Oleh : abu shereen
Isu-isu barat terkait peran wanita di Iran yang tidak mendapatkan tempat di tengah masyarakat begitu masif diberitakan, sehingga media barat dan nasional berbondong-bondong mendiskreditkan Iran. Ini tentu sangat disayangkan.
Padahal antara hijab dan pembatasan aktivitas tidak ada relasi keniscayaan sama sekali. Artinya, seorang wanita berhijab mampu melakukan aktivitas apapun ditengah masyarakat tanpa mengurangi nilai-nilai kemanusiaan dan HAM.
Seorang wanita berhijab mampu melakukan kegiatan yang ia inginkan dibidang apapun dan Iran setelah revolusi membuka kesempatan kepada siapapun, baik wanita ataupun pria untuk melakukan apa-apa yang mereka inginkan selama itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai akhlak dan hukum Islam yang telah disepakati.
Republik Islam Iran tidak pernah membatasi hak-hak perempuan di tengah masyarakat bahkan mendukung segala aktivitas mereka, terlebih jika itu untuk kemajuan sosial dan kemanusiaan. Data-data internasional terkait masalah ini begitu jelas sehingga tidak bisa dipungkiri oleh siapapun.
*Statistik Pelibatan Wanita di Universitas*
Jika kita menilik keikutsertaan siswi dan mahasiswi Iran di dunia pendidikan hingga perguruan tinggi setelah revolusi memiliki kenaikan tajam. Menurut data statistik internasional wordbank yang menukil dari institut statistik UNISCO, keikutsertaan mereka didunia pendidikan meningkat tajam dari 3 persen sebelum revolusi hingga 67 persen pada tahun 2015 dan 57 persen pada tahun 2020. Justru jika kita lihat Indonesia pada tahun 2018 keikutsertaan wanita di instansi pendidikan hingga perguruan tinggi hanya 39 persen saja, sedangkan Iran pada tahun 2018 sebesar 59 persen.
(https://data.worldbank.org/indicator/SE.TER.ENRR.FE...)
*Statistik Dosen Wanita di Iran*
Jilbab bukanlah kekangan untuk wanita beraktivitas di dunia sosial dan pendidikan. Tidak serta merta kewajiban berjilbab meniscayakan pembatasan mereka di lingkungan sosial dan ini dibuktikan oleh Iran pelibatan dosen wanita di Iran sebagaimana dikutip oleh wordbank dari sebelum revolusi hanya 12 persen dan setelah revolusi hingga tahun 2020 sebesar 34 persen.
*Statistik S2 dan S3 wanita di Iran*
Jika kita melihat statistik yang disajikan wordbank sebagaimana dikutip dari Unisco, maka kita akan melihat S2 wanita di Iran pada tahun 2016 sebesar 3.9 persen yang mana jika kita bandingkan dengan Indonesia pada tahun 2020, hanya sebesar 0.5 persen saja.
(https://data.worldbank.org/indicator/SE.TER.CUAT.MS.FE.ZS...)
Begitupula doktoral wanita di Iran pada tahun 2016 sebesar 0.3 persen, sedangkan Indonesia pada tahun 2020 sebesar 0.0 persen.
(https://data.worldbank.org/indicator/SE.TER.CUAT.DO.FE.ZS...)
Adapun statistik Sarjana wanita antara Iran dan Indonesia jika kita mengikuti standar wordbank, maka Iran sebesar 18.6 persen, sedangkan Indonesia sebesar 10.6 persen.
(https://data.worldbank.org/indicator/SE.TER.CUAT.BA.FE.ZS...)
*Peran Wanita di Iran di Bidang Olahraga*
Menurut data statistik kementrian olahraga Iran keikutsertaan atlet wanita di Iran sebelum revolusi hanya 7 orang saja dan setelah revolusi sebesar 16.000 orang, begitupula pelatih atlit wanita sebelum revolusi hanya 9 orang saja dan setelah revolusi membludak hingga 35.000 orang.
Adapun cabang olahraga yang digeluti sebelum revolusi di 7 cabang saja dan setelah revolusi, aktif di 37 cabang olahraga. Dukungan pemerintah Islam Iran terhadap wanita ini tentu menghasilkan prestasi luar biasa hingga mendapatkan 200 medali dari berbagai cabang olahraga, yang mana sebelum revolusi hanya mendapatkan 5 medali dan itupun dengan tanpa hijab.
*Dokter Spesialis Wanita*
Menurut data statistik PBB, dokter spesialis wanita di Iran pada tahun 1976-1986 hanya 15 persen, namun meningkat tajam menjadi 40 persen dari tahun 1996-2006 dan dokter post spesialist wanita dari tahun 1976-1986 yang hanya 9 persen saja, naik menjadi 30 persen pada tahun 1996-2006. Menurut sekretaris persatuan dokter nasional sebagaimana dilansir oleh Irna.ir, kini pada tahun 2021 dokter wanita lebih banyak dari dokter pria.
Begitupula Fatimah Aliya anggota DPR pada tahun 2018 menjelaskan bahwa jumlah dokter umum wanita di Iran dari sebelum revolusi hingga setelah revolusi bertambah hingga 16 kali lipat. Pada zaman sebelum revolusi sebagaimana dilansir snn.ir, dokter umum wanita hanya berjumlah 3500 orang dan kini hingga tahun 2018 bertambah menjadi 60.000 orang. Begitupula dengan dokter spesialist meningkat 50 kali lipat yang mana sebelum revolusi hanya berjumlah 590 spesialis wanita dan kini berjumlah 30.000 spesialis dokter wanita. Tentu ada penambahan signifikan dari tahun 2018 hingga tahun 2022 saat ini.
*Lembaga Organisasi, SDM, Yayasan dan kelembagaan wanita lainnya*
LSM dan organisasi non-pemerintah wanita untuk memajukan SDM wanita di Iran pun sangat maju bila dibandingkan dengan sebelum revolusi. Sebelum revolusi, hanya 5 organisasi non-pemerintah yang aktif di bidang keperempuanan itupun sebagian besar terkait dengan keluarga kerajaan Pahlevi kala itu, tetapi sekarang ada lebih dari 2700 organisasi dan LSM yang berhubungan dengan urusan perempuan di berbagai provinsi di Iran.
Adapun dibidang penerbitan dan penulisan karya ilmiah, jumlah penulis perempuan sebelum revolusi kurang dari 10, tapi sekarang sudah mencapai lebih dari 4.000 penulis wanita. Perlu digaris bawahi bahwa selama rezim Pahlevi, tidak ada penerbit perempuan di negeri ini, tapi sekarang ada hampir 800 penerbit perempuan di Iran.
*Posisi Direktur dan Manager Wanita di Iran*
Peran wanita dan aktivitasnya di bidang direktur dan manajerial menunjukkan bahwa sebelum revolusi Islam, manajer wanita hanya berjumlah lebih dari 6%, tetapi setelah revolusi jumlahnya menjadi 40 persen. Tentu ini seharusnya bisa menjadi contoh bahwa berhijab dan mengikuti nilai-nilai keislaman bukan berati pengekangan terhadap kebebasan aktivitas wanita diberbagai bidang.
Sangat disayangkan bila isu hijab digiring untuk menjatuhkan dan menggulingkan Republik Islam Iran, padahal fakta lapangan memperlihatkan kepada kita bahwa kaum wanita di Iran sangat aktif dan berprestasi diberbagai bidang.
0 comments:
Posting Komentar