Imam Ali lahir di Ka’bah yang suci dan pada bulan yang suci, di mihrab yang suci dan dalam keadaan bersuci pula dia menyambut kematian. Kufah berduka. Rumah-rumah keluarga Nabi gelap selama beberapa malam.

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More