Senin, 10 April 2023

Wajah Islam Indonesia adalah Toleran

 



Bayangkan, Tanah Air bergugusan pulau-pulau dan lautan nan luas ini dulu mayoritas beragama Hindu dan kepercayaan setempat. Kemudian, menjelma menjadi negara berpenduduk Muslim mayoritas. Dalam proporsi penduduk Indonesia saat ini yang menembus angka 240 juta, sekitar 88,21 persen atau 211 juta terdiri atas umat Islam. Jika kekuatan mayoritas ini ditransformasikan ke depan dengan perspektif Islam yang berkemajuan, wajah Islam Indonesia akan menguak harapan melintasi peradaban semesta.

Keragaman Islamisasi

Islam Indonesia secara kultural memiliki sifat sipritualitas atau religiusitas yang teduh meng ikuti irama negeri kepulauan yang indah dan menenteramkan. Majalah Time pernah mengangkat isu "The New Face of Islam", di dalamnya dimuat suatu potret wajah baru Islam bahwa "Masyarakat Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, menunjukkan identitas Islam yang lebih lembut, dibentuk oleh angin tropis dan pengalaman multi kultural yang panjang, sedang menerangi jalan menuju sebuah masa depan Islam yang besar." (TIME: 23/9/1996).

Corak Islam yang lembut, damai, toleran, dan nirkekerasan itu secara sosiologis melekat dengan watak penduduk kepulauan ini yang pada umumnya memang berwatak demikian. Hampir semua etnik dan masyarakat daerah di negeri ini memiliki sifat damai itu, tidak melekat pada etnik dan golongan tertentu, hanya ekspresi simbolisnya yang sering berbeda. Kemudian, hadir para penyebar Islam dalam beragam corak, baik melalui para sudagar maupun murni para penyebar agama ini yang tersebar di seluruh penjuru negeri sejak abad ketujuh Masehi. Penyebaran Islam yang damai itu meneguhkan sekaligus memberi sibghah (celupan) karakter harmoni dalam keeragamaan kaum Muslim. Menurut antropolog Koentjaraningrat, peran Islam sangat besar sebagai kekuatan integrasi nasional dalam pembentukan kebudayaan Indonesia.

Corak Islam yang lembut, damai, toleran, dan harmoni itu di belakang hari dikenal sebagai Islam moderat, menurut ketua umum PP Muhammadiyah disebut Islam tengahan, yang tidak terjebak pada sifat ghuluw atau ekstrem dalam beragama. Hadirnya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Aceh Darussalam, Siak, Demak, Pajang, Mataram, Banten, Cirebon, Pajajaran, Ternate, Tidore, Gowa, Buton, Bone, Sumbawa, Bima, Pagaruyung, Banjar, dan kerajaan-kerajaan Islam lainnya, selain makin mengokohkan Islam kultural, juga memberi warna Islam politik sekaligus menguatkan harga diri bangsa, terutama ketika menghadapi penjajah.

Kehadiran Islam yang berkesinambungan sekaligus juga perubahan sebagaimana hukum kehidupan bukan tanpa dinamika atau pergumulan. Islam yang bercorak syariat, tasawuf, dan tajdid saling mengisi yang kemudian membentuk karakter dan tampilan Islam Indonesia yang beragam atau majemuk. Islam Indonesia, baik dalam nuansa nusantara pada masa lampau maupun Indonesia kekinian, sejak kesadaran kemerdekaan hadir, terutama pada 28 Oktober 1928, sungguh berwajah plural dan tidak tunggal. Islam Indonesia tidaklah tunggal, monolitik, dan milik satu golongan. Itulah wajah satu Islam banyak warna.

Perjalanan sejarah Islam yang panjang dan terus bergumul dalam dinamika kontinuitas dan perubahan itu tidak akan pernah selesai dan membentuk corak Islam tunggal di negeri ini. Pelaku penyebaran Islam nusantara pun tidak satu warna dan mazhab. Semua menunjukkan khazanah yang kaya sekaligus menuntut sentuhan-sentuhan baru menuju Islam Indonesia masa depan yang mampu hidup mengarungi dinamika zaman. Menurut seorang pakar bahwa Islam Asia Tenggara, kasus Indonesia dan Malaysia, dengan corak multireligius, multikultural, dan moderat merupakan pengalaman yang menakjubkan yang akan tumbuh memainkan peran dalam kepemimpinan di dunia Muslim. 




0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More