Para pengikut Ahlul bait pada zaman Imam Shadiq berbondong-bondong mendesak Imam Shadiq as untuk bangkit melawan kezaliman dinasti Umayah, namun Imam Shadiq as tetap diam walaupun beliau memiliki ribuan murid dan raturan ribu pengikut. Kenapa Imam as diam dan tidak bangkit?
Imam Shadiq as menilai walaupun memiliki ribuan murid dan ratusan ribu pengikut, namun kader-kader yang diinginkan beliau as adalah kader militan yang betul-betul taat dan selalu siap mengerjakan segala perintah beliau dan kuantitas yang ada tidak memenuhi syarat untuk melakukan perlawanan melawan dinasti Umayah kala itu.
Fakta sejarah mencatat Abu Muslim Khurasani menulis surat kepada Imam Shadiq as untuk bangkit dan menawarkan ribuan pengikut yang siap berperang melawan dinasti Umayah, namun Imam as tidak hanya menolak ajakan Abu Muslim, bahkan membakar surat tersebut.
( Murudz dzahab, Masudi, juz.3 Hal. 268)
Imam as menilai bahwa kebangkitan yang ditawarkan Abu Muslim adalah kebangkitan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan visi-misi Imam as. Yafi'i berkata bahwa Abu Muslim adalah pembunuh berdarah dingin yang mana kala zaman Abbasiah banyak sekali membunuh orang.
( sirah Pisywayan hal.388)
Syahid Muthahari menulis bahwa Abu Muslim adalah pemimpin sekaligus politikus handal namun seorang pembunuh berdarah dingin yang telah membunuh 600.000 orang demi kekuasaan dan kepentingan politik.
( seiri dar sireh aimmah athar, hal.122)
Revolusi yang diinginkan Imam Shadiq as adalah revolusi ilahi yaitu pemerintahan berdasarkan keadilan dan tidak didasari kedzaliman untuk itu jawaban Imam as kepada Abu Muslim, " Engkau bukanlah orangku dan zaman ini bukanlah zamanku."
Imam Shadiq as mengatakan bahwa Abu Muslim bukanlah orang beliau menandakan bahwa minimnya orang-orang yang memenuhi syarat beliau dikarenakan ketika zaman itu dipenuhi orang-orang beliau yang mempersiapkan pemerintahan ilahi dengan matang, maka zaman ini bukanlah zamanku tidak akan keluar dari lisan suci beliau as.
Kejadian Tungku Membara
Makmun Raqi meriwayatkan kala Sahl bin Hasan Khurasani mengunjungi Imam Shadiq as dan berkata, " Wahai Imam as, apa yang menyebabkan anda untuk enggan bangkit sedangkan kami memiliki 100.000 pengikut yang siap menghunuskan pedang bersamamu?" Imam as menjawab, " Wahai Khurasani duduklah! Kemudian Imam as memerintahkan budaknya untuk menyalakan tungku dan ketika tungku itu telah panas membara, beliau berkata kepada Sahl bin Hasan, " Wahai Khurasani duduklah diatas tungku tersebut! Dengan keringat dingin Sahl berkata, " Wahai tuanku, benarkah saya harus duduk didalam tungku tersebut? Apakah anda berniat membakar saya?! Kemudian Imam as terdiam lalu berkata, " duduklah kembali! Kemudian sahabat Imam as bernama Harun Maki datang ke rumah Imam as dan Imam as tanpa basa-basi memerintahkannya untuk melepas sendalnya dan masuk kedalam tungku, " Wahai Harun, masuklah kedalam tungku! Harun tanpa bertanya ini-itu langsung masuk kedalam tungku dan duduk didalam tungku." Imam berkata kepada Sahl, " Lihatlah kedalam tungku?" Sahl berjalan kedalam tungku dan melihat Harun sedang duduk dengan santainya. Setelah itu Imam as bertanya kepada Sahl, " dari 100.00 pengikut yang engkau katakan siap menghunuskan pedang demiku, adakah satu saja sepertinya? Sahl berkata, " Demi Allah! Tidak ada satupun yang sepertinya." Imam as berkata, " Jika ada lima orang saja yang memiliki ketaatan mutlak sepertinya, maka kami Ahlul Bait as pasti akan bangkit. Kami lebih tahu kapan harus bangkit. ( Ù†ØÙ† اعلم بالوقت)
( Manaqib ibn Syahr Asub, Juz.4 Hal.237/ Bihar anwar, juz.47 Hal. 123)
Kejadian Sahl bin Hasan Khurasani menjelaskan kepada kita bahwa kader yang diinginkan Imam as adalah kader sekelas Harun Maki dan Imam as tidak meminta muluk-muluk jika ada lima saja seperti Harun Maki, maka Imam as pasti akan bangkit. Imam as tidak membutuhkan kuantitas 100.000 pengikut yang hanya meneriakan kami adalah syiah Ali as, namun ketika peperangan berkecamuk, mereka meninggalkan Imam zamannya sendirian.
Syaikh Mufid menuturkan,
“Sahabat utama Imam ini dipenjarakan selama tujuh puluh tahun.
Seluruh harta bendanya dimusnahkan. Walaupun didera dengan cobaan yang berat, ia tetap mengunci mulutnya dan tidak berkata sepatah kata pun untuk memberikan informasi kepada penguasa Abasiyah yang zalim.”
Kader yang Imam as inginkan tidak hanya Alim saja
Sejarah mencatat bahwa Imam as memiliki 4000 murid dari berbagai bidang keislaman dari ahli Fikih, Teologi, Hadis, Tafsir, Kimia dan lain sebagainya, namun untuk merealisasikan pemerintahan ilahi, alim saja tidak cukup, melainkan membutuhkan syarat lebih dari sekedar berilmu.
Murid-murid Imam as adalah orang baik, namun untuk merealisasikan pemerintahan ilahi baik saja tidak cukup.
Kita contohkan murid terbaik beliau seperti Mufadhal bin Umar ketika beliau berkata kepada Imam as, andaikan anda menjadi pemimpin, maka saya akan selalu bersamamu. Lalu Imam as berkata kepada Mufadhal,
" Jika saya menjadi pemimpin, maka anda harus bersama saya dari malam hingga pagi untuk memprogramkan berbagai macam perkara dan dari pagi hingga malam engkau akan sibuk bekerja merealisasikan program-program, namun saya melihat engkau santai dan nyaman."
( Al-Ghaibah, Na'mani, Juz.1 Hal. 286-287)
Mufadhal adalah orang baik dan sahabat besar Imam as. Beberapa kali Imam as memuji beliau, namun untuk merealisasikan pemerintahan ilahi, baik saja tidak cukup dan menuntut hal lebih dan Imam as melihat serta menilai Mufhadal bukanlah kader mumpuni dalam masalah ini.
Sahabat lain Imam Shadiq as adalah Abu Bashir seorang murid Ahli Fikih yang dikenal mujtahid pada zamannya yang mana jika pelajar agama membuka buku-buku fikih istidlali, maka tidak akan asing dengan nama Abu Bashir yang sangat banyak meriwayatkan hukum-hukum fikih. Namun sekali lagi, kader untuk menegakan pemerintahan ilahi, alim dan baik saja tidak cukup dan Imam as membutuhkan kader lebih dari sekedar alim dan baik.
Abu Bashir dikarenakan terburu-buru ingin bertemu sang Imam as dan tidak mau melewatkan pertemuan dengan Imam as, mendatangi Imam as dalam keadaan junub sehingga ia ditegur Imam as. Abu Bashir meriwayatkan, " Aku bersama sahabat imam yang lain hendak bertemu dengan imam as dan memasuki rumah beliau, Imam as melihat saya dengan tajam dan berkata, " Wahai Aba Bashir! Apakah engkau tidak mengetahui bahwa rumah para nabi dan putra-putra nabi tidak dimasuki oleh orang-orang yang junub?! Maka akupun sangat malu dan berkata kepada Imam as, " Wahai Imam aku terburu-buru datang karena tidak mau melewatkan perjumpaan denganmu dan hal ini tidak akan aku ulangi lagi sampai kapanpun lalu akupun keluar dari rumah Imam as. "
( Irsyad Mufid, Juz.2 Hal.185)
Imam as memiliki 4000 murid yang diantaranya adalah Imam Hanafi, namun jumlah kader untuk bangkit melawan penindasan bani Umayah tidak sesuai dengan ekspektasi Imam as. Ini membuktikan bahwa seorang ulama, ustad atau peniti jalan hauzah tidak serta merta memenuhi syarat untuk menjadi kader Imam Mahdi as jika kita berkaca kepada Imam Shadiq as dan murid-muridnya.
Hal ini Imam as pernah sampaikan kepada sadir kala beliau menuju masjid yang penuh dengan murid-murid beliau untuk melaksanakan shalat kemudian beliau berkata kepada sadir, " Demi Allah wahai Sadir, aku akan bangkit sesuai dengan jumlah sendal yang ada, ( kala itu ada 40 sandal) dan setelah selesai shalat, sadir mengecek sandal dan melihat dari sekian banyak sandal hanya tersisa 17 sandal saja.
( Al-Kafi, Juz.2 Hal.242)
Untuk itu pada tanggal 25 Syawal tahun 148 H Imam Shadiq as Syahid diracun Mansur dan ini mempertegas walaupun Imam as memiliki ribuan murid dan ulama serta ratusan ribu pengikut, namun beliau tidak memiliki kader mumpuni yang sesuai ekspektasi beliau as. Sejarah Imam Shadiq as menjelaskan kepada kita bahwa kader untuk pemerintahan mahdawi, alim dan baik saja tidak cukup, melainkan Imam Zaman as sebagaimana datuknya Imam Shadiq as membutuhkan kader-kader seperti Harun Makki yang memiliki ketaatan mutlak dan selalu siap diperintahkan Imam zamannya.
*******************
Imam Musa as dan Kepekaan Kita
Imam Musa ibn Jakfar Al-Kadhim as adalah Imam yang dipindahkan dari satu penjara ke penjara lain oleh Harun Al-Rashid. Harun Al-Rashid ketika melihat Imam Musa as mendidik murid-murid berkualitas hingga 300 murid dalam waktu singkat merasa khawatir dan terancam kekuasaannya akan dihancurkan dan diambi alih.
Harun kemudian berangkat Haji tahun itu dan berkunjung ke kota Madinah untuk menangkap Imam Musa Kazim as. Imam Musa as akhirnya dipenjara dari satu kota ke kota lain dengan berbagai macam siksaan.
Penjara terdalam dibawah tanah sehingga tidak bisa dikenali kapan siang dan kapan malam. Akhirnya Harun memerintahkan anak buahnya, Sindi untuk menyiksa Imam sepedih-pedihnya dan meracuninya dengan racun paling mematikan.
Salam untukmu duhai Imam Musa bin Jakfar as yang terasing belasan tahun didalam penjara nan gelap dengan siksaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Sebagian riwayat mengatakan bahwa Imam Musa bin Jakfar dipenjara selama Sembilan tahun dan selama itu dimanakah para pengaku pecinta mazhab Ahlul Bayt as?! Apakah tidak ada upaya untuk membebaskan Imam Zaman mereka kecuali segelintir orang?!
Harun menilai bahwa memenjarakan Imam saja tidaklah cukup karena bahkan didalam penjara Imam as memiliki pengaruh dan mampu mengubah lawan menjadi kawan. Segala usaha sudah dilakukan Harun untuk menghancurkan mentalitas Imam as. Harun mengutus anak buahnya untuk mengancam, menyuap dan merayu namun Imam as tetap tegak berdiri kokoh. Harun mendatangkan penari dan penyanyi untuk menipu Imam, namun justru penari itu menjadi pengikut beliau. Harun mendatangkan sipir penjara terkejam dan terbengis, namun sipir itu malah menjadi murid beliau. Orang-orang yang dikirim ke penjara menyaksikan ibadah Imam Musa as yang tiada taranya. Tujuan Harun memenjarakan Imam Musa bin Jakfar agar tidak menjadi ancaman, namun karena pengaruh kuat Imam bahkan dipenjara, Imam memberikan ancaman kepada Harun sehingga mengharuskannya meracuni Imam as didalam penjara.
Sejarah mencatat para pemuka agama dan pengikut Imam as datang mengunjungi Imam as. Pada detik-detik akhir kehidupan Imam, Sindi bin Shahik mendatangkan para pemuka dan ulama ke penjara dan menjelaskan keadaan baik dan sehat Imam kepada mereka. Shahak berkata, " Lihatlah keadaan beliau sehat dan segar" sedangkan mereka melihat imam tangan dan lehernya dan terborgol beban berat dan rantai besi.
Apa usaha seorang pengikut dan pecinta kala melihat Imam Zamannya dipenjara dan diborgol rantai besi? Apakah hanya berkunjung bersilaturahmi kedalam penjara saja sudah cukup? Ataukah mempercayai Shahak bahwa beliau sehat dan bugar, walaupun Imam as dengan tegas mengatakan kepada pengikutnya bahwa beliau telah diracuni antek-antek Harun?
Apakah ini sikap pengikut seorang Imam as, ketika Imam Zamannya meringkuk dipenjara nan gelap, malah sibuk berhaji, umrah dan ziarah ke Karbala?!
Riwayat menceritakan bahwa ada seorang syiah datang berkunjung ke penjara bukan berusaha untuk membebaskan Imam as, melainkan datang hanya untuk meminta hajatnya untuk dipenuhi Allah swt. Ia datang meminta untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, menikah dengan wanita cantik, memiliki rumah yang besar, kendaraan dan berhaji ke Mekah. Imam Musa as yang terkenal dengan Kadhim ( yang mampu menahan amarahnya) melihat kelakuan pengikutnya hanya tersenyum dan mendoakannya, bahkan mendoakannya agar bisa menunaikan 50 haji dan itu semua dikabulkan Allah swt. Dan setelah dikabulkan hajatnya, ia tidak puas hingga datang ke Imam as untuk bisa menunaikan Haji yang ke-51 kalinya?!
Ia berhaji berkali-kali dan tidak sadar bahwa Imam Zamannya di dalam penjara. Ia memiliki harta yang berlimpah namun tidak menyadari taklifnya sebagai makmum untuk membebaskan Imam zamannya dari penjara.
Puncaknya kala Imam Musa as wafat pada tanggal 25 Rajab 183 Hijriah. Jasad Imam dibungkus kain seadanya dan dipertontonkan di jembatan Baghdad selama tiga hari oleh Sindi bin Sahik kaki tangan Harun. Seraya mengumumkan, " Ketahuilah Inilah Imam Rafidhi Syiah?!!"
Inilah puncak terzaliminya sang Imam as! Hanya Imam Musa as yang bergelar Kadhim ( mampu menahan amarahnya) mampu bertahan dan sabar dari sikap lawan dan kawan. Imam as walaupun tahu pengikutnya tersebar diseluruh negeri namun bahkan sampai akhir hayatnya, jangankan melakukan perlawanan dalam menegakan pemerintahan ilahi, mereka tidak ada upaya untuk membebaskan Imam as yang dipenjara selama bertahun-tahun lamanya.
Ya, inilah pelajaran bagi kita semua untuk memupuk kesadaran dan tanggung jawab sebagai seorang pengikut dan pecinta atas ketiadaan ( Ghaib) Imam zaman kita sebagaimana pengikut Imam Musa as.
Selama kita belum sadar dan peka, selama kita belum dewasa dan selama kita memperlakukan Imam sebagai kantong ajaib Doraemon untuk hajat duniawi kita, maka selama itupula Imam Zaman as akan terus ghaib dari tengah-tengah kita.
*************************
Pemerintahan Ali as dan Kaderisasi
Allah swt menurunkan para nabi dan rasul serta kitab-kitab langit tidak lain adalah untuk menegakan keadilan dimuka bumi. Maka untuk terealisasinya tujuan ilahi tersebut, selain harus adanya pemimpin ilahi dan undang-undang langit yang sempurna, kesiapan dan kesadaran masyarakat dipimpin pemimpin ilahi.
Pada zaman Imam Ali as setelah terbunuh Utsman, masyarakat berbondong-bondong untuk membaiat Imam Ali as dan ketika Beliau menerima tampuk kepemimpinan, maka secara otomatis beliau adalah khalifah dan wali amr kaum muslimin.
Imam Ali as sangat kesulitan untuk merealisasikan keadilan didalam pemerintahan beliau. Salah satu diantara banyak problem pada masa pemerintahan beliau adalah kurangnya kader yang mumpuni. Jika Imam as memiliki kader mumpuni yang sesuai dengan idealisme beliau, maka kader-kader tersebut akan menjadi representasi dan perpanjangan kebijakan Imam di berbagai wilayah Islam.
Pemerintahan Islam kala itu sangatlah luas yang mana setiap wilayah membutuhkan kader dan wali yang selain bertakwa dan beriman, memiliki pula skill kepemimpinan, manajemen, integritas dan problem solving yang memadai. Luasnya wilayah Islam tentu menuntut gubernur yang memadai dan standar, bukan hanya koneksi, seiman atau seislam saja.
Wilayah Bahrain, Kufah, Bashrah, Yaman, Qazwain, Khurasan, Mesir, Ray, Azarbeijan, Syam dan daerah lainnya jika tidak dipimipin oleh kader yang memadai, maka tujuan dan harapan Imam Ali as untuk menegakan keadilan dalam pemerintahannya tidak akan pernah terealisasi.
Imam Ali as setelah ketiadaan Amar bin Yasir, Malik Asytar, Muhammad bin bin Abi Bakar begitu kesulitan memimpin wilayah-wilayah Islam. Imam as memiliki kader saleh dan bertakwa, namun tidak memiliki leadership dan manajemen yang memadai atau Imam as memiliki kader yang memiliki skill leadership dan manajemen yang memadai, namun dari sisi keimanan dan ketakwaan tidak memadai.
Salah satu contoh gubernur dan kader yang bertakwa dan beriman namun tidak memiliki leadership yang baik adalah Kumail bin Ziyad al-Nakhai. Kumail adalah orang terkhusus Imam as yang mewariskan doa Imam as yaitu doa Kumail, namun dengan segala keagungan dan keutamaannya, ia lemah dalam memimpin dan tidak memiliki leadership yang baik sehingga ketika ia menjadi gubernur dan diserang oleh antek-antek Muawiyah, ia malah meninggalkan wilayahnya sehingga Imam Ali as marah kepadanya.
Sebagaimana tercatat didalam Nahjul Balaghah surat no.61 Imam Ali as mengirimkan surat kepada Kumail dan berkata bahwa engkau tidak memiliki leadership yang mumpuni dan tidak mampu mengatur sebuah wilayah dan menjaganya. Sehingga Imam as terpaksa memecat Kumail dari jabatannya.
Jika kita meminjam istilah Ayatullah Jawadi Amuli dalam pelajaran bahstul kharij tafsir al-quran pada 17/11/ 2019 beliau menceritakan bahwa Imam Ali as mengangkat Kumail menjadi gubernur di daerah terpencil di Irak dan ketika wilayahnya diserang oleh Muawiyah, Kumail tidak mampu memanfaatkan kapasitasnya sebagai gubernur untuk mengusir para penyerang sehingga Imam Ali as murka kepadanya dan berkata, " Wahai Kumail! engkau tidak mampu memimpin sebuah wilayah dan hanya berguna untuk doa kumailmu saja! Ayatullah Jawadi Amuli menilai sebagian orang yang memiliki jabatan baik dalam pemerintahan, organisasi atau yayasan hanya berguna membaca doa Kumail saja dan tidak berguna dalam memimpin atau mengatur sebuah lembaga sesuai SOP yang telah disepakati.
Pribadi lain yang memiliki leadership dan manajemen yang baik namun tidak memiliki keimanan dan ketakwaan yang mumpuni adalah Abu Musa Asyari. Abu Musa Asyari atau Abdullah bin Qais adalah gubernur Kufah pada masa Usman dan tetap menjadi gubernur karena beberapa pertimbangan sehingga Imam as terpaksa tidak memecatnya. Kemampuan leadership, sosial dan suaranya yang merdu menjadikan dirinya berpengaruh di Kufah sehingga Malik Asytar menyarankan Imam Ali as untuk tidak langsung memecatnya walaupun pada akhirnya karena pembangkangannya akhirnya Imam as mengutus Imam Hasan as untuk memecatnya pada peristiwa perang Jamal.
Permasalahan Imam Ali as pada masa pemerintahannya adalah tidak memiliki kader yang cukup dan mumpuni untuk menjadi tangan kanan beliau di wilayah-wilayah Islam sehingga beberapa yang lemah iman sangat mudah terkena tipu daya Muawiyah dan berbalik memerangi Imam Ali as.
Problematika pemerintahan Imam Ali as semakin kompleks ketika sahabat terdekat beliau seperti Ibnu Abbas dalam beberapa masalah tidak setuju dengan keputusan Imam as seperti yang dilaporkan Ibnu Kastir bahwa Ibnu Abbas menentang keputusan Imam Ali as dalam pemecatan para gubernur pada masa Usman seperti Muawiyah dan ini tentu menyebabkan masalah semakin besar dimasa yang akan datang. ( Ibnu Kastir, Juz.3 Hal.205)
Contoh lain adalah Imam as memiliki sahabat dekat dan khusus seperti Sahl bin Hanif namun tidak memiliki leadership yang mumpuni sehingga Imam as terpaksa memecat beliau dari gubernur Kerman dan menempatkan Ziyad bn Abihi yang yang memiliki leadership yang mumpuni sekaligus politikus handal namun tidak memiliki ketakwaan yang mumpuni sehingga Imam terpaksa terus menerus mengingatkan dengan menyuratinya sebagaimana tertulis didalam Nahjul Balaghah surat ke 44 bahwa Imam as menulis kepadanya untuk berhati-hati atas tipu daya Muawiyah dan melakukan apa yang Imam as perintahkan dengan melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai perpanjang tanganan Amirul Mukminin dan ketika tidak melaksanakan tugas sesuai SOP maka Imam as secara tegas akan memecatnya.
Surat Imam as yang terus menerus kepada Ziyad membuktikan Imam as sangat khawatir dan tidak memiliki kepercayaan yang kuat kepadanya yang mana jika Imam as memiliki kader lain seperti Malik Asytar pasti Imam as akan mengutus kepercayaannya bukan Ziyad bin Abihi.
Pemerintahan Imam Ali as mengajarkan kepada kita pentingnya kaderisasi dalam sebuah pemerintahan, partai, organisasi dan yayasan sebagai jembatan dalam merealisasikan keadilan ditengah masyarakat atau komunitas. Ketika kita memiliki kader yang mumpuni, maka sejarah kekhawatiran Imam Ali as tidak akan pernah terjadi kembali.
Kaderisasi sosok-sosok mumpuni juga menjadi sangat penting untuk mempersiapkan kemunculan Imam Mahdi as bahkan justru Imam as akan hadir dan muncul ketika kita memiliki kader-kader mumpuni sehingga falsafah kemunculannya yaitu memenuhi dunia ini dengan keadilan akan cepat terealisasi.
0 comments:
Posting Komentar