https://parstoday.ir/
Pada 9 Dey 1388 Hijriah Syamsiah (30 Desember 2009), rakyat Iran melakukan gerakan heroik yang dicatat dalam sejarah Revolusi Islam sebagai sebuah aksi fenomenal dan luar biasa.
Iran pada tahun 1388 HS (Desember 2009) menyelenggarakan pemilu presiden sama seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Partisipasi 85 persen warga pada pemilu ke-10 presiden Iran merupakan bukti dari eksisnya demokrasi di Iran.
Fakta ini membuat para pengamat internasional tercengang dan bagi musuh-musuh bangsa Iran, ini adalah realitas yang pahit dan tidak dapat diterima. Untuk itu, mereka merancang sebuah konspirasi di pusat komando di London, Washington, dan Tel Aviv.
Konspirasi ini kemudian dijalankan dengan memanfaatkan kelalaian beberapa anasir dalam negeri untuk memaksakan sebuah kerusuhan di Iran pasca proses penghitungan suara. Salah satu caranya mengesankan kecurangan dalam pilpres untuk memicu kerusuhan sosial.
Pengamat politik Iran, Mahdi Fazaeli mengatakan, "Salah satu alasan mengapa Fitnah 88 begitu rumit karena gerakan anti-revolusi pada saat itu mengerahkan seluruh kemampuannya di lapangan. Kemampuan ini tidak hanya ditujukan untuk pemilu, tetapi misi utama mereka adalah penggulingan sistem negara."
AS sebenarnya mengejar dua misi sekaligus dalam mengobarkan kerusuhan di Iran pada 2009. Mereka menargetkan keabsahan dan kejujuran pilpres, dan kedua berharap bisa menggulingkan sistem negara secara lunak.
Oleh sebab itu, kerusuhan jalanan yang terjadi setelah pilpres di Iran bukan sebuah peristiwa biasa, tetapi sebuah operasi yang mirip dengan Revolusi Beludru.
Dokumen dan bukti yang diperoleh pasca fitnah itu menunjukkan bahwa anasir-anasir asing dan secara khusus Amerika dan beberapa negara Eropa, mengarahkan konspirasi ini.
Pengamat masalah internasional Iran, Saadullah Zerae mengatakan ada beberapa komponen berpengaruh dalam Fitnah 88 yaitu media dan intervensi sejumlah pejabat resmi di AS dan Eropa dalam mendukung para koordinator kerusuhan ini.
"Gerakan ini bekerjasama dengan musuh seperti selama delapan tahun perang yang dipaksakan dan mereka telah berubah menjadi unit-unit untuk membantu pasukan Irak. Dalam Fitnah 88, gerakan ini juga aktif, terlibat di lapangan, dan memberikan dukungan," jelasnya.
Kandidat tertentu sudah memperlihatkan gelagat aneh selama debat capres dan kemudian mereka mengangkat isu kecurangan pemilu. Tanpa mau menempuh jalur hukum dan melakukan pengusutan lewat jalur konstitusional, maka pesta demokrasi tahun 2009 terseret ke sebuah tikungan yang berbahaya.
Tentu saja persoalannya tidak berhenti di sini. Anasir tertentu mulai melakukan gerakan-gerakan liar dengan alasan mendukung capres yang kalah. Mereka bahkan melecehkan nilai-nilai dan simbol-simbol peringatan Asyura pada bulan Muharram.
Misi utama AS dalam konspirasi ini adalah menyeret Iran dalam kerusuhan dengan cara menyulut perpecahan dan konflik internal. Oleh sebab itu, AS memfokuskan upayanya untuk merusak citra sistem Republik Islam dan membuat masyarakat pemimis dari partisipasi politik.
Menteri Luar Negeri AS waktu itu, Hillary Clinton dalam sebuah komentarnya tentang Fitnah 88 mengatakan, “Pemerintah AS selain mengeluarkan statemen terbuka, juga melakukan banyak tindakan terselubung untuk mendukung kelompok hijau di Iran.”
Hillary dalam bukunya, Hard Choices sedikit menyinggung tentang kerusuhan yang terjadi di Iran pasca pilpres. Dia menulis, "Di tahun-tahun setelah kerusuhan pemilu presiden Iran pada tahun 2009, pemerintah Presiden Barack Obama menghabiskan puluhan juta dolar untuk melatih lebih dari 5.000 orang dari pembangkang Iran di seluruh dunia."
Konspirasi yang didesain dari London dan Washington ini telah menciptakan kerusuhan di sebagian kota-kota Iran selama beberapa bulan. Selain menyebabkan kerugian materi dan moral yang sangat banyak, fitnah ini telah menumbuhkan harapan pada musuh bebuyutan Revolusi Islam yaitu kekuatan hegemoni dan arogansi global.
Namun, rakyat Iran dari seluruh lapisan masyarakat turun ke jalan-jalan di seluruh negeri pada 9 Dey (30 Desember 2009). Lewat pawai akbar 9 Dey, rakyat Iran mengecam gerakan-gerakan fitnah dan menyatakan berlepas tangan dari para perusak tatanan sosial.
Pawai Akbar 9 Dey di Tehran pada Desember 2017.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan, rakyat telah menaklukkan salah satu puncak yang tak terlupakan dan mereka menyudahi suasana keruh dengan kearifan dan kewaspadaan. "Dengan bersandar pada iman dan kehendak Ilahi, mereka telah menciptakan sebuah hari yang selalu dikenang dalam sejarah Revolusi Islam," tambahnya.
Ayatullah Khamenei menuturkan bahwa AS melakukan upaya tiada henti untuk menyebarkan keraguan dan menghancurkan harapan dan rasa percaya diri bangsa Iran.
"Hari 9 Dey dengan epiknya, adalah jawaban bangsa terhadap permainan seperti itu dan hari membela nilai-nilai revolusi dan agama. Tentu saja hari ini masalah komitmen terhadap nilai-nilai juga masih ada," ujarnya.
Pawai 9 Dey adalah sebuah kebangkitan revolusioner, di mana bangsa Iran – dengan partisipasi sadar dan kearifan – memperlihatkan bentuk sempurna dari pengenalan mereka akan musuh dalam melawan gerakan-gerakan menyimpang.
Ayatullah Khamenei sudah sering memperingatkan tentang upaya konstan AS untuk menyulut perpecahan dan melakukan konspirasi di kawasan.
"Biaya besar dan skenario rumit AS untuk menciptakan perpecahan politik, mazhab, etnis, dan bahasa di Iran adalah sia-sia dan gagal. Pertumbuhan dan kemajuan Iran tentu saja akan berlanjut di periode presiden AS saat ini. Dengan izin Allah Swt, bangsa Iran dan Republik Islam akan mengecewakan AS di semua bidang " tegasnya.
Menurutnya, rasa sakit karena gagal menyingkirkan atau melemahkan Republik Islam Iran akan tetap bersama mereka (AS) selamanya.
Pawai akbar 9 Dey dan perlawanan rakyat terhadap fitnah menunjukkan sebuah realitas sejarah bahwa kehadiran rakyat di lapangan – sebagai kekuatan utama dan pilar penting stabilitas revolusi dan sistem Republik Islam – tidak akan pernah membiarkan musuh melakukan infiltrasi di Iran. (RM)
0 comments:
Posting Komentar