Rabu, 29 Maret 2023

Belajar Dari Lubang Paku


Kisah inspiratif berikutnya adalah tentang seorang anak yang memiliki kondisi temperamen yang begitu buruk. Lalu ia diberikan sebungkus paku yang dari ayahnya. Ayahnya berkata jika anak tersebut sedang dalam kondisi marah ia harus memukul paku ke pagar.


Hari pertama ia menancapkan paku sebanyak 37. Namun seiring berjalannya waktu paku yang ia tancapkan ke pagar mulai berkurang. Hingga pada suatu waktu ia berhasil tidak menancapkan paku ke pagar.


Keberhasilan yang ia lakukan diceritakan kepada ayahnya. Sang ayahnya mulai memberikan perintah kembali untuk mencabut semua paku yang ia tancapkan di pagar sebelumnya. Lalu ketika anak tersebut telah menyelesaikan tugasnya, ia kembali menceritakan kepada ayahnya.


Lalu ayahnya mengajaknya keluar untuk melihat pagar tersebut dan berkata “bagus nak kamu sudah menyelesaikan tugasmu dengan baik. Kamu sudah berhasil menguasai rasa amarahmu juga. Tapi bagaimana dengan pagar tersebut masih tetap ada lubang yang tersisa dari tancapan paku itu?” Tanya sang ayah kepada anak.


Lalu ayah tersebut mulai memberikan penjelasan singkat dengan berkata “lubang paku ini seperti amarah yang kau lontarkan kepada orang lain naik. Mungkin  kau berhasil meminta maaf kepadanya dan tak akan mengulanginya. Namun apakah luka yang akan  mereka terima bisa dengan cepat sembuh?” Ucap ayah tersebut.


Dari cerita tersebut kita bisa belajar jika ucapan dan tindakan yang didasari oleh rasa amarah hanyalah akan memberikan bekas luka kepada orang lain. Meski mereka memberikan ucapan maaf kepada kita ketika permintaan maaf kita lontarkan.


Namun apakah kita bisa menjamin luka yang mereka rasakan dari ucapan atau tindakan yang kita lakukan atas dasar amarah bisa sembuh, mungkin tidak. Bukan bagaimana cara mereka memberikan  ucapan pengampunan kepada kita.


Tapi bagaimana kita mengendalikan emosi hingga tak menyakiti orang lain. Mungkin lidah adalah salah satu bagian tubuh yang terbilang tidak membunuh orang lain. Akan tetapi ucapan yang keluar dari mulut kita terkadang adalah salah satu senjata yang menyakiti orang lain tanpa kita sadari.


Maka dari itu mengontrol emosi adalah kunci untuk tidak menyakiti orang sekitar kita. Semua butuh tahap, namun jika kita berusaha tentunya hasil pengendalian emosi dalam diri juga akan lebih mudah tercapai.

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More