Senin, 10 April 2023

Sebuah Anekdot Sopir dengan Penumpangnya

 



Generasi muda santri saat itu, dijejali dengan doktrin larangan bersikap kritis apalagi mempertanyakan doktrin yang dijejalkan guru atau ustadz,  dan memberikan Stigma bahwa  sikap itu dianggap sebagai kekurangajaran, dan bahkan sebagai sikap yang menjurus kepada kekufuran dan kemurtadan.

Sehingga terbentuk kaum yang mudah keras kepala dan tidak mau mendengar serta menghargai perbedaan. Saking kuatnya pengaruh doktrin itu, kami tak hanya menyalurkan benci terhadap agama lain, bahkan terlalu semangat untuk “melindungi agama”, kami menyebut orang - orang yang tak sepaham dengan sebutan “musuh, kafir, musyrik, dan frase kebencian lain terhadap muslim yang berbeda.

Lahirnya, “teologi benci” semacam ini, tak lain disebabkan kurangnya logika dan di bungkus dengan warna religiusitas yang masuk ke dalam pikiran dan menutup rapat argumen dan daya kritis kepada rasio. Tak hanya itu, toleransi atau sikap santun terhadap “musuh” baik dalam satu agama apalagi diluar agama dianggap sebagai kelemahan iman dan kuatnya, rayuan “musuh.”






0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More